"Karena rumah tangga yang sempurna bukanlah yang tanpa masalah, tapi yang mampu melewati segala persoalan bersama-sama karena masih ingin terus bersama hingga Janah."
Oleh. Dila Retta
(Kontributir NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Belakangan ini, isu perselingkuhan sedang hangat diperbincangkan. Beberapa rumah tangga public figure, hancur sebab kehadiran orang ketiga, akibat ulah pasangan yang seharusnya menjadi imam keluarga. Sebabnya beragam, mulai dari bosan, tidak lagi satu tujuan, hingga merasa tidak lagi mendapatkan kepuasan.
Media massa yang gempar memberitakan tanpa jeda, membuat anak muda gamang melangkah menaungi bahtera rumah tangga. Bahkan tidak sedikit pula pasangan yang sudah lama menikah, turut merasa khawatir, takut jika pasangannya diam-diam bermain gila di belakang mereka. Dan dari sinilah, mulai muncul berbagai asumsi publik yang mengelompokkan sebab-sebab terjadinya perselingkuhan. Salah satunya puber kedua, yang akan coba saya jabarkan.
Pubertas adalah istilah yang menjelaskan tentang masa-masa perkembangan tubuh dan mulai berfungsinya organ-organ reproduksi, atau dalam istilah Islam kita mengenalnya dengan sebutan balig. Lain halnya dengan masa pubertas yang dialami anak-anak di usia remaja, istilah ‘puber kedua’ ini sebenarnya tidak ada dalam medis. Karena puber kedua hanyalah istilah populer yang digunakan untuk menjelaskan tentang perubahan psikis maupun psikologis manusia saat mulai memasuki usia paruh baya.
Berbicara tentang puber kedua yang digadang-gadang dapat berpotensi menjadi perusak hubungan rumah tangga, sebenarnya masih perlu dikaji lebih dalam lagi dari beberapa perspektif mengenai benar atau tidaknya.
Perspektif Medis dan Psikologi
Hal pertama yang harus ditegaskan adalah tidak ada istilah puber kedua dalam medis maupun psikologi, yang ada hanyalah istilah “Midlife Crisis”. Midlife crisis adalah masa-masa krisis di usia paruh baya, di mana kita akan merasakan perubahan emosi secara signifikan karena berubahnya tingkatan hormon dalam tubuh.
Ciri atau gejala yang dialami setiap orang saat memasuki masa-masa midlife crisis ini pun berbeda-beda. Selain karena faktor internal yang disebabkan oleh perubahan hormon, hal ini juga terjadi karena dorongan faktor eksternal seperti kondisi lingkungan sekitar.
Seseorang yang sedang mengalami midlife crisis biasanya mengalami perubahan suasana hati, sering merasakan kebosanan, bingung akan arah tujuan hidup, mengalami penurunan atau peningkatan hasrat, dan sebagainya.
Namun jika dikaitkan dengan penjelasan masyarakat umum tentang definisi puber kedua yang disebutkan sebagai masa-masa ‘tebar pesona’ seseorang di usia paruh baya, maka dapat kita jumpai beberapa istilah seperti Inner Child, Shadow Work, dan sebagainya, yang berkaitan dengan traumatik di masa silam.
Menurut psikologi, orang-orang yang pernah mengalami trauma di masa lalu dan berhasil mendapatkan pencapaian di masa sekarang akan cenderung ‘balas dendam’ dengan masa lalunya. Mereka akan berusaha mewujudkan atau melakukan apa yang tidak bisa didapatkan di masa lampau untuk kepuasan hatinya.
Oleh sebab itu, saat seseorang akan melangkah menuju hubungan pernikahan, kesiapan mentalnya pun cukup ditekankan. Bukan hanya tentang kesiapan mental menghadapi berbagai macam konflik yang mungkin akan terjadi dalam rumah tangga, namun juga kesiapan metalnya apakah mereka sudah benar-benar bisa berdamai dengan masa lalu dan trauma yang pernah dialaminya. Karena bagaimanapun juga, hal-hal seperti ini akan memengaruhi hubungan dalam berumah tangga.
Perspektif Islam
Tidak hanya dalam ilmu medis dan psikologi, Islam juga tidak mengenal istilah puber kedua. Karena dalam syariat Islam, manusia akan ditempa melalui setiap tahap pendidikan agar dapat menjadi pribadi yang dewasa dan bijaksana dalam menjalani kehidupan. Semakin tua semakin bijaksana, semakin tinggi tingkat takwanya, semakin bagus kualitas ibadahnya. Dan hal tersebut memanglah hasil yang diharapkan dari pengajaran agama Islam. Karena ajaran Islam sendiri telah menegaskan bahwa kelak setiap perbuatan yang kita lakukan akan dimintai pertanggung jawaban, bahwa dunia ini bukanlah tempat abadi, bahwa kehidupan kita sesudah mati adalah hidup yang hakiki dan tidak bisa dimungkiri atau direstorasi.
Bahkan sebenarnya, Islam sendiri telah menasihati, memberikan sebuah peringatan kala seseorang telah memasuki usia 40 tahun, agar tidak lagi tertarik dan terlalu terikat dengan kehidupan dunia karena semakin dekat waktunya dengan ajal. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali bin Husain rahimahullah dalam Raudhatul Uqalaa, ia menyatakan “Apabila seorang hamba umurnya telah mencapai empat puluh tahun, maka ada penyeru yang menyeru dari atas langit, ‘Kepergian (kematian) sudah dekat, maka persiapkanlah bekal.’”
Jika Bukan karena Puber Kedua, Mengapa Perselingkungan Terjadi?
Ada banyak hal yang menjadi faktor penyebab, mengapa seseorang berselingkuh dari pasangannya. Menurut penelitian psikologi Extramarital Sex: A Review of Research Literature, sebab perselingkuhan banyak terjadi adalah karena mereka merasa tidak puas dan tidak terpenuhi ekspektasi yang dimilikinya terhadap pasangannya, baik itu berupa kepuasan fisik maupun batin.
Baik laki-laki maupun perempuan, keduanya berpotensi melakukan perselingkuhan, meski dengan sebab atau alasan yang berbeda. Seorang laki-laki biasanya melakukan perselingkuhan, cenderung karena didorong oleh faktor nafsu seksual. Sedangkan seorang perempuan, biasa melakukan perselingkuhan karena merasa diabaikan dan tidak mendapatkan kasih sayang yang diharapkan.
Meski isu perselingkuhan sendiri bukanlah hal yang baru-baru ini saja terjadi, tapi faktanya hingga kini hal tersebut masih belum bisa teratasi dan semakin mejadi-jadi. Dan dari sinilah mulai timbul berbagai macam pertanyaan, mengapa bisa? Padahal saat masa awal pernikahan, segalanya baik-baik saja. Mengapa bisa? Padahal saat masa awal pernikahan, dia adalah sosok pasangan yang sempurna dan memperlakukan kita dengan istimewa. Mengapa bisa? Padahal hingga sekarang, kita tetap menjalankan kewajiban tanpa tuntutan bermacam-macam.
Untuk menjawab semua pertanyaan yang muncul, beberapa dari mereka yang menjadi korban mungkin akan menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa menjadi sosok pasangan yang diharapkan, ada yang menyalahkan pasangan karena tidak bisa mensyukuri pasangan yang dimilikinya saat ini, dan tidak sedikit pula yang menyalahkan pihak ketiga karena melakukan berbagai macam rayuan kepada seseorang yang sudah jelas-jelas memiliki pasangan.
Kesempurnaan Islam tentang Pernikahan dan Aturan Berumah Tangga
Di zaman fitnah seperti sekarang, sudah sepatutnya sebagai seorang mukmin kita memperkuat keimanan dan menambah ilmu pengetahuan akan ajaran Islam. Karena bagaimanapun, Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna. Seluruh persoalan kehidupan telah dibahas dengan jelas, termasuk pula tentang kehidupan rumah tangga.
Islam memandang pernikahan sebagai sebuah ibadah, di mana tiada mungkin kita bisa beribadah dengan sempurna tanpa memiliki keteguhan iman dan bekal ilmu pengetahuan. Islam memandang pernikahan sebagai sebuah ibadah, tentang kerja sama suami-istri memenuhi setiap hak dan kewajibannya agar dapat mewujudkan keluarga sakinah dan mencetak generasi-generasi penerus yang taat agama. Islam memandang pernikahan sebagai sebuah ibadah, di mana seorang suami adalah imam yang harus mengarahkan dan mencukupi segala kebutuhan, dan seorang istri adalah makmum yang harus bisa menenangkan serta menjadi pengajar kebajikan.
Begitu sakralnya Islam memandang pernikahan sebagai ibadah, hingga menyatakan bahwa ucapan saat akad disaksikan oleh ribuan malaikat, ijab kabul menjadi sebuah perjanjian langsung seorang hamba dengan Rabb-nya. Begitu sakralnya Islam memandang pernikahan sebagai ibadah, hingga Allah membenci perkara perceraian yang menjadi keberhasilan misi terbesar setan.
Oleh sebab, sebagai satu-satunya agama yang sempurna, Islam juga telah memberikan aturan berumah tangga agar dapat mempertahankannya.
Beberapa aturan tersebut adalah:
- Menjadikan iman kepada Allah sebagai fondasi menjalani kehidupan berumah tangga
- Menempatkan ketaatan kepada Allah di atas segalanya
- Memahami hak dan kewajiban suami-istri sesuai syariat Islam
- Menjadikan kejujuran sebagai prinsip berumah tangga
- Saling berusaha menyenangkan pasangan
- Turut aktif berperan dan menghabiskan waktu bersama keluarga
- Saling terlibat dan bermusyawarah untuk mengambil keputusan, dll.
Menjalankan dan mempertahankan rumah tangga mungkin tidak mudah, karena akan terjadi banyak masalah tidak terduga. Tapi kita pasti bisa melakukannya jika hanya berharap rida Allah semata. Karena rumah tangga yang sempurna bukanlah yang tanpa masalah, tapi yang mampu melewati segala persoalan bersama-sama karena masih ingin terus bersama hingga Janah. Rumah tangga yang sempurna bukanlah yang selalu bahagia, tapi yang menjadikan ketaatan kepada Allah sebagai tujuan utamanya. Dan dalam Islam, rumah tangga adalah tentang ibadah bukan hanya tentang cinta.
Maka pandai-pandailah menjaga keharmonisan dengan saling mengingatkan untuk meningkatkan ketakwaan. Karena saat iman dan takwa telah tertancap dalam diri, tiadalah mungkin kita tergoda dengan hal-hal perusak rumah tangga di luar sana, sebab takut dengan pengawasan Allah Yang Maha Tahu Segalanya.[]
Selalu gantungkan bahtera Rumah Tangga hanya kepada Allah SWT.. karena sungguh, Dialah yang membolak-balikan hati sang suami maupun sang istri..