"Islam menyatakan bahwa saudara sepupu boleh untuk dinikahi. Karena status itu engkau dan aku boleh menjalin pernikahan. Seperti pria asing, kau harus menahan pandanganmu terhadapku. Aku pun juga harus selalu mengulurkan jilbabku saat kita bertemu."
Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Aku tahu dirimu sedari dulu. Kita telah mengenal sejak kecil, bahkan sejak kita masih bayi imut nan lucu. Bersama, kita telah melewati banyak waktu. Bermain, belajar, atau iseng-iseng tak tentu. Kadang kau mengikutiku, kadang aku yang mengikutimu.
Sering kita menonton kartun kesukaan dan tertawa bersama. Sering pula kita ribut dan bertengkar karena hal kecil, lalu berbaikan dengan sendirinya. Kejailanmu sering membuatku kesal hingga menangis. Sifat cengengku sering membuatmu dipersalahkan, padahal sebetulnya aku yang membuat masalah.
Kita tumbuh bersama, meski dengan cara yang berbeda. Kau laki-laki dan aku perempuan, ada banyak perbedaan di sana. Cara kita berpakaian, kebiasaan, karakter, hingga kesukaan kita banyak yang tak sama.
Selayaknya bocah kecil yang masih polos, semua perbedaan itu tak terlalu penting bagi kita. Bermain dan melakukan kegiatan bersama-sama, mengalir begitu saja. Betapa senangnya kita tatkala momen istimewa, seperti hari raya tiba. Saat itulah kita bisa berkumpul dengan seluruh keluarga besar yang jarang bertatap muka. Itu juga menjadi saat menyenangkan karena semua sepupu bertemu dan pastinya untuk bermain bersama.
Waktu bergulir tak terhenti. Kini kita bukan lagi anak kecil yang suka ingusan. Usia balig telah kita lampaui. Ada beban kewajiban yang harus kita jalankan. Ada tata aturan yang harus kita terapkan. Ada jarak yang harus kita bentangkan. Ketegasan dan kejelasan dalam menjaga pergaulan.
Kita bukanlah saudara kandung, melainkan saudara sepupu. Kau adalah putra dari paman dan bibiku. Kau sama sekali bukan mahramku. Aturan selayaknya orang asing pun berlaku. Tak boleh bagimu melihat auratku. Tak boleh bagiku tanpa hijab ketika menemuimu.
Seperti menjauh rasanya. Kita yang biasanya saling terbuka dan bercerita, kini harus menjaga. Tak boleh bagi kita berduaan tanpa mahram. Itu untuk membuat hubungan kita tetap sehat di hadapan-Nya. Itu juga menjadi wujud ketaatan kita pada perintah agama.
Meski begitu dekat, namun sepupu bukan mahram yang mengharuskan kita untuk tetap menjaga diri. Mereka seperti ajnabi sehingga tak boleh sembarangan dalam berinteraksi. Ada aturan syariat yang harus dipatuhi.
Mahram sendiri berarti yang haram untuk dinikahi. Bukan mahram berarti boleh untuk dinikahi. Dalam Islam ada sejumlah wanita yang terlarang untuk dinikahi. Mahram bisa terjadi karena hubungan nasab, hubungan pernikahan, dan persusuan. Berdasarkan surah An-Nisa ayat 22-24 telah disebutkan siapa saja wanita yang menjadi mahram. Mereka adalah ibu dan seterusnya ke atas, anak perempuan dan seterusnya ke bawah, saudara perempuan, bibi dari pihak ayah, bibi dari pihak ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuan dari saudara perempuan, ibu mertua, anak perempuan dari istri (anak tiri), istri dari anak laki-laki (menantu), istri dari ayah (ibu tiri), ibu yang menyusuinya, ibu dari ibu yang yang menyusuinya, dan anak dari wanita yang menyusuinya.
Selain yang disebut di atas adalah bukan mahram dan boleh dinikahi. Sepupu termasuk di dalamnya. Mereka bukan mahram kita. Maka, boleh bagi kita untuk menikah dengan saudara sepupu. Halal bagi seseorang untuk mengikat tali pernikahan dengan saudara sepupunya sendiri. Dalam surah Al-Ahzab ayat 50 Allah berfirman: “…. dan demikian pula (dihalalkan menikahi) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan juga anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu… “
Islam menyatakan bahwa saudara sepupu boleh untuk dinikahi. Karena status itu engkau dan aku boleh menjalin pernikahan. Seperti pria asing, kau harus menahan pandanganmu terhadapku. Aku pun juga harus selalu mengulurkan jilbabku saat kita bertemu. Meski terkadang terasa lucu sebab kita telah mengenal baik sejak dulu, namun tetap harus menjaga sikap. Orang sering memandang itu sesuatu yang ribet, namun aturan tetaplah aturan yang harus dijalankan. Syariat berlaku dalam setiap aspek dan situasi.
Jangan mentang-mentang dianggap saudara, semua dipukul rata hingga bebas bergaul semaunya. Aurat yang tak terjaga, keluar masuk rumah orang dengan seenaknya, berduaan tanpa ada mahram adalah yang sering terjadi di masyarakat kita. Atas nama saudara, tanpa klarifikasi yang jelas, semua itu dipandang boleh saja.
Memiliki saudara sepupu sebaya yang sedari kecil telah bermain bersama hingga tumbuh menjadi remaja sering kali melupakan bahwa mereka bukanlah mahram kita. Begitu dekatnya mereka layaknya saudara membuat kita lalai tak menjaga aurat dengan sempurna. Ketika masih kecil mungkin tak mengapa, masih bisa dimaklumi karena belum terkena beban. Namun ketika mulai beranjak remaja dan masuk usia balig, maka ada kewajiban yang harus dijalankan.
Idealnya, sedari kecil kita diajarkan untuk tahu perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan konsekuensinya. Sesuai dengan tingkatan usia dan pemahamannya, hukum-hukum syariat mulai diperkenalkan. Menjaga aurat sedari dini juga bagus bila sudah dibiasakan. Boleh bermain bersama, tetapi tetap harus memperhatikan koridor syarak yang ditetapkan. Kelak, ketika dewasa apa yang menjadi kewajiban itu sudah tak asing lagi dan bisa dengan lancar dilakukan.
Sayangnya, kita hidup dalam aturan sekuler yang jauh dari agama. Akibatnya, banyak hal yang salah kaprah dan orang berbuat sesukanya. Kehidupan yang tidak diatur dengan syariat Islam menjadikan kaum muslim tak memahami agamanya sendiri, apalagi mau menerapkannya.
Aturan yang berlaku saat ini adalah buatan manusia yang penuh dengan kerusakan dan menimbulkan kekacauan. Wajar bila banyak kerancuan dan kekeliruan terjadi di tengah masyarakat. Kesalahan yang dianggap bukan masalah dan terus saja berjalan. Pergaulan yang bebas hingga kebablasan. Masing-masing bertindak menurut kepentingannya, bukan menurut aturan Allah Swt..
Maka, untuk menghentikan semua itu dan menciptakan kehidupan yang baik, aman, tenteram dan sejahtera hanyalah dengan kembali pada aturan-Nya. Kita bisa saling menjaga dengan sempurna bila aturan-Nya yang sempurna diberlakukan. Dengan aturan-Nya, engkau dan aku serta kita semua akan selalu terjaga dalam kebaikan.
Wallahu a’lam bish-shawwab[]