"Asiyah sejatinya telah mencontohkan kepada kita, ketika menghadapi ujian dalam bahtera rumah tangga. Keteladanan sikap seorang istri salihah yang patut kita contoh dalam berkhidmat pada suami, sepatutnya kita tidak membantah atau mendurhakai suami selama ia tidak meminta kita melaksanakan hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt."
Oleh. Ahsani Annjama
(Penulis dan Pemerhati Generasi)
NarasiPost.Com-Di antara sesuatu yang tidak disukai di dunia adalah tidak adanya kesesuaian antara suami dan istri. Keributan suami istri termasuk sesuatu yang tidak disukai. Tabiat dasar pernikahan itu sejatinya adalah keadaan rasa tenteram kepada pasangan. Tempat berbagi cinta dan kasih sayang untuk hidup dengan baik. Adalah wajar jika dalam setiap biduk rumah tangga terdapat iklim buruk yang membuat pernikahan "tak seindah dulu". Dahulu, ketika masa-masa pengantin baru dan melakukan honeymoon terasa begitu indah, bak taman yang dipenuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran, cinta keduanya tumbuh. Kini mengapa seakan terasa hambar? Tidak jarang, disertai perubahan sikap kedua pasangan bercampur dengan kekasaran, bukannya cinta atau kasih sayang.
Seketika dunia berubah, terasa gelap, kelam, menyedihkan. Semuanya tidak dapat dirasionalkan begitu saja, kadang perlu waktu untuk memahami suasana jiwa, logika berpikir, perubahan-perubahan psikologis maupun fisiologis pasangan. Jika ekspektasi tak sesuai dengan harapan, terkadang hari-hari terasa lebih banyak dibanjiri oleh tangisan dan kekecewaan. Mendekati musibah jika hal yang tidak disukai itu telah melebihi batasnya. Seperti sampainya pada sikap nusyuz, atau kata-kata lancang istri terhadap suaminya. Dalam kasus ini, kesabaran suami atas istri dan kesabaran istri atas suami terhadap hal yang tidak disukainya akan mendapat ganjaran pahala yang besar.
Kesabaran seorang istri terhadap urusan pernikahannya ini adalah mutlak. Juga ketaatan seorang istri kepada suaminya sejauh tidak melanggar hukum syarak, maka tugas istri adalah wajib taat kepada suaminya tanpa memandang apakah ada timbal balik atau tidak dari sang suami. Rasulullah saw. bersabda: "Jika seorang perempuan menjalankan salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, maka dikatakan kepadanya; masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu suka (HR. Ahmad dan Ath-Thabarani)
Dari sinilah mengapa kesuksesan pernikahan itu banyak bergantung pada wanita daripada laki-laki. Karena bergantung sejauh mana penerimaan wanita tersebut untuk menaati laki-laki yang menjadi suaminya dan mau tunduk terhadap kepemimpinannya. Saat ini, banyak wanita (para istri) justru bermudah-mudahan mengucapkan kata perpisahan dan meninggalkan rumah suaminya hanya karena permasalahan kecil dan sepele. Sesungguhnya, tidak ada wanita baik yang tak mengharapkan laki-laki saleh untuk menjadi pasangan hidupnya. Walau hasilnya tidak semua wanita salihah jatuh di tangan laki-laki yang saleh.
Dahulu, ada kisah seorang wanita salihah yang bernama Asiyah binti Muzahim yang Allah pasangkan dengan laki-laki yang namanya diabadikan dalam Al Quran sebagai manusia yang sungguh keji lagi sombong, Firaun. Siapa yang menyangka, di samping sosok Firaun yang penuh kedurhakaan kepada Allah, ada seorang istri yang amat mulia di mata Allah. Asiyah selalu memohon pertolongan Allah terhadap kekejian dan kesesatan suaminya.
Asiyah tak hanya menjumpai kedurhakaan suaminya kepada Allah Swt., ia juga mendapati perlakuan zalim dari suaminya. Siksaan demi siksaan dilalui dengan kesabaran dan keikhlasan. Siksaan itu kian meningkat ketika Firaun (suaminya) mengetahui bahwa istrinya mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa as. Firaun marah bukan main karena istrinya menyembah Tuhan selain dirinya. Pernahkah kita terbayang, bagaimana sikap kita jika berada di posisi Asiyah? Apakah kita akan tetap bertahan dan berkhidmat kepada suami kita atau justru meninggalkannya?
Asiyah sejatinya telah mencontohkan kepada kita, ketika menghadapi ujian dalam bahtera rumah tangga. Keteladanan sikap seorang istri salihah yang patut kita contoh dalam berkhidmat pada suami, sepatutnya kita tidak membantah atau mendurhakai suami selama ia tidak meminta kita melaksanakan hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt. Tentu tak mudah untuk bersabar dalam kondisi yang demikian beratnya.
Dalam menjalani kehidupan ini, terkadang kita akan dihadapkan pada ujian di mana orang yang begitu kita cintai justru enggan untuk sepenuhnya taat pada perintah Allah. Maka menjadi tugas kita sebagai satu-satunya orang yang berada di sisinya untuk bersabar menghadapi mereka. Dari Asiyah kita belajar keteguhan hati yang kuat untuk selalu beriman kepada Allah, menjadikannya meraih kemuliaan dari Allah. Walaupun Firaun sering menyiksanya, ia tetap tidak gentar dan tetap berpegang teguh pada keimanannya. Ia meyakini bahwa sabar itu tidak ada batasnya, dan orang-orang yang bersabar itu dicintai oleh Allah.
Kisah ini pun menjadi contoh bagi wanita mukmin wabilkhusus, bahwa ketataan pada Allah harus utama dan menjadi pilihan kita dalam kondisi apa pun itu. Kesabaran Asiyah istri Firaun ini sangat jelas tergambar dalam menyikapi suami, juga menggambarkan bahwa suami merupakan cobaan bagi istrinya. Begitu juga sebaliknya, istri juga merupakan cobaan bagi suaminya. Tetaplah berada di jalan Allah meskipun masalah rumah tangga hadir menyapa. Sungguh, Allah mencintai dan memuliakan orang-orang yang bersabar. Semoga Allah memberikan kesabaran kepada para istri, hingga Allah beri penghargaan pada kita saat masuk surga dan disambut oleh para malaikat “Salamun ‘alaikum bima shabartum”. (Ar-Ra’du: 24)[]