"Cemburu yang dianjurkan yaitu cemburu atas ketaatan suami kepada Allah Swt., cemburu kepada sikap penyayang kepada anak-anaknya, dan sebagai istri harus rela berbagi perhatian suami yang tidak hanya pada dirinya lagi."
Oleh. Desi Wulan sari, M.,Si.
NarasiPost.Com-Sifat cemburu identik dengan sifat yang dimiliki seorang perempuan. Padahal, rasa cemburu itu bisa dimiliki oleh setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Allah Swt. menciptakan perempuan dari tulang rusuk yang patah. Ia tidak sempurna, maka karakter yang Allah berikan pun bagi perempuan jauh dari kata sempurna, karena ia lebih mengedepankan perasaan dalam berpikir. Dalam sebuah hadis disampaikan, "Wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Jika kamu meluruskannya, kamu mematahkannya. Maka berlemah lembutlah terhadapnya, maka kamu akan dapat hidup bersamanya."(HR Al Hakim)
Dari dasar penciptaan inilah, Allah memberikan rasa yang lebih kepada perempuan. Lebih peka, lebih sensitif, menyukai kelembutan hati, hingga perasaan pun lebih memiliki peranan utama dalam kehidupannya. Jika seorang perempuan merasa cemburu, tentu ia akan mengeluarkan respons alami berupa sikap marah, sedih, takut, atau curiga. Hal tersebut terjadi akibat kehawatiran akan kehilangan perhatian dan perubahan hubungan, atau alasan yang lainnya.
Lantas, bagaimana jika cemburu itu dirasakan seorang istri kepada suaminya? Apakah hal tersebut sehat dalam sebuah hubungan rumah tangga, ataukah sebaliknya?
Berbahagialah para muslimah, Islam memberikan hak istimewa terhadap kedudukan perempuan di dalam keluarga. Berbeda dengan para pengusung kapitalis-Barat. Hingga detik ini, Barat memperlakukan para perempuan secara diskriminatif demi kepentingan politik yang tengah dijalaninya. Alhasil, perempuan di Barat berbondong-bondong ingin menegakkan kesetaraan gender, perbaikan nasib, serta memperjuangkan hak-hak mereka dengan mengambil peran di lingkungan masyarakat dan negara.
Perempuan muslim, dalam posisinya sebagai muslimah, seorang ibu, ataupun istri, memiliki kemuliaan dalam keluarga. Jika seorang muslimah menjalani fase awal pernikahan, hal yang pertama dirasakan adalah perhatian penuh suami kepada istrinya. Seakan dunia milik mereka berdua, dengan saling mengasihi, mengingatkan, memperhatikan, memanjakan satu sama lain. Tentu saja, pernikahan yang penuh rida Allah Swt. akan tercipta suasana keluarga sakinah mawaddah warahmah.
Namun, kondisi tersebut akan berubah seiring berjalannya waktu. Seorang istri tidak lagi merasakan nikmatnya menjalani rumah tangga berdua saja, akan hadir titipan-titipan Allah berikutnya, yaitu kehadiran anak-anak mereka. Sejak itulah, perubahan drastis seorang istri berubah. Rasa cemburu di hati akan mewarnai kehidupan rumah tangga mereka selanjutnya. Benarkah demikian?
Tentu saja benar, kehadiran buah hati dalam keluarga membuat suasana menjadi berbeda. Kini seorang istri harus rela membagi hati sang suami kepada anak-anaknya. Rasa cemburu muncul dari berkurangnya fokus suami yang tidak lagi hanya pada dirinya. Pernikahan yang semakin dewasa, akan membawa perubahan dalam diri sang suami, yaitu semakin bertambah ketaatannya, sehingga ia akan lebih mendahulukan perhatiannya kepada Allah, setelah itu anak-anaknya, barulah kemudian sang istri partner hidup dunia akhiratnya.
Rasa cemburu yang dirasakan sang istri inilah satu-satunya cemburu yang sangat disukai Allah. Karena sikap istri yang rida pada suami akan membawa dirinya ke surga-Nya kelak. Rasulullah saw. bersabda yang diriwayatkan dalam Jabir bin Atiq, “Sesungguhnya sifat cemburu itu ada yang dicintai Allah dan ada yang dibenci oleh Allah.”
Sejatinya, Istri salihah dalam Islam adalah seorang perempuan yang baik menurut Islam, ia berhak cemburu dalam kebaikan dan inilah ciri-cirinya:
Pertama, Istri cinta kepada suami. Ia akan mencurahkan cinta dan kasih sayangnya dalam bentuk kalimat yang lembut atau sikap yang baik saat berinteraksi dengan sang suami. Ada yang bertanya kepada Rasulullah saw, “Siapakah perempuan yang paling baik?” Beliau menjawab, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. An-Nasai)
Kedua, subur (memiliki banyak anak). Suatu kebahagiaan bagi suami dan istri jika mereka diberikan rezeki dan amanah untuk memiliki keturunan. Meski begitu, apabila sang istri tidak dapat memiliki anak karena suatu penyakit hingga dirinya sulit memiliki anak, maka hal tersebut bukanlah kekurangan baginya. Namun hendaknya istri berusaha untuk memiliki keturunan, mencurahkan segala upaya untuk mewujudkannya. Rasulullah saw bersabda, “Nikahilah perempuan yang sangat penyayang dan subur (mudah memiliki banyak anak). Karena aku akan berbangga-bangga dengan jumlah umatku yang banyak pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Ketiga, tidak kasar. Seorang istri harus senantiasa bersikap lembut kepada suami dan anak-anaknya. Jika istri memiliki karakter kasar dan keras, maka rumah tangganya akan terasa “panas” dan suami tidak merasa nyaman. Namun sebaliknya, saat istri bersikap taat, selalu mendengarkan suami, dan senantiasa merespons suami dengan yang terbaik, tidak bersikap sombong dan tinggi hati di hadapan suami, niscaya suami akan senantiasa menyayanginya karena telah membuat hatinya hangat.
Keempat, membantu suami dalam kebaikan. Sikap seorang istri salihah di antaranya juga selalu memberi dukungan pada suami. Seorang istri yang berusaha membantu dan mendukung suami dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Swt. akan menjadi sumber kebahagiaan bagi seorang suami.
Kelima, bertakwa kepada Allah. Istri yang senantiasa bertakwa kepada Allah akan selalu mengharapkan rida dan pahala Allah Swt. saat menunaikan amalan-amalan yang baik. Istri yang bertakwa akan selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan mengerjakan salat wajib lima waktu, salat sunah, puasa, zakat, haji, membaca Al-Qur’an, sedekah, dan ibadah-ibadah lainnya. Allah Swt. berfirman, “Sebab itu, maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” (TQS. An Nisa: [4])
Maka, masih bolehkah seorang istri cemburu kepada suaminya? Tentu boleh, dengan cemburu yang dianjurkan yaitu cemburu atas ketaatan suami kepada Allah Swt., cemburu kepada sikap penyayang kepada anak-anaknya, dan sebagai istri harus rela berbagi perhatian suami yang tidak hanya pada dirinya lagi. Islam adalah agama yang penuh dengan keindahan. Maka, bagi seorang muslim, ketika mejalankan syariat Islam secara kaffah, di situlah akan terasa letak indah dan nikmat seluruh perjalanan hidupnya. Hanya Islam yang mampu membuat rasa cemburu seorang istri menjadi begitu berharga dan berpahala. MasyaAllah. Wallahu a’lam bishawab.[]