Merindu Berhaji dalam Peradaban Islam

Muslim dari belahan dunia manapun berhak menjadi tamu Allah tanpa dibeda-bedakan derajat, suku, atau bangsa. Mudah dan murah, karena berbagai persyaratan yang menyulitkan akan dipermudah. Seperti misalnya tidak ada visa karena seluruh muslim di dunia tercatat sebagai satu warga negara. Apalagi persyaratan kepesertaan BPJS tentu tidak akan ada. Jaminan sosial dalam sistem Islam adalah kewajiban negara yang dipenuhi biayanya oleh negara. Bukan berasal dari iuran yang dibayarkan oleh rakyat.

Oleh. Rery Kurniawati Danu Iswanto
(Praktisi Pendidikan)

NarasiPost.Com-Di sudut ruang tamu, bapak duduk termangu menatap dokumen di tangannya. Selembar kertas yang menjadi bukti beliau telah terdaftar sebagai calon jemaah haji Indonesia. Sudah lama rasanya bapak bersabar sejak enam tahun lalu mendaftar haji ke Kemenag.

Akan tetapi, kesabaran dalam penantian rupanya masih harus ditambah. Jadwal keberangkatan berdasarkan informasi perkiraan keberangkatan di situs haji adalah tahun 2030. Penantian ini masih sekitar 8 tahun lamanya. Belum lagi, dalam dua tahun belakangan keberangkatan haji tertunda karena alasan pandemi. Ah, akankah tahun ini akan tertunda lagi? Bapak meletakkan dokumen di tangannya, beliau beralih menyeruput kopi hitam yang tersaji di meja.

Tabungan haji milik bapak bertambah sedikit demi sedikit meski masih jauh dari cukup. Gaji pensiunan pegawai biasa, seringkali hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak menyisakan lagi rupiah untuk menambah saldo tabungan. Tapi bapak tidak risau. Beberapa tahun lagi mungkin sudah cukup untuk menutup biaya haji. Akan tetapi, biaya haji terus bertambah setiap tahunnya. Terlebih dampak pandemi pun menambah kenaikan yang signifikan. Kemenag mengusulkan ke DPR sebesar 45 juta untuk biaya haji tahun ini. Bukan jumlah yang sedikit untuk pensiunan seperti bapak. Meski demikian, bapak tidak khawatir, karena jika harus melepas rumah satu-satunya dan sebidang kebun di kampung, bapak sudah rela. Kerinduan untuk segera pergi berhaji, jauh lebih beliau harapkan dari sekadar kepemilikan rumah dan kebun.
Selain pandemi yang menambah daftar panjang penantian keberangkatan haji, kini ada lagi tambahan persyaratan yang harus dipenuhi calon jemaah haji. Ada keharusan bagi semua calon jemaah haji untuk menjadi peserta BPJS. Kabarnya kebijakan ini diambil pemerintah agar semua warga negara terdaftar dan mempunyai jaminan sosial. Haji dan keanggotaan BPJS tentu bukan sesuatu yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Tanpa menjadi peserta BPJS pun, berhaji harusnya tetap dapat dilakukan. Jika demikian, bukankah ini terkategori sebagai pemaksaan negara pada warganya?

Sebagai pensiunan guru bapak tentu sudah terdaftar sebagai peserta ASKES, nama program BPJS dulu. Jadi persyaratan kepemilikan kartu BPJS bukanlah masalah bagi bapak. Hanya saja, keprihatinan begitu tampak di raut wajahnya. Entah bagaimana nasib para calon jemaah haji lainnya yang untuk memenuhi biaya haji pun harus dengan susah payah. Sedang biaya iuran BPJS yang harus dibayar setiap bulannya juga tidak murah. Terlebih lagi jika harus menanggung beberapa anggota keluarga lainnya.

“Heeehhmm,” bapak menghela nafas dalam. Rasa keprihatinannya pada berbagai aturan berhaji semakin dalam. Bukankah seharusnya pemerintah mempermudah pelaksanaan haji. Pemerintah harusnya menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan bagi para calon jemaah haji. Memudahkan persyaratannya dan memberikan jaminan keamanan dan keselamatan. Bukannya memberatkan jemaah dengan persyaratan-persyaratan yang tidak relevan.

Jika saja telah tegak peradaban yang menerapkan syariat Islam dalam semua aspek pengelolaan kenegaraan, tentu akan berbeda ceritanya. Islam mempunyai aturan yang sempurna sejak diturunkannya. Pun syariat haji telah dituntunkan sempurna oleh Rasulullah saw. dalam haji wada beliau. Pengelolaan haji bagi semua muslim di dunia akan sama, mudah, dan juga murah.

Sama, karena bagi muslim dari belahan dunia manapun berhak menjadi tamu Allah tanpa dibeda-bedakan derajat, suku, atau bangsa. Mudah dan murah, karena berbagai persyaratan yang menyulitkan akan dipermudah. Seperti misalnya tidak ada visa karena seluruh muslim di dunia tercatat sebagai satu warga negara. Apalagi persyaratan kepesertaan BPJS tentu tidak akan ada. Jaminan sosial dalam sistem Islam adalah kewajiban negara yang dipenuhi biayanya oleh negara. Bukan berasal dari iuran yang dibayarkan oleh rakyat.

Begitulah seharusnya.
Sungguh melaksanakan ibadah haji adalah kerinduan setiap muslim. Karena dengan berhaji maka genap sudah perkara bagi seorang muslim. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Muttafaq’alaih, Rasulullah saw. bersabda “Islam itu didirikan atas lima perkara. Yaitu, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadan, menunaikan ibadah haji ke Baitullah bagi yang mampu melakukannya.”

Tentu yang bisa dilakukan saat ini adalah tetap bersabar menunggu antrean keberangkatan haji. Bersabar dengan segala persyaratan yang ditetapkan pemerintah. Dan untuk sempurnanya pengelolaan haji, setiap muslim harus berjuang mengembalikan peradaban Islam. Peradaban yang senantiasa diperjuangkan oleh barisan orang-orang yang melaksanakan syariat Islam secara kaffah. Membayangkan berhaji dalam gemilangnya peradaban Islam adalah mimpi yang berharap akan segera menjadi kenyataan.

Sisa kopi pahit di cangkir segera dihabiskan oleh bapak. Syukur alhamdulillah, bapak mengerti betul bahwa berhaji adalah panggilan illahi. Seberapa pun kita ingin dan berupaya meraihnya, jika Allah belum berkehendak maka tidak akan terlaksana. Pun jika ternyata Allah berkenan untuk menyegerakannya, pasti akan segera terlaksana. Ya Allah, meski diliputi kesabaran, tapi wajah menua bapak jelas menyiratkan keinginannya untuk segera memenuhi panggilan-Mu. Tubuhnya yang juga kian renta mungkin tak akan cukup tegar ketika tiba waktunya melakukan aktifitas ibadah haji nanti. Oleh karenanya ya Allah, segerakan panggilan-Mu untuknya. Segera penuhi kerinduannya pergi ke tanah suci-Mu. Dan berharap juga, perkenankan aku sebagai anaknya mendampingi beliau di sana. Ibu telah lama berpulang ke haribaan-Mu, jadi akulah kelak yang akan mendampingi bapak. Aamiin ya rabbal alamiin.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rery Kurniawati Danu Iswanto Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ketika Azan Dipersoalkan
Next
Bahaya Kemunafikan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram