Haruskah Menikah dengan Sekufu?

Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat)." (HR. Ibnu Majah)


Oleh : Armina Ahza

NarasiPost.Com-Pernikahan adalah salah satu sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam. Sebagaimana yang beliau sabdakan,

"Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat)." (HR. Ibnu Majah)

Oleh karenanya, yang mengaku menjadi umat Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam, mereka berusaha menjalankan sunnah beliau dengan menikah dan tidak berencana untuk membujang.

Menikah adalah salah satu momen indah dan penting dalam hidup. Maka tidak jarang banyak hal yang mengatur tentang prosesi pernikahan, termasuk adat istiadat daerah. Selain itu, juga mengenai kriteria pasangan yang ditetapkan. Banyak sekali opini yang berkembang, bahwa menikah harus dengan sekufu. Sekufu artinya harus setara, baik mengenai kekayaan, nasab, pendidikan, paras, dan lain sebagainya.

Lalu, bagaimanakah dengan pandangan Islam? Haruskah menikah dengan sekufu? Dalam artian, lelaki kaya harus menikah dengan perempaun kaya, lelaki anak pejabat harus menikah dengan perempuan anak pejabat pula, lelaki berpendidikan harus dengan perempuan berpendidikan, sama-sama sarjana misalnya, lelaki berparas tampan harus menikah dengan wanita cantik, langsing semampai. Benarkah demikian? Bagaimana islam memandangnya?

Mengenai kafa’ah ( sekufu, sederajat dan setara), hal ini ternyata tidak ada di dalam Islam. Selagi keduanya adalah saling rida satu sama lain, tanpa harus memandang mengenai kesekufuan, maka keduanya boleh menikah. Hal ini sesuai pendapat Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nidzomul Ijtima’y Bab Pernikahan.

Lelaki berakidah islam boleh menikahi wanita muslimah mana pun. Dan wanita muslimah layak mendapatkan lelaki muslim mana saja. Berbagai perbedaan yang ada antara laki-laki dan perempuan mengenai harta kekayaan, keturunan, pendidikan, dan lain sebagainya tidak ada nilainya di dalam Islam. Menurut beliau, anak dari seorang tukang sampah layak menikah dengan anak pejabat (Khalifah). Kaum muslim yang lain layak untuk kaum muslimah lainnya.

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” ( QS. Al-Hujurat: 13)

Sedangkan beberapa hadits yang menerangkan soal kesekufuan merupakan hadits yang munkar, mawdhu’ (palsu), dan dhaif. Seperti, yang diriiwayatkan dari ‘Abdullah ibn Umar, Bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wassalam.

“Orang Arab adalah sekufu satu sama lain, sebagaian untuk sebagaian lainnya, satu kabilah untuk kabilah lainnya, satu lingkungan untuk lingkungan lainnya, seseorang untuk seseorang lainnya, kecuali tukang tenun dengan tukang bekam.”

Hadits ini terkategori dusta, dan menurut ‘Abd al-Bar bahwa hadits di atas adalah munkar mauwdhu’ (mungkar dan palsu). Sedangkan Ibn Abi Hatim pernah bertanya kepada ayanhnya, dan ayahnya menjawab “Hadis itu mungkar.

“Orang Arab itu sebagian sekufu (sederajat) dengan sebagian yang lainnya dan mawaliy sebagian sekufu (sederajat) dengan sebagian yang lainnya” (HR. Al-Bazzar).

Janganlah kalian menikahkan para wanita selain dengan orang-orang yang sekufu dengan mereka. Jangan pula kalian menikahkan mereka melainkan dengan tokoh-tokoh terkemuka.” (Al-Hadits)

Menurut Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani, kedua hadits di atas adalah dhaif (lemah).

Maka dari sini jelaslah bahwa tidak ada pembahasan mengenai sekufu di dalam Islam. Dail-dalil yang dijadikan sandaran mengenai kesekufuan ternyata tidak dapat dijadikan dalil sebab lemah dalam periwayatan dan bahkan ada yang palsu. Menjadikan kesekufuan merupakan salah satu syarat dalam sebuah pernikahan merupakan hal yang bertentangan dengan apa yang sudah disabdakan oleh Rasaulullah Shallallahu’alaihi wassalam:

“Tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas orang non-Arab, kecuali dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad)

Selain itu, kesekufuan juga bertentangan dengan firman Allah dalam surah Al-Hujurat ayat 13. Bahwa bagi Allah orang yang paling mulia adalah orang yang paling bertakwa.
Lalu bagaimana soal agama? Ringkasnya ternyata soal agama bukanlah pembahasan mengenai kesekufuan. Melainkan mengenai pernikahan antara muslim dan non muslim. Seperti wanita muslimah harus menikah dengan lelaki muslim dan lelaki muslim boleh menikahi ahlul kitab (tidak harus muslim).

Sudah sangat gamblang bahwa sayriat telah mengatur mengenai pernikahan, salah satunya tentang kesekufuan, bahwa tidak ada kesekufuan di dalam Islam. Itu artinya orang kaya boleh menikah dengan orang biasa. Anak pejabat boleh menikah dengan anak pedangang kaki lima. Lelaki berparas tampan boleh menikahi wanita biasa. Seorang professor boleh menikah dengan yang berpendidkan biasa. Orang Jawa boleh menikah dari suku mana saja. Dan orang Indonesia boleh menikah dengan orang Arab, Turki maupun dari belahan bumi lainnya. Selagi rida di antara keduanya, maka mereka boleh menikah. Bagi Allah, yang mulia divantara sesama manusia dialah yang bertakwa kepada-Nya.
Wallahu’alam bi shawab.[]


photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Lelah Dakwah Tetap Dakwah
Next
Peran Strategis Ibu Membentuk Generasi Berkesadaran Politik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram