"Mewujudkan anak-anak dambaan orang tua di era sekarang ini bukanlah hal yang mudah. Kehidupan masyarakat yang kian jauh dari Islam menjadi tantangan tersendiri dalam mendidik buah hati. Ketakwaan yang kita bentuk pada anak-anak kita, terganjal dengan maraknya islamofobia di kehidupan masyarakat."
Oleh. Adinda Khoirunnisa
(Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Bulan Syawal menjadi bulan istimewa. Bukan hanya karena kita bergembira merayakan Idulfitri, tetapi karena bulan Syawal juga dipilih oleh kebanyakan orang untuk merayakan pernikahan. Jadilah bulan syawal dikenal dengan istilah bulan musimnya nikah.
Kecenderungan seseorang untuk menikah adalah sebuah kebaikan. Sebuah jalan halal yang ditempuh ketika rasa cinta kepada lawan jenis datang. Namun yang jadi permasalahan, ketika dorongan menikah itu hadir hanya sekadar musim. Di mana ketika ada teman menikah, ia pun jadi latah ingin ikut menikah.
Pernikahan merupakan ibadah yang paling panjang, maka harus kita persiapkan secara matang. Kita harus mempunyai kesadaran dan pemahaman yang benar dalam memahami tujuan pernikahan agar bahtera rumah tangga bisa kita jalani dengan bahagia.
Dalam Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 21, Allah Swt. berfirman, "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
Ayat ini menjelaskan bahwa harapan dari dijadikannya kita berpasang-pasangan dalam bingkai rumah tangga adalah agar terwujudnya sakinah. Makna sakinah adalah tenteram. Tentunya agar rumah tangga senantiasa tenteram dibutuhkan ikhtiar untuk mewujudkannya. Sakinah akan tercipta ketika suami istri tersebut saling memahami hak dan menjalankan kewajibannya.
Seorang suami adalah kepala keluarga, selain memberikan nafkah untuk keluarga. Kewajiban yang utama bagi suami adalah membina keluarganya agar senantiasa menjaga keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Sedangkan Istri memiliki kewajiban untuk taat pada suaminya. Dalam sebuah hadis disampaikan bahwa Aisyah r.a bertanya kepada Rasulullah. "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang haknya begitu besar bagi seorang perempuan? Beliau menjawab, 'Suaminya.'" (HR. Hakim)
Kehadiran buah hati dalam rumah tangga merupakan idaman semua orang. Sebagai orang tua, tentunya mendambakan anak-anak yang menyejukkan hati dan kelak mampu menjadi pemimpin bagi orang-orang bertakwa. Sebagaimana yang termaktub di dalam QS. Al-Furqon ayat 74:
"Dan orang-orang yang berkata, Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Mewujudkan anak-anak dambaan orang tua di era sekarang ini bukanlah hal yang mudah. Kehidupan masyarakat yang kian jauh dari Islam menjadi tantangan tersendiri dalam mendidik buah hati. Ketakwaan yang kita bentuk pada anak-anak kita, terganjal dengan maraknya islamofobia di kehidupan masyarakat. Segala yang berbau Islam menjadi ditakuti. Padahal Islam adalah jalan hidup yang akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. Siapa pun tentu tidak selayaknya takut dan benci terhadap ajaran Islam. Sebab, Islam adalah agama muliayang bersumber dari Zat Yang Mahamulia, Allah Swt., pencipta manusia. Islam membimbing manusia dengan ajarannya yang mulia. Contoh ajaran tentang kewajiban menutup aurat bagi muslimah, jelas bertujuan untuk memuliakan mereka, bukan merendahkannya.
Belum lagi gempuran arus liberalisasi dan sekularisasi juga membanjiri negeri-negeri kaum muslim bak bah air bandang ketika musim penghujan, tak bisa dibendung. Sebab, negara sebagai institusi tidak melaksanakan tugasnya dalam menjaga moral dan akidah generasi Islam. Tentu hal ini memperparah islamofobia di tengah-tengah kaum muslim sendiri, apalagi generasi. Yang dihadirkan justru idola-idola palsu yang tak patut untuk ditiru dan digugu.
Dalam masyarakat sendiri, sudah terbiasa melihat kemungkaran. Malah ketika anak-anak tidak melakukan kemaksiatan seperti pacaran dan membuka aurat, justru di anggap aneh.
Dari sini bisa dibayangkan jika ketaatan anak-anak kita menjalankan hukum-hukum Islam justru dinilai buruk oleh masyarakat,. Hal ini tentu akan menggoyahkannya. Sehingga akan sulit mencetak anak-anak yang semangat menjalankan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya.
Makin banyaknya penganut islamofobia adalah hasil dari diterapkannya sistem sekularisme-demokrasi yang penuh dengan kebebasan. Di negara demokrasi yang kita anut saat ini, propaganda islamofobia akan terus disebarkan ke seantero negeri. Masyarakat yang mengagungkan kebebasan tentu risi jika kehidupannya diatur dengan seperangkat aturan. Masyarakat yang memperturutkan hawa nafsu tentunya gerah jika diminta untuk taat. Sehingga pemisahan urusan agama dengan kehidupan akan dipuji dan diperjuangkan sementara Islam yang merupakan sistem kehidupan akan dicitraburukkan.
Alhasil, meninggalkan sistem sekularisme-demokrasi adalah permasalahan yang sangat penting, untuk kemudian menggantinya dengan menerapkan kembali sistem Islam dalam segala aspek kehidupan. Penerapan sistem Islam secara sempurna akan melahirkan kehidupan masyarakat yang baik, mampu menundukkan hawa nafsu dan taat pada syariat. Dengan begitu harapan kita mencetak anak-anak yang menyejukkan hati akan bisa terwujud.
Wallahu'alam bi showab.[]
Photo : pinterest