"Tepat dalam memberi uang jajan dan tepat besarannya bisa berpengaruh pada mental anak. Memberi uang jajan melampaui kebutuhan mereka membuat anak jadi kurang menghargai uang dan barang. Lebih berat lagi bisa membuat anak tidak menghargai jerih payah orang tua yang bekerja mencari nafkah."
Oleh. Iwan Januar
NarasiPost.Com-Wuih anak sultan! Begitu komentar saya habis membaca berita anak seorang selebriti yang tajir melintir minta top up game online Rp 5 juta. Lebih besar lho dari UKT anak saya. Ada juga yang komen kalau jumlah itu sama dengan dua bulan gajian! Yang jelas itu memang bukan jumlah yang kecil. Walau bisa jadi untuk sebagian orang nominal sejumlah itu tidak besar-besar amat.
Soal uang jajan, atau uang saku, atau apalah namanya kerap undang kontroversi di kalangan orang tua. Berapa banyak dan bagaimana cara memberinya. Tiap orang tua merasa punya kebijakan masing-masing dalam urusan uang jajan anak. Namun, tidak semua orang tua ternyata bijak memberi uang saku pada anak-anak.
Dulu, sewaktu anak-anak masih SD, saya suka bertanya uang jajan kawan-kawan mereka. Menariknya ada kawan mereka yang uang jajannya sehari di atas 20 ribu bahkan di atas 50 ribu. Wow, itu ukuran besar untuk anak-anak yang bersekolah di SD Negeri. Cerita anak saya, saking gedenya uang jajan itu, kadang si anak membeli makanan tapi kemudian dioper pada kawannya, termasuk pada anak saya.
Tepat dalam memberi uang jajan dan tepat besarannya bisa berpengaruh pada mental anak. Memberi uang jajan melampaui kebutuhan mereka membuat anak jadi kurang menghargai uang dan barang. Lebih berat lagi bisa membuat anak tidak menghargai jerih payah orang tua yang bekerja mencari nafkah.
Sebaliknya, bila uang jajan kurang bisa membuat anak merasa minder, terutama bila tidak diberi pemahaman benar oleh orang tua. Dalam beberapa kasus anak sampai nekat mencuri uang untuk memenuhi keinginan jajan mereka.
Maka saat bicara soal uang jajan untuk anak, maka orang tua yang terlebih dahulu punya konsep yang benar soal uang. Orang tua yang tidak punya konsep benar tentang uang, biasanya akan memperlakukan anaknya dan uangnya secara tidak benar. Bisa jadi berlebihan, bisa jadi bakhil. Oleh karena itu, orang tua adalah pihak pertama yang mesti meluruskan dulu pemahaman mereka soal uang.
Sebagai orang dewasa, kita harus paham kalau uang adalah amanah dari Allah yang akan mendapatkan penghisaban yang berat. Penting bagi orang tua muslim meyakini dan menanamkan hal ini dalam benak, dengan begitu orang tua akan berhati-hati dalam membelanjakan uangnya baik untuk diri sendiri, keluarga dan khususnya anak-anak.
Uang bukanlah tujuan, tapi sarana untuk membeli sesuatu. Jadi, jangan ‘dewakan’ uang seperti menganggap income yang besar otomatis memberikan kebahagiaan. Banyak orang yang malah menderita padahal penghasilan mereka besar. Mulailah untuk bisa berbahagia tanpa pusing memikirkan apa yang belum dimiliki, caranya bersyukur dan berpikir positif/husnudzan pada Allah Swt.
Kasih sayang orang tua pada anak bukanlah diekspresikan dengan memberi uang sebanyak-banyaknya pada anak. Uang tidak bisa berbicara dan memberikan kasih sayang, tapi orang tua yang harus berbicara dan mewujudkan kasih sayang pada mereka. Uang bisa jadi salah satu reward, tapi lagi-lagi itu hanyalah sarana. Kewajiban orang tua adalah memberikan kasih sayang lahir dan batin, bukan semata uang.
Banyak anak yang berlimpah uang tapi menderita saat dewasa karena kehilangan kasih sayang orang tua. Macaulay Culkin, bintang cilik pemeran Home Alone 1 & 2 berlimpah penghasilan jutaan dolar. Tapi soal uang itu yang memicu pertengkaran dan perceraian kedua orang tuanya. Culkin akhirnya kehilangan kasih sayang orang tua. Ia tumbuh dengan uang berlimpah dengan kondisi mental berantakan.
Ada beberapa tips yang bisa dilakukan orang tua pada anak dalam soal uang:
- Berikan di usia yang tepat. Ingat, anak-anak yang belum tamyiz maka muamalah yang mereka lakukan tidaklah sah. Orang tua bisa menaikkan jumlah uang saku sesuai usia dan kebutuhan.
- Ajarkan anak menghargai uang karena didapat dari bekerja dan banyak orang membutuhkan. Tidak mudah bagi setiap orang untuk mengerti harga secangkir kopi di kafe itu sama dengan upah seharian orang lain setelah bercucuran peluh. Tanamkan pada anak untuk tidak boros, apalagi untuk hal yang unfaedah.
- Penting untuk anak paham prioritas penggunaan uang. Ketika anak sudah diberikan uang secara berkala misalnya setiap pekan atau bulanan, maka penting mengajarkan mereka ketrampilan untuk mengatur pengeluaran. Ajarkan untuk mendahulukan yang terpenting, penting, dan kurang penting. Alokasikan uang untuk bensin motor itu lebih penting ketimbang pengeluaran untuk ngopi di kafe.
- Less is good. Orang yang hebat bukan orang yang berlimpah uang, tapi mereka yang bisa hidup bahagia dengan sedikit harta. Jangan biasakan anak-anak kita memegang uang dalam jumlah banyak. Semakin sedikit pengeluarannya untuk yang tidak perlu, malah semakin bagus. Dengan begitu ia paham prioritas penggunaan uang.
- Tanamkan jiwa altruisme, yakni pemurah dan berkorban untuk orang lain. Katakan padanya untuk terbiasa memberi lebih ketika membayar supir angkutan umum, gemarkan anak untuk membantu kawan yang kurang mampu, membayari saudara dan bersedekah untuk masjid dan dakwah.
Terakhir, saya cuplikkan riwayat akhir hayat Khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah. Saat itu salah seorang sahabatnya mengingatkan agar jangan meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan kekurangan. Orang-orang menganjurkan agar Khalifah membuat kebijakan pemberian harta untuk mereka.
Namun, Umar bin Abdul Aziz membaca QS al-A’raf ayat 196:
“Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Alquran). Dia melindungi orang-orang saleh.”
“Demi Allah, saya tidak memberikan hak orang lain kepada mereka! Mereka boleh memilih salah satu di antara dua yaitu tetap menjadi orang yang saleh, dan Allah niscaya akan melindungi mereka. Atau menjadi orang-orang yang tidak saleh, dan saya takkan meninggalkan sesuatu pun yang akan membantu mereka berbuat maksiat kepada Allah? Lantas aku menjadi mitra mereka berbuat maksiat setelah kematianku? Tidak akan aku lakukan itu."
Beberapa waktu kemudian, Umar bin Abdul Aziz pun memanggil anak-anaknya, berpamitan, menguatkan dan berwasiat kepada mereka dengan pesan ini. Lalu Umar bin Abdul Aziz berkata, “Pergilah semoga kalian dilindungi Allah, dan semoga Allah memberikan pengganti kepada kalian.”
Dikisahkan, setelah kematian Umar bin Abdul Aziz, anak-anaknya terlihat menghibahkan 80 kuda untuk kepentingan jihad. Berbeda dengan anak-anak Sulaiman bin Abdul Malik, yang meski diwarisi harta banyak, tetapi tetap saja meminta-minta ke anak-anak Umar bin Abdul Aziz.
Inilah anak-anak sultan yang sesungguhnya.
Sumber : iwanjanuar.com[]