Anakmu, Bukan Robot

"Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orangtua kepada anaknya selain pendidikan yang baik." (HR Al-Hakim)

Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Penulis, Pemerhati Kebijakan Publik dan Kontributor NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Ada peribahasa yang terkenal, "Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu. Belajar sesudah dewasa bagai mengukir di atas air."

Ayah bunda pasti sering mendengar peribahasa ini, apalagi pernah mengalami masa kecil dan sekarang mengalami bagaimana cara mendidik anak sejak dini. Trial dan error banyak dilakukan, agar sebuah pendidikan bisa dilaksanakan. Terutama pendidikan di rumah, sejak dini ayah bunda membiasakan hal-hal yang positif. Seperti bangun dan mandi di pagi hari agar segar dan sehat, mengenalkan salat lima waktu sejak dini, mengajarkan wudu, dan tilawah.

Sejak dini anak-anak dibiasakan hidup bersih dan sehat, merapikan kamar dan tempat tidur, masuk kamar orang lain izin dulu, meminjam barang bukan miliknya izin dulu, dan sebagainya. Banyak sekali habits baik yang harus dibentuk sejak dini, karena seperti pepatah di atas, bahwa memberikan pelajaran di waktu kecil bagai mengukir di atas batu. Membekas apalagi anak-anak mempraktikkan dan mengalaminya langsung.

Setiap orang tua pasti memiliki gaya sendiri dalam mendidik anak. Memiliki target bagi anak-anaknya, baik dari sisi akademik, hafalan, perilaku, dan lainnya. Tulisan ini renungan bagi saya pribadi, bahwa selama proses mendidik anak harus ingat bahwa anak kita bukan robot. Mengapa demikian? karena anak kita adalah manusia yang memiliki pemikiran dan perasaan. Walau yang kita ajarkan sesuatu yang baik bagi anak-anak, namun jangan melupakan bahwa dia manusia biasa.

Sebagai manusia, adakalanya jenuh, bosan, ingin refreshing, holiday, dan semisalnya. Apalagi jika anak selesai ujian, pasti ayah bunda tahu bagaimana ekspresi mereka. Ingin liburan sejenak. Wajar kah? Menurut saya wajar, karena liburan itu tidak harus mahal dan jauh. Bisa ditentukan bersama-sama sesuai kemampuan dan anak tetap senang. Namun, tidak membiasakan berlibur yang mahal sampai memaksa pada ayah bunda.

Ayah bunda, di era digitalisasi dan informasi yang sangat deras tentu kita punya beban besar ya. Bagaimana caranya anak kita tetap bisa mengikuti perkembangan zaman, tapi tidak terbawa derasnya arus. Seperti gadget, kalau terpaksa harus dikenalkan sejak dini apalagi selama pandemi sebelumnya anak sekolah daring. Dipahamkan pada anak, bahwa menggunakan gadget itu seperlunya. Bukan gaya hidup.

Ketika proses mendidik anak, ayah bunda mungkin merasa dikejar target dan waktu. Karena melihat arus di luar rumah begitu dahsyat, sehingga orang tua harus membekali 'fondasi yang kuat' di rumah. Misalnya, bagaimana caranya agar anak bisa cepat baca Al-Quran, baca, tulis dan berhitung, bisa ini dan itu. Bertambah usia lebih banyak lagi 'bekal' yang dibutuhkan.

Contohnya, ayah bunda punya target anaknya masuk sekolah favorit, sehingga nilainya harus bagus, berprestasi, dan lain-lain. Sehingga anak harus rajin belajar agar bisa mencapai target. Akan tetapi, dalam proses pendidikan tersebut kadang kala ayah bunda terbentur dengan tenaga dan waktu sehingga belum optimal dalam membekali anak.

Perlu diingat, meskipun anak kita enjoy dengan semua aktivitas belajar di rumah atau di sekolah, tetap anak diajak ngobrol dan sharing, merasa tertekan atau tidak? apa yang bisa dilakukan agar sama-sama nyaman? senangkah? dan keinginan anak yang mungkin positif bisa bersinergi dengan keinginan ayah bunda. Jangan sampai orang tua memperlakukan anak seperti robot.

Bagaimana gambaran seperti robot? Misal, "Pokoknya anak saya harus rajin belajar, tidak ada waktu untuk _refresh dan main, karena targetnya masih jauh untuk bisa masuk ke sekolah favorit. Pokoknya anak harus begini dan begitu tidak ada tawar menawar karena ini untuk masa depan mereka.Terobsesi oleh keinginan orang tua atau anak orang lain yang sukses tanpa melihat bahwa setiap anak memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Anak, bagaimanapun sifatnya tetaplah seoraang anak. Kadang sebagai orang tua, lupa bahwa anak juga manusia yang pasti ada potensi melakukan kesalahan. Sama seperti kita dalam mendidik, ada kalanya pernah melakukan kesalahan. Saat kita salah, berharap anak memaafkan. Begitu pun sebaliknya, ketika anak salah sudah seharusnya kita memaafkan walau kadang hati jengkel luar biasa. Justru di sanalah ada warna-warni dan seni dalam mendidik anak, ibarat jalan tak semua mulus seperti jalan tol.

Saya masih terus belajar dalam mendidik anak, karena belajar itu seumur hidup. Bertarget tetap diperlukan agar saling memicu semangat dan motivasi baik bagi anak ataupun orang tua. Namun, tetap memperhatikan sisi manusiawi dan romantika kehidupan dalam mendidik anak. Menikmati dan menjalani indahnya mendidik anak serta lika-liku yang ada. Jangan posisikan anak kita seperti robot, tanpa memperhatikan sisi manusiawi dan sifat kekanakannya.

Allah pilih kita untuk menjadi ayah bunda, berarti Allah percaya dan insyaallah kita bisa dalam mendidik anak. Karena sejatinya Allahlah yang memampukan kita. Terus belajar dan belajar, mencontoh cara Baginda Nabi saw. dan para ulama dalam mendidik anak. Rasulullah saw. bersabda, "Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orangtua kepada anaknya selain pendidikan yang baik." (HR Al-Hakim)

Sebagai orang tua, pasti berharap anak-anak yang dilahirkan dan dididik menjadi anak yang saleh dan salihah. Karena ketika kita tak lagi di dunia, merekalah harapan kita lewat doa-doa yang mereka panjatkan untuk kita. Teringat sabda Rasulullah saw., "Ketika seseorang meninggal, tindakannya tidak akan dilanjutkan kecuali dengan tiga hal, sedekah, pengetahuan bermanfaat, dan seorang anak salih berdoa untuknya." (HR Abu Dawud).

Allahualam bishawab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Sherly Agustina M.Ag. Kontributor NarasiPost.Com dan penulis literasi
Previous
Krisis Pangan Menghantui, Substitusi Jadi Solusi?
Next
Marak Bunuh Diri Akibat Mahalnya Biaya Pendidikan Tinggi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram