Tulang Punggung Kedua

"Meski hari-harimu begitu sibuk dan melelahkan, namun semua kau jalani dengan keikhlasan. Meski banyak sekali rintangan dalam pekerjaan, namun mampu kau lewati dengan kesabaran."

Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Semenjak ayah tiada, engkau menjadi tulang punggung keluarga. Di pundakmulah kini tanggung jawab melindungiku dan ibu berada. Meski ibu masih mampu memenuhi kebutuhan kita, walau seadanya, namun kau bersikeras mengambil alih semua. Tak tega dirimu membiarkan ibu yang telah kehilangan separuh jiwanya, harus berjuang sendirian menghadapi kerasnya dunia. Kau ambil beban itu dengan lapang dada. Inilah tanda baktimu pada orang-orang tercinta.

Kakak tersayang, lelaki cinta keduaku. Engkaulah sosok kedua yang selalu menjadi panutanku. Dalam banyak hal engkau sering kutiru. Sosok terdepan yang selalu menjagaku dari segala mala yang mengganggu. Seperti ayah yang setia, engkau pun begitu. Tanpa banyak kata, kau ringan dalam membantu. Meski tampak cuek, namun sesungguhnya kau sangat peduli dengan sekelilingmu.

Tanggung jawab yang telah diajarkan ayah padamu, kini kau buktikan secara nyata. Memang belum sempurna, tapi kutahu kau telah berusaha sekuat tenaga. Mencari ilmu sembari bekerja demi sebuah cita-cita. Jelas tak semudah berkata-kata. Bila tanpa cinta, semua akan sulit terasa.

Cinta yang kau lukiskan untukku mampu mengobati luka kehilangan. Kasih yang kau alirkan, mampu mengisi relung yang kesepian. Saat aku menangis karena kerinduan, kaulah yang kembali menceriakan. Saat aku hanya bisa menatap pilu pada kawan-kawan yang bersanding lengkap dengan ayah-ibunya dalam wisuda kelulusan, kau menghibur dengan sejuta candaan. Dengan caramu sendiri, kau singkirkan mendung kesedihan.

Usia yang masih hijau tak menjadi alasan bagimu untuk berpangku tangan. Ada kewajiban yang harus ditunaikan. Menjadi pemimpin keluarga menggantikan ayah yang telah berpulang.
Menjadi imam yang membimbing pada jalan Tuhan. Kau, sungguh lelaki kedua dalam keluarga yang menjadi tumpuan dan kebanggaan. Apa pun dirimu, akan selalu menjadi kecintaan.

Siang dan malam, tiada waktu bagimu berleha-leha dalam kenyamanan. Bekerja membanting tulang demi memenuhi kebutuhan. Belajar dengan sungguh-sungguh agar diri tak terkungkung dalam penjara kebodohan. Dengan tekun, kau curahkan tenaga dan pikiran untuk meretas jalan kebangkitan. Semua kau lakukan dengan segenap kemampuan.

Angin malam mengantarkan bayangmu kembali ke rumah dengan selamat sentosa. Aroma peluh berpadu dengan debu jalanan menjejak di kulitmu yang dingin. Menjadi pertanda kerasnya kau dalam bekerja. Semoga lelahmu menjadi lillah, Kak…

Semangkok sup hangat dengan sepiring nasi beserta lauk sederhana telah menantimu di meja. Tersaji untuk memulihkan dari lelahnya raga. Apa adanya, namun tetap memberi bahagia. Bersyukur masih memiliki rumah dan keluarga yang dituju seusai bergelut dengan dunia. Melepas tawa dalam cengkerama. Berbagi ceria dan cerita hari ini dalam sahaja cinta. Rumah ini mungkin telah lapuk, tapi semoga Allah limpahkan selalu keberkahan pada penghuninya.

Seremoni malam menandai jeda yang tiba. Sederetan tugas sebagai anak manusia untuk hari ini berakhir sementara. Saatnya mengistirahatkan jiwa dan raga agar kembali prima. Esok pasti kembali menyapa.

Meski hari-harimu begitu sibuk dan melelahkan, namun semua kau jalani dengan keikhlasan. Meski banyak sekali rintangan dalam pekerjaan, namun mampu kau lewati dengan kesabaran. Terkadang, kau terlihat begitu kepayahan dan hampir menyerah. Terhantam kenyataan dunia yang teramat mengecewakan. Bertemu dengan manusia-manusia yang menguji keimanan.

Terpaan cibiran, cercaan, rayuan, dan kesulitan boleh datang berentetan. Namun, kau pasti bangkit dan kembali fokus pada tujuan. Kakakku bukan pribadi yang gampang dipatahkan. Dia punya Allah yang menjadi sandaran. Juga kami yang tak akan pernah meninggalkannya sendirian.

Kutatap wajahmu dalam keremangan. Tertidur pulas dalam selimut kesahajaan. Keharuan menyergap tak tertahankan. Bajumu yang hampir usang masih setia melekat di badan. Baju yang menemani hari-harimu dalam tiga tahun belakangan. Warnanya kian memudar, tapi tidak dengan semangatmu untuk memberi keluarga ini kebahagiaan. Sejumput doa kubisikkan agar Dia menjagamu selalu dalam setiap keadaan.

Kau memang sibuk dengan banyak urusan, tapi tak pernah luput memberi perhatian. Dalam tutur kata sederhana, kau terangkan tentang kewajiban-kewajiban. Kau tanamkan tentang pentingnya bagi muslimah menjaga kehormatan. Diskusi ringan kita tentang berbagai hal dalam kehidupan. Kadang aku membantah, namun selalu menyerah dan mengakui kebenaran argumen yang kau berikan. Kadang kau yang mengalah dan membiarkanku menyelami sendiri pengalaman hidup untuk menjadi pembelajaran. Pada akhirnya, kita sama-sama belajar untuk lebih baik dari waktu ke waktu. Kita mendewasa bersama dalam untaian masa.

Dalam jerih payahmu tersimpan makna kebahagiaan. Bukan dari banyaknya harta yang terkumpulkan, melainkan dari halalnya yang membawa keberkahan. Senyum yang hadir kala tangan mengulurkan dan menerima ketulusan. Lebih dari cukup untuk menerbitkan cerahnya binar kegembiraan. Itulah kenapa aku selalu mensyukuri semua yang diberikan. Terlebih pada-Nya yang telah menjadikanmu kakak yang menjadi teladan.

Terima kasih atas segala ikhtiarmu. Terima kasih telah menjagaku hingga detik ini. Terima kasih telah menggantikan sosok ayah selalu kurindu. Terima kasih atas kasih sayangmu yang tak pernah pudar. Terima kasih telah sabar membimbingku. Terima kasih untuk segalanya, Kakakku…

Maafkan atas kenakalanku selama ini. Maafkan untuk segala perkataan yang menyakiti. Maafkan atas kebodohanku yang tak tahu diri. Maafkan atas setiap air mata yang diam-diam menetes dalam sunyi. Maafkan atas segala kerepotan dan kesusahan yang kau alami. Maafkan aku, Kakakku terkasih…

Hanya satu pintaku pada-Nya. Semoga Allah membalas semua yang kau lakukan dengan banyak kebaikan. Kau memang tak sempurna, tapi bagiku kau tiada bandingannya. Lelaki cinta keduaku, tulang punggung keluarga dan kecintaan yang lestari senantiasa.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Deena Noor Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Haruskah Fitrah Anak Ternoda oleh Prinsip Moderasi Beragama?
Next
Kelenjar Tiroid? Yuk Kenalan!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram