"Memiliki anak, amanah yang luar biasa berat. Karena tanggung jawabnya bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Di dunia, bagaimana mempersiapkan anak agar 'kuat' menghadapi kehidupan yang saat ini begitu 'keras' dan banyak fitnah. Di akhirat, berharap anak menjadi investasi akhirat ayah bunda."
Oleh. Sherly Agustina, M.Ag
(Penulis)
NarasiPost.Com-Dari Ma'baddari Al-Hasan Al-Bashri, dia berkata: "(Menuntut) ilmu di waktu kecil seperti memahat di batu". Ada yang pernah dengar ungkapan ini? Maksud dari pepatah ini yaitu, bahwa masa kecil itu adalah masa di mana informasi akan direkam ke dalam otak dengan sangat mendalam, seolah-olah kita mengukirnya di atas batu (www.rumahfaqih.com).
Pernah mendengar ungkapan di atas dari salah satu ulama, hingga dinyanyikan. Ternyata ungkapan itu memiliki makna yang mendalam. Bagi para ayah bunda, tentu penting mendidik dan mempersiapkan anak sejak dini mengenal dan menimba ilmu. Ya, dunia belajar dan ilmu harus dikenalkan sejak dini karena anak lahir ke dunia ibarat kertas putih. Para ayah dan bundanya yang memiliki tanggung jawab mengisi kertas putih itu dengan apa. Sebagai muslim, tentu mengisinya dengan yang baik dan positif sesuai syariat.
Anak Amanah, Didik dengan Positive Habit
Memiliki anak, amanah yang luar biasa berat. Karena tanggung jawabnya bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Di dunia, bagaimana mempersiapkan anak agar 'kuat' menghadapi kehidupan yang saat ini begitu 'keras' dan banyak fitnah. Di akhirat, berharap anak menjadi investasi akhirat ayah bunda.
Maka, dalam mendidik anak diperlukan ilmu dan berbagai trial dan error serta 'tarik ulur' dalam prosesnya. Sekadar belajar parenting saja tidak cukup, butuh pengamalan ilmu agar teruji apakah berhasil atau tidak selama berproses. Tidak mudah, bukan berarti tidak bisa. Apalagi menghadapi karakter anak yang berbeda, cara belajarnya pun berbeda.
Anak pertama saya ekstrover, sementara anak yang kedua introver. Treatment dalam mendidik tentu berbeda, agar proses bisa dilewati dengan enjoy dan hasilnya bisa diraih dengan optimal. Dari kecil, anak diberikan habit yang baik dan positif, seperti bangun dan mandi pagi, membersihkan dan merapikan kamar dan tempat tidur.
Bagi anak perempuan, membantu beberapa pekerjaan rumah yang sekiranya bisa dilakukan oleh anak-anak. Bisa dilibatkan untuk menyapu dan mengepel, mengasuh adik jika bundanya sedang repot memasak atau mengerjakan pekerjaan yang lain, dan semisalnya. Dalam belajar, membiasakan setelah salat magrib, mengaji, menghafal atau murajaah yang sudah pernah dihafal, sedangkan orang tua membersamai ananda ketika belajar. Apalagi jika sedang ujian sekolah, penting bagi ayah bunda menemaninya.
Ayah bunda memiliki peran membantu kesulitannya dalam belajar. Memotivasi jika temannya bisa mengerjakan, anak kita insyaallah bisa, maka harus belajar dengan tekun. Mendoakan agar bisa mengerjakan soal-soal dengan baik. Memberikan reward jika nanti nilainya bagus dan memuaskan, ini salah satu yang membuat anak senang dan semangat.
Jangan lupa untuk menjadi sahabat anak dalam bercerita, jika mungkin ada kelu kesah selama belajar di sekolah, ada masalah dengan teman atau gurunya. Bisa jadi juga, ada kelu kesah terhadap ayah bundanya. Agar saling mendengar dan memahami di antara anak dan ayah bundanya. Ingat, ayah bunda pun selama mendidik banyak sekali trial and error, mungkin ada salah yang terselip tak sengaja.
Urgensi Pendidikan Sejak Dini
Sering memberikan informasi dan pemahaman, dulu para ulama di usia dini ada yang sudah hafal Al-Qur'an. Misalnya Imam Syafi'i, menyelesaikan hafalan Al-Qur'an pada usia tujuh tahun dan menyelesaikan hafalan kitab Al-Muwattha' pada usia 10 tahun. Ketika berada di Makkah, beliau berguru kepada Sufian bin 'Uyainah, salah seorang ahli hadis di Makkah.
Memang zaman dulu dan sekarang berbeda, lingkungan dan pergaulan saat ini tak seperti dulu. Selain itu, cukup sulit mendatangkan ahli hadis dan ilmu, karena terkadang para ahli hadis dan tsaqafah Islam lainnya sangat jauh dari tempat tinggal. Beruntung jika ada yang dekat dengan para ahli ilmu, sehingga kita bisa mendatangi mereka atau mereka didatangkan ke rumah.
Di usia dini kita mengenal, 'The Golden Age', bahwa usia 0-5 tahun adalah masa yang sangat penting bagi ayah bunda dalam membersamai pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini saya rasakan ketika anak kedua sekolah TK di usia 4 tahun lebih. Mulai saya kenalkan dunia sekolah, karena sifat anak kedua ini introver butuh adaptasi yang agak lama dibanding anak saya yang pertama.
Saya kenalkan juga mengaji qira'ati sore hari, agar _habit_baik ini membekas. Dalam bermain, saya mengatur hanya sewaktu-waktu saja. Hiburan menonton seperlunya saja, walau butuh proses karena anak-anak suka melihat kartun. Namun saya tegaskan, jika sedang belajar dan mengaji harus fokus. Alhamdulillah, di usia menjelang 5 tahun, anak saya bisa mengejar temannya yang lain dalam mengaji.
Saya dan gurunya kaget melihat perkembangannya, cukup melesat. Di sekolah belajar qira'ati, sore ikut TPQ dan malam saya bantu mengulang-ulang. Saya pakai cara tarik dan ulur selama membersamai anak. Jika anak-anak terlihat jenuh dan bosan, saya ulur ibarat layangan. Membiarkan main dan menonton sejenak. Setelah itu, saya tarik kembali agar tetap fokus belajar kembali. Sebagai orang tua, kita yang membuat pola pada anak-anak.
Dalam mendidik anak dibutuhkan target, hal ini perlu disampaikan pada anak-anak. Agar anak semangat meraih target, maka harus konsisten dalam belajar. Misalnya, saya punya target anak saya selesai qira'ati jilid 1, maka saya dan anak berkerja sama bagaimana caranya agar target itu bisa diraih. Tentu mencoba memberi reward jika anak bisa mencapai targetnya dengan baik.
Sering latihan di rumah cukup membantu anak dalam belajar dan meraih target. Anak saya pernah mengatakan, "Bun, Aa belum latihan untuk ngaji nanti sore." Karena saya membiasakan pada anak, sering latihan dan ternyata ini membekas. Kemarin ketika satu halaman lagi selesai di jilid 1, anak saya pesimis untuk bisa menyelesaikannya. Saya motivasi, "Jangan bilang tidak bisa, karena nanti tidak bisa. Katakan, Aa bisa insyaallah bisa".
Begitu saya coba lagi berulang-ulang, Alhamdulillah dia lancar membacanya. Lalu, dia berkata pada saya, "Aa inget kata-kata bunda tadi, kalau Aa bilang bisa insyaallah bisa." Maasyaallah. Kata-kata dan habit itu direkam dengan baik oleh anak kita. Maka, sebisa mungkin biasakan habit yang baik dan positif pada anak-anak.
Pendidikan usia dini penting, apalagi di akhir zaman serba fitnah. Di mana teknologi semakin berkembang, anak butuh disiapkan fondasi yang kuat. Utamanya orang tua di rumah mendidik, selebihnya orang tua bisa bekerja sama dengan lembaga pendidikan formal ataupun nonformal. Generasi yang kita persiapkan, bukan generasi rebahan, santai, get it flow dan biasa. Generasi yang disiapkan adalah generasi tak biasa, antimainstream, calon pejuang dan penakluk.
Di sistem pendidikan saat ini, tak mengajarkan bahwa anak perempuan ke depannya memiliki kewajiban sebagai ummun wa rabbatul bait. Begitupun dengan anak laki-laki, tak diajarkan out put pendidikannya menjadi imam dalam lingkungan keluarga. Hal ini membuat beban orang tua di rumah bertambah, karena pembentukan karakter harus diupayakan di rumah sejak dini.
Butuh pengorbanan dan perjuangan ekstra bagi para orang tua, karena generasi yang dipersiapkan untuk menaklukkan Roma. Dalam mendidik anak seperti kejar-kejaran dengan waktu, karena waktu yang ada seakan sempit. Orang tua dalam mendidik, bagaikan mempersiapkan anak untuk maju di medan perang. Maka, orang tua mempersiapkan senjata, booster dan amunisi yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan.
Sebagai orang tua harus rela, waktu banyak tersita untuk keberhasilan sang anak. Karena untuk mencapai kesuksesan memang dibutuhkan tenaga, pikiran, waktu, dan semuanya yang serba ekstra. Selangkah lebih maju dari yang lain, bukan untuk bersaing tapi mempersiapkan anak-anak ketika suatu saat ayah bunda tidak bisa membersamai mereka di dunia. Selain itu, mempersiapkan mereka sebagai generasi pejuang dan penakluk.
Rasulullah saw. sang suri teladan bersabda, "Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik." (HR. Al-Hakim)
Allahu A'lam Bishshawab.[]