"Belajar tak harus duduk rapi pegang buku, kan? Bahkan ketika anak mampu melakukan pekerjaan rumah, ternyata bisa meningkatkan kepercayaan dan kapasitas dirinya. InsyaAllah generasi pandemi lebih mumpuni life skillnya."
Oleh : Hana Ummu Dzakiy
NarasiPost.Com-PPKM diperpanjang lagi, sekolah daring lagi. Orang tua lelah, anak pun bosan. Bahkan, mulai kecanduan games ataupun tontonan dari gadget. Mau jadi apa generasi kita ke depannya?
Mari kita berpikir dan merenung sejenak. Mencari hikmah di balik pandemi ini. Mungkin Allah ingin mereset kita. Allah ingin pendidikan anak benar-benar kembali lagi kepada orang tua. Sekolah hanya membantu. Peran besar tetap ada pada orang tua. Akan tetapi memindahkan sekolah ke rumah secara copy-paste tanpa edit, tentu berat. Yuk, kita bikin asyik dan seru belajar bersama anak. Sekaligus mengubah mindset tentang belajar dan prestasi.
Hari-hari ini anak lebih banyak di rumah bersama orang tua. Inilah kesempatan besar orang tua untuk meningkatkan bonding dan 'mewarnai' anak. Bagaimana cara mewarnai ananda? Sering mengajaknya mengobrol. Dari hal ringan: tentang dirinya, temannya, hobinya, juga cerita tentang super hero keluarga yakni sang ayah. Dari sinilah kemudian bisa menanamkan nilai-nilai dan prinsip agama kepada anak.
Ketika anak lebih banyak di rumah, inilah kesempatan besar untuk mengajarkan anak life skill. Kita perbantukan mereka dalam urusan domestik. List pekerjaan domestik yang dilakukan anak pun bisa lebih banyak dan durasinya juga lebih lama. Mendelegasikan tugas menyapu halaman, membuang sampah, menyiram tanaman, memberi makan hewan peliharaan, mencuci piring tiap selesai makan, menjaga adik.
Belajar tak harus duduk rapi pegang buku, kan? Bahkan ketika anak mampu melakukan pekerjaan rumah, ternyata bisa meningkatkan kepercayaan dan kapasitas dirinya. InsyaAllah generasi pandemi lebih mumpuni life skillnya.
Tak hanya lifeskill tapi juga survive skill. Kita ajarkan bagaimana tetap bertahan di era pandemi. Seperti makan apa adanya, pengeluaran uang hanya untuk yang penting saja, bahkan kalau anak menuju atau sudah balig, diajak mencari tambahan penghasilan. Seru pastinya.
Masalahnya, banyak keluhan ketika anak di rumah saja yang akhirnya anak lebih banyak main dengan anak tetangga dekat rumah. Sebenarnya ini bukan masalah besar hanya perlu dimanage dengan baik. Fitrahnya anak memang ingin dan suka main dengan teman sebayanya. Bosan juga kalau di rumah terus sebagaimana kita yang orang dewasa. Apalagi jika anak sudah semakin besar dan mandiri. Dorongan untuk berkumpul dengan teman sebaya semakin kuat. Terlebih untuk anak laki-laki. Mereka memang harus bergaul dan punya link pergaulan yang luas.
Pahamkan mereka tentang managemen waktu. Ada waktu belajar. Ada waktu bermain. Pagi sampai siang adalah waktu belajar daring. Siang sampai sore adalah istirahat. Sore waktunya bermain di sekitar rumah. Pastikan ananda beserta keluarga sedang dalam kondisi fit. Jika ada yang sakit, sebaiknya inisiatif untuk tetap di dalam rumah saja dulu.
Menerapkan gaya hidup sehat semakin menjadi tuntutan. Tak ada salahnya kita berikan ananda suplemen seperti madu, vitamin, banyak makan buah dan sayur. Apalagi generasi umat terbaik harus tumbuh dengan gizi yang baik. Agar kemampuan kognitif dan fisiknya tumbuh optimal.
Era pandemi juga untuk belajar semakin meningkatkan empati. Terlebih jika kita ingin menyiapkan anak menjadi pemimpin masa depan. Janganlah menjadi pemimpin yang ketika rakyat susah, pemimpin justru membuat kebijakan halu semisal pengecatan pesawat kepresidenan sebesar 2,1 miliar atau tebar pesona via baliho dengan biaya iklan yang fantastis.
Ayah adalah figur terbaik anak untuk belajar bagaimana menjadi pemimpin kelak. Ayah, ayo upgrade diri untuk menjadi role model pemimpin terbaik bagi anak. Mendidik anak sejatinya adalah mendidik kita sendiri. Jika ingin mengubah anak, kita harus berubah lebih dulu. Ayah bisa menjadikan Rasulullah sebagai teladan. Kepemimpinan Rasulullah sebagai kepala keluarga dan kepala negara, sudah tidak diragukan lagi.
Menyusun kurikulum keluarga adalah ide bagus agar ayah ibu semakin kompak dan jelas visinya dalam mendidik anak. Kurikulum keluarga ini tentu berbeda antara satu keluarga dengan yang lain. Untuk menyusunnya, bisa diawali dengan pembahasan "anak kita kelak disiapkan menjadi apa? Apakah menjadi ulama, ilmuwan, pebisnis, calon pemimpin, atau meneruskan usaha yang sudah dirintis orang tuanya?" Katakanlah ayahnya CEO suatu perusahaan, jika anak dipersiapkan untuk jadi penerusnya tentu dipersiapkan mendidik jiwa leadernya. Apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi leader, misal sering diajak ke kantor ayah, menyaksikan ayah bekerja dan mengarahkan timnya, ayah sering mengajak ngobrol tentang bagaimana membangun tim, dsb.
Jika ingin anak jadi pebisnis, bisa dimulai dengan mengajaknya belajar jualan, belajar melayani orang, membangun kepercayaan dan relasi, serta menjadi penyampai informasi yang baik. Dikenalkan profil pebisnis muslim yang sukses, baik di era Rasulullah dan para sahabat ataupun pebisnis zaman now. Tentu untuk mencapai target tersebut butuh belajar dan bimbingan. Dari kurikulum keluargalah semua itu mulai dicanangkan dan direalisasikan.
Sebagai bagian dari rakyat, kita hanya bisa berusaha di lingkaran kekuasaan kita seperti berusaha tetap optimis dan husnuzan bahwa kita tetap bisa menghasilkan generasi terbaik. Sama-sama saling menguatkan dan bersabar. Tapi jika kapasitasnya sebagai penguasa, tentu tak cukup hanya mengimbau 'sabar'. Harus ada kebijakan strategis dan aksi nyata untuk menanggulangi pandemi. Janganlah saat rakyat sedang menjerit, selevel penguasa hanya mampu berkata 'sabar'. Penguasa adalah pelindung dan pelayan umat. Sungguh di tengah rakyat yang berusaha tetap optimis di kondisi yang serba sulit ini, tetap urgen hadir sosok penguasa selevel Umar bin Khatthab. Kita juga butuh ada perubahan sistem negara ini menjadi sistem Islam kafah. Sehingga lebih memudahkan upaya kita untuk mendidik anak.
Semoga kita mampu melahirkan generasi umat terbaik sekaligus pemimpin terbaik. Seperti generasi sahabat yang dididik langsung oleh Rasulullah. Tentunya jika ingin hasil yang mendekati generasi didikan Rasulullah harus mencontoh metode pendidikannya. Yakni dengan menderaskan tsaqafah Islam, kurikulumnya berbasis akidah Islam. Sehingga terbentuk generasi yang bersyakhsiyah Islam. Pola pikirnya Islam, pola sikapnya juga Islam. Inilah kunci mendidik generasi yang akan tetap bisa unggul di kala pandemi.
Cita-cita kita sangat besar, melahirkan calon pemimpin masa depan generasi yang akan menjadi pengisi kejayaan peradaban Islam yang saat ini sedang kita perjuangkan. Sudah alamiahnya akan butuh pengorbanan dan dedikasi yang besar. Tetap semangat untuk para orang tua. The biggest aset in the world is your mindset. Yuk, ubah mindset kita. Bunga mawar bunga melati, meski pandemi tetaplah semangat mendidik buah hati.[]