"Ayah kita mungkin tak sehebat Luqman, namun yakinlah ia yang terbaik dari-Nya. Allah tak mungkin salah dalam memberikan ketetapan-Nya. Seperti apa pun ayah, ia adalah orang yang berjasa dalam hidup kita."
Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Di saat kamu sedang bahagia, kemudian teringat seseorang. Itu tandanya kamu mencintai orang tersebut. Namun, bila kamu sedang sedih dan mengingat seseorang, maka berarti orang tersebut mencintai kamu.
Aku tercenung membaca tulisan itu. Entah siapa yang menulisnya. Aku menemukannya di beranda medsos. Tak ada nama penulisnya. Salah satu teman membagikannya dari teman yang lain.
Meski kebenaran makna tulisan tersebut sangat mungkin untuk diragukan, namun tak urung membuatku berpikir. Tiba-tiba saja, kesedihan menyapa hati. Ada nelangsa yang menyelinap di sukma. Kilasan momen kehidupan terputar kembali dalam memoriku. Kuingat-ingat saat kesedihan dan kebahagiaan yang datang silih berganti dalam hidup. Orang-orang yang hadir dalam perjalanan hidupku dan siapa saja yang paling melekat di ingatan.
Satu nama yang langsung datang menghampiri adalah dia. Seseorang yang telah berpuluh tahun lalu meninggalkan aku. Kepergiannya yang tiba-tiba kala itu menjadi duka yang teramat dalam. Kehilangannya menorehkan luka yang membuat aku makin larut dalam diam kesendirian.
Mungkin kehilangannya adalah kehilangan terbesar dalam hidupku hingga saat ini. Namun, kepergiannya juga membuat aku belajar tentang arti kehidupan dan memiliki. Tak ada yang abadi di dunia ini. Semua manusia pasti mati. Ada yang datang, ada yang pergi. Kapan, di mana, dan bagaimana hal itu terjadi adalah misteri Ilahi. Tak seorang pun manusia mengetahui. Kita harus siap dan ikhlas menjalani.
Ketika hati ini terluka dan hancur, dialah orang yang paling kuingat. Orang yang menjadi sandaran dan pelindungku. Sungguh, dialah orang terbaik yang pernah hadir dalam hidupku. Kutata kembali deretan kenangan manis bersamanya. Meresapi indahnya masa-masa dulu. Dan, hatiku pun lega. Perihnya luka perlahan mereda. Dalam nama Rabbku, terpanjat doa untuknya. Semoga ketenangan selalu menyertainya.
Dia adalah ayahku. Lelaki terbaik bagiku, putrinya. Mungkin banyak yang lebih baik darinya, namun yang menyayangi dengan tulus hanyalah dirinya. Ayah bukanlah orang yang kaya harta dan mampu membelikan apa saja yang diinginkan, namun dari kedua tangannya rezeki yang halal menghidupi keluarga. Ayah juga tak begitu pandai dalam ilmu agama, namun dialah guru yang mengajari aku tentang salat dan membaca kitab-Nya.
Kala itu, di tahun1990-an memang belum banyak yang memahami syariat Islam dengan baik. Seingatku belum ada ustaz yang mengajarkan kepada umat tentang syariat Islam kaffah. Kebanyakan muslim hanya mengenal Islam sebatas syahadat, salat, puasa, zakat, haji, dan seputar itu.
Begitu pula dengan ayah, ia hanya mengetahui Islam sebagaimana masyarakat umum lainnya. Pengetahuannya tentang agama tak terlalu mendalam. Ia tak tahu bahwa ada syariat tentang wajibnya memakai jilbab bagi perempuan yang telah balig. Karena itulah, hingga akhir hayatnya ia tak pernah mengajari tentang kewajiban menutup aurat sesuai syariat. Semoga Allah mengampuni atas ketidaktahuannya tersebut.
Aku yakin pasti ia akan senang sekali melihat jilbab yang kini menjadi pakaian keseharianku. Masih kuingat betapa senangnya ia kala aku memakai baju muslimah di saat ada acara keagamaan di sekolah. “Cantik,” katanya. Ayah mana yang tak bangga bila putrinya memakai pakaian takwa. Yah, walaupun baju muslimah kala itu masih belum memenuhi standar syarak. Rasa gembira mengenakannya atau melihatnya menjadi penanda bahwa jauh di lubuk hati manusia terdapat fitrah untuk dekat dengan Rabbnya.
Meskipun hanya sedikit pengetahuan agama yang ayah miliki, namun untuk urusan salat ia tak pernah terlewat. Puasa dan zakat juga selalu ia tunaikan. Berbuat baik, bekerja giat, tekun, jujur, disiplin, sungguh-sungguh, dan menghormati orang lain juga menjadi akhlak sehari-hari.
Ia selalu mengingatkan untuk menjaga salat lima waktu, kalau bisa yang sunah juga. Bagaimana pun kondisinya, jangan pernah meninggalkan salat. Tersebab salatlah yang akan menolong kita di dunia dan akhirat. Ia meyakininya begitu pasti hingga detik-detik kepergiannya. Ayah tetap menjalankan salat meskipun sakit sangat melemahkan fisik dan membatasi geraknya.
Aku jadi teringat akan kisah Luqman yang merupakan sosok ayah luar biasa. Allah meninggikan dirinya dengan ilmu-Nya. Atas izin Allah, Luqman mampu memberikan keteladanan dalam mendidik anak. Pengajaran dan nasihat-nasihat yang amat berharga bagi anak-anaknya sangat patut dicontoh oleh ayah-ayah di masa apa pun dan di mana pun berada. Luqman bukan mengajarkan tentang materi, namun tentang tauhid yang menjadi inti diri manusia sebagai hamba. Pendidikan tauhid bagi anak agar hanya menyembah kepada Allah semata, sebagaimana yang tercatat dalam surah Luqman ayat 13: “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.””
Dalam surah Luqman ayat 12 sampai 19 terdapat banyak sekali pengajaran kepada anak-anak. Pelajaran tersebut di antaranya:
- Bersyukur
- Tauhid
- Berbakti kepada orang tua
- Berbuat baik kepada orang tua
- Balasan setiap amalan
- Mendirikan salat, berdakwah, dan sabar
- Tidak boleh sombong
- Sederhana dan adab berbicara
Pengajaran ini bisa ditanamkan pada anak-anak sejak kecil. Pendidikan yang benar sejak usia dini sangatlah penting agar anak tumbuh dengan dasar yang kuat. Penanaman akidah yang benar dan menancap akan membentuk karakter anak sesuai nilai-nilai Islam. Kelak, ketika dewasa mereka tahu pasti di mana harus berpijak.
Kisah Luqman yang diabadikan dalam Al-Quran hendaknya menjadi pembelajaran bagi kita semua. Allah telah mengajarkan manusia bagaimana menjadi sosok ayah yang baik menurut Islam melalui Luqman. Maka, sudah sepatutnya bila kita menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ayah kita mungkin tak sehebat Luqman, namun yakinlah ia yang terbaik dari-Nya. Allah tak mungkin salah dalam memberikan ketetapan-Nya. Seperti apa pun ayah, ia adalah orang yang berjasa dalam hidup kita.
Meskipun banyak kekurangan yang dimilikinya, bahkan mungkin luka yang diberikan olehnya, namun tetaplah ayah adalah orang tua. Keberadaannya mampu menjadikan diri kita bisa seperti sekarang ini. Bagaimana pun bentuk cinta dan perhatian ayah, patutlah kita syukuri.
Setiap ayah pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Ia yang selalu mendoakan kebahagiaan dan keselamatan untuk buah hatinya. Dimulai dari awal kehadiran kita di dunia, ia telah membekali kita dengan yang terbaik. Melalui azan yang ia kumandangkan di pendengaran kita saat baru lahir, ia berharap kita menjadi manusia bertakwa kepada Allah Swt..
Peluh dan air matanya yang tertumpah dalam menjalankan amanahnya tak mungkin dihapus begitu saja. Kelelahan dan segala perjuangannya membesarkan kita tak terbayar dengan apa pun. Segala pengorbanannya yang mungkin baru kita sadari di kemudian hari ketika kita menjadi orang tua sepertinya.
Ayah, dialah yang tebaik. Selamanya tak akan terganti. Dedikasinya untuk keluarga jangan ditanya. Seluruh dunia bisa ia hadapi demi kita, anaknya. Ia menjaga dan melindungi seluruh keluarga dengan segenap jiwa dan raganya.
Betapa besar tanggung jawabnya dalam menuntun seluruh keluarga di jalan yang Allah perintahkan. Keselamatan di dunia dan akhirat bagi keluarga merupakan hal yang harus ia upayakan. Bersama-sama hingga ke surga-Nya menjadi sebuah cita-cita yang ia perjuangkan.
Untuk semua ayah di mana pun berada, semoga bahagia selalu menghiasi. Untuk ayah yang tengah berjuang untuk keluarga, semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan dan keberkahan dalam upayanya. Untuk ayah yang tiada henti memperbaiki diri sembari membimbing seluruh keluarga, semoga Allah selalu menunjukkan ke jalan yang lurus hingga nanti sampai di surga-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawwab[]