Batasan Memukul dalam Mendidik Anak

"Adanya bab kebolehan memukul bukan berarti kita bermudah-mudah menggunakannya. Syaratnya harus dipenuhi dulu, yakni kewajiban orang tua ditunaikan. Ketika hak-hak anak sudah ditunaikan, insyaallah orang tua sudah tidak perlu lagi mendidik anak dengan pukulan"

Oleh. Novianti

NarasiPost.Com-Proses pendidikan adalah sebuah perjalanan panjang yang cukup menguras energi orang tua. Terlebih di masa sekarang, pengaruh negatif yang dapat memorak-porandakan fondasi yang dibangun orang tua demikian besar. Hal ini sangat berdampak pada karakter, sehingga ajakan orang tua untuk melakukan ketaatan justru mendapat penolakan bahkan perlawanan dari anak.

Dalam Islam ada bab khusus terkait hukuman yang boleh diberikan kepada anak jika sekiranya diperlukan yaitu dengan cara memukul. Dalil yang menunjukkan kebolehan memukul anak, dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , ia berkata, "Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 'Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!'” (Hadis ini hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, No. 495; Ahmad, II/180, 187; Al-Hakim, I/197)

Ismail bin Sa’ad bertanya kepada Ahmad tentang bolehnya memukul anak kecil apabila meninggalkan salat. Beliau menjawab ,”Apabila sudah mencapai usia 10 tahun."

Sementara Abu Abdillah berkata tentang pemukulan , ”Itu dilakukan sesuai dengan kesalahan yang mereka lakukan. Dia juga harus teliti dan memperhatikan terlebih dahulu sebelum memukul. Apabila anak masih terlalu kecil dan belum berakal, maka tidak boleh dipukul.“

Memukul adalah salah satu cara yang boleh digunakan dalam rangka mendidik anak, namun orang tua harus mengetahui kaidah-kaidahnya.

Kaidah Memukul Anak

Ada beberapa kaidah yang harus dipahami orang tua agar hukuman memukul menjadi cara efektif untuk meluruskan perilaku anak. Kaidah-kaidahnya sebagai berikut:

1. Memukul dimulai hanya ketika anak sudah berusia 10 tahun dan anak melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan agama

Itupun ketika orang tua sudah melakukan proses pendidikan yang benar dan penuh kesabaran pada usia sebelumnya. Orang tua dituntut untuk tenang dan tidak terburu-buru memukul tanpa mempertimbangkan perkembangan anak.

Pukulan yang hanya menurutkan emosi dapat berakibat buruk, tidak hanya pada fisik tetapi juga merusak jiwa dan pola pikirnya. Bisa dikatakan pukulan itu ibarat menaburkan garam pada makanan, cukup sedikit tapi bisa mengubah rasa makanan. Terlalu sering memukul anak dapat membuatnya jadi kebal. Jika sudah seperti ini, anak makin sulit diluruskan.

Jadi memukul bukanlah bersifat wajib, artinya merupakan pilihan yang bisa orang tua lakukan ketika menghadapi perilaku anak yang melalaikan salah satu rukun Islam.

2. Batas jumlah pukulan

Jumlah pukulan tidak boleh lebih dari sepuluh kali, sebagaimana sabda Rasulullah ,”Tidak boleh dicambuk lebih dari 10 cambukan selain hadd.“ Al-Qahi Syuraih memandang bahwa anak maksimal hanya dipukul tiga kali dalam kesalahan membaca Al-Quran, sebagaimana malaikat Jibril mendekap Nabi Muhammad saw tiga kali saat menerima wahyu pertama kali. Umar bin Abdul Aziz pernah mengeluarkan peraturan ke pelosok negeri agar guru tidak boleh memukul lebih dari tiga kali karena lebih dari tiga kali dapat menakutkan bagi anak kecil.

3. Alat untuk memukul, cara dan tempatnya

Alat yang digunakan tidak boleh sangat keras dan sangat lunak. Asy Syaikh Syamsuddin al-Inbani merumuskan ciri-ciri alat yang digunakan yaitu bentuknya sedang antara ranting dan tongkat; kelembaban tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering, jenisnya bisa dari kulit, kayu, kain dan sebagainya.

Cara memukulnya dilakukan dengan kekuatan sedang. Asy-Syaikh Syamsuddin menjelaskan cara memukul anak bahwa si pemukul tidak boleh mengangkat tangan setinggi-setingginya sehingga kelihatan ketiak sampai menyakitkan anak. Tempat yang dipukul pun tidak boleh di wajah, kemaluan, dan kepala atau pada bagian tubuh yang berbahaya lainnya.

Rasulullah bersabda, ”Apabila salah seorang diantara kalian memukul, maka jauhilah wajah.” bagian tubuh yang dapat dipukul adalah pada tangan dan kaki.

4. Tidak boleh memukul diserta amarah

Tanda marah biasanya diawali dengan caci maki. Artinya jika orang tua atau guru sedang marah, dia tidak boleh memukul anak. Memukul dalam kondisi marah berpeluang bisa melewati batas yang dapat melukai fisik dan jiwa anak.

5. Berhenti memukul ketika anak sudah menyebut nama Allah

Artinya jika anak sudah menyadari kekeliruannya dan akan segera memperbaiki, berhentilah memukul. Rasulullah bersabda , ”Apabila salah seorang dari kalian memukul pembantunya, kemudian si pembantu menyebut nama Allah, maka angkatlah tangan kalian (berhentilah)."

Dari penjelasan di atas bisa dipahami, memukul merupakan salah satu hukuman yang diperbolehkan pada kondisi ketika anak melalaikan syariat Allah seperti salat dan dilakukan pada saat usia anak sudah 10 tahun. Itupun bukan wajib, melainkan pilihan dimana pendidik harus melakukan proses sebelumnya yaitu memberikan pemahaman dengan kesabaran dan kesungguhan. Jika pun harus dilakukan harus memenuhi syarat-syarat di atas.

Ketika anak melalaikan salat, pendidik melakukan introspeksi dulu apakah sudah mengajarkan anak dengan baik, menyampaikan hal-hal yang seharusnya diajarkan kepada anak dengan kesungguhan. Jika belum, maka jangan tergesa memukul. Pendidikan dengan kesabaran dan kasih sayang akan lebih mudah diterima anak.

Dalam QS. Thaha ; 132, Allah berfirman, “Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.”

Perintah sabar ada penambahan huruf ط yang dalam bahasa Arab penambahan satu huruf bisa merubah makna. Allah memerintahkan bersabar dalam mengajarkan salat dengan perintah fasthobir artinya harus dengan kesabaran berlipat-lipat.

Dengan penjelasan ini semoga tidak ada lagi yang berprasangka buruk terhadap syariat Islam. Saat ini, syariat Islam sering digoreng untuk mengopinikan bahwa syariat Islam tidak sesuai dengan HAM, mengajarkan kekerasan. Seperti yang pernah viral tentang normalisasi KDRT dari ceramah seorang ustazah.

Allah menegaskan, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui," (QS Al-Baqarah: 216).

Adanya bab kebolehan memukul bukan berarti kita bermudah-mudah menggunakannya. Syaratnya harus dipenuhi dulu, kewajiban orang tua ditunaikan. Ketika hak-hak anak sudah ditunaikan, insyaallah orang tua sudah tidak perlu lagi mendidik anak dengan pukulan.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Novianti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Menulis untuk Bangkit
Next
Kontroversi Terapi Konversi, Bagaimana Pandangan Islam?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram