"Islam memandang ibu sambung dalam nasab yang sah, berlaku sebagai mahram bagi anak-anaknya, termasuk anak suami. Ia haram dinikahi sampai kapan pun oleh anak sambungnya. Kedudukannya mulia di hadapan syariat".
Oleh: Sifa Isnaeni
NarasiPost.Com-Rezeki, maut, termasuk jodoh merupakan perkara yang sudah ditentukan. Pernikahan antara dua orang insan, Allah yang berkuasa menetapkan. Sudah tertulis di lauhul mahfudz sebelum kita dilahirkan, siapa jodoh yang dipilihkan Allah.
Mungkin sebelumnya kita tidak pernah berpikir akan berjodoh dengan laki-laki yang sekarang menjadi suami kita, termasuk ketika kita berjodoh dengan laki-laki yang pernah menikah sebelumnya, bahkan sudah menjadi seorang ayah. Otomatis, selesai akad nikah, kita akan langsung menjadi istri sekaligus ibu.
Perjalanan menjadi ibu tiri atau lebih halusnya dipanggil ibu sambung tidaklah mudah. Pandangan buruk atau cap ibu tiri yang jahat sudah terlanjur melekat, tervisualisasi dalam banyak cerita kejamnya ibu tiri. Sebaik apa pun, akan selalu ada cacatnya, apalagi yang sudah dari awal memandang buruk. Pandangan ibu tiri itu materialistis, atau hanya sayang pada ayahnya, menjadi kesan yang umum disematkan.Tidak semua beranggapan begitu, tapi mungkin ada. Begitulah ide kapitalisme meresap di semua lini kehidupan.
Bahagia Dengan Ketetapan Allah
Hidup bahagia selalu menjadi harapan setiap manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Pun, ketika Allah menakdirkan kita menjadi ibu sambung, bahagia menjalani perannya, berupaya terbaik melaksanakan kewajiban menjadi istri sekaligus ibu dari anak-anak dari suami.
Bahagia dapat diperoleh dengan dorongan iman. Iman meniscayakan kita rida dengan ketetapan jodoh berikut "bonusnya". Bukankan Allah akan selalu menguji hambanya pada perkara iman? Tugas kita sebagai manusia adalah membuktikan keimanan dengan selalu bersandar pada syariat-Nya.
Tidak mudah menjaga agar diri selalu berada pada iman yang tinggi, kendati iman kadang naik kadang turun. Ketika kita dihadapkan pada tanggung jawab sebagai ibu sambung, ujian itu pasti ada. Anak yang belum menerima kita sepenuhnya, dan penyesuaian dengan pola asuh sebelumnya juga tidak mudah. Perasaan pun akan diuji. Ilmu diperlukan untuk menjawab ujian demi ujian. Dengan terus belajar, kita akan mendapatkan hikmah dalam setiap kejadian. Kita berharap rahmat Allah turun, membantu pengasuhan kita.
Islam memandang ibu sambung dalam nasab yang sah, berlaku sebagai mahram bagi anak-anaknya, termasuk anak suami. Ia haram dinikahi sampai kapan pun oleh anak sambungnya. Kedudukannya mulia di hadapan syariat.
Mengharapkan suami atau anak bersikap seperti yang kita inginkan mungkin sulit. Tapi, agar selalu bahagia, fokus saja melaksanakan kewajiban.
Di antara kewajiban ibu sambung terhadap anak sambung yaitu mencintai anak sambung selayaknya mencintai suaminya, menyiapkan kebutuhan fisik makanan, minuman dan sandang yang sudah diamanahkan suami, memberikan pendidikan dan pengasuhan sesuai syariat, memberi teladan dalam amal saleh, dan selalu memiliki emosi yang positif dalam keseharian. Lakukan semua dengan penuh kesadaran, niatkan hanya karena Allah ta'ala.
Emosi yang positif memiliki banyak keuntungan buat diri kita, menjaga agar amal kita selalu ikhlas, agar diterima di sisi Allah. Selain itu, dengan emosi yang positif anak jadi mudah diarahkan. Sikap keras dan mudah marah tidak dianjurkan oleh syariat, baik terhadap anak sambung atau siapa pun. Karena tidak ada surga bagi orang yang marah, meskipun emosi seringkali diuji, apalagi ketika anak berbuat buruk atau mengecewakan.
Ada tips yang bisa dilakukan, di antaranya yaitu:
Pertama, tetap bersikap lembut dalam mengingatkan.
Kedua, memaafkan sikapnya, bila perlu menyebutkan siapa nama anak dan kesalahannya, misalnya, "Saya memaafkan anak saya Lila, ya, Allah, dia bersikap kasar pada saya."
Ketiga, mendoakan dengan doa yang terbaik, misalnya, "Berikan kelembutan pada Lila anak saya, ya, Allah."
Keempat, bertawakal kepada Allah, berharap Allah yang menyentuh fitrah kebaikan pada diri anak.
Tips tersebut sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal". (QS. Ali Imron: 159).
Khatimah
Semoga Allah selalu merahmati, memberi kelembutan hati, dan memberi rasa bahagia dalam setiap perjalanan menjadi ibu. Semoga Allah meridai amal kita.
Tips, berasal dari pengalaman pribadi penulis[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]
Salah kah bund kalo ibu sambung sedikit cuek dengan urusan kedisiplinan karna Nenek anak sambung punya cara sendiri dalam mengurus cucuknya.
Wallahualam