Orang tua bisa menambahkan referensi ayat Al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan kisah nabi dan rasul. Dengan demikian, rasa ingin tahu anak akan sesuatu kita jawab bukan dengan “asal-asalan”, tetapi dengan argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan, yaitu sesuai dengan Al-Qur’an dan sunah.
Oleh. Annisa Fauziah, S.Si.
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Apa yang menjadi tantangan mendasar bagi para orang tua dalam mendidik anak-anaknya? Ternyata bukan sekadar aspek teknis bagaimana agar anak bisa cepat membaca, menulis, dan berhitung. Namun, justru yang paling penting adalah membangun fondasi di dalam kehidupan. Ialah akidah yang akan selalu menjadi landasan.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah Lukman ayat 13 yang artinya: "Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.""
Ayat ini menjadi pengingat bahwa nasihat orang tua yang pertama kali harus ditanamkan kepada anak adalah tentang keimanan. Sebab, kelak keimanan ini yang akan menjadi landasan dari ketaatan anak kepada hukum syarak. Mengimani sifat-sifat Allah Swt. sebagai pencipta dan pengatur kehidupan akan menumbuhkan rasa takut dan harap seorang anak bukan kepada orang tua, tetapi kepada Allah Swt.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya setiap musim, dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpaan-perumpaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. Dan perumpaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tegak sedikit pun.” (Q.S. Ibrahim: 24-26)
Kalimat thayyibah yang dijelaskan di dalam ayat tersebut menurut Ibnu Abbas r.a adalah kalimat syahadat, yaitu Asyahadu allaa ilaaha illallah. Akarnya ada di hati orang-orang beriman dan cabangnya menjulang ke langit. Dengan demikian, amalan seorang mukmin itu bisa sampai ke langit. Adapun yang dimaksud dengan kalimat yang buruk adalah syirik. Sebab, syirik menjadi penyebab tidak ada satu amalan pun yang akan diterima. Lalu, bagaimana agar pohon itu tumbuh dengan kokoh?
Pohon yang kokoh tak akan tumbuh dengan instan tanpa adanya nutrisi yang dibutuhkan. Begitu pula keimanan, diperlukan kesabaran dari orang tua agar anak benar-benar mampu menjawab berbagai pertanyaan seputar kehidupan hingga sampai kepada jawaban yang memuaskan akalnya. Proses untuk memahami “Dari mana kita berasal? Untuk apa kita hidup di dunia? Akan kemana kita setelah mati?” akan menghantarkan anak untuk mengenal Sang Pencipta. Lalu, bagaimana orang tua mendampinginya?
Hampir setiap orang tua tentu memiliki pengalaman saat membersamai anak yang mulai bertanya tentang berbagai hal di sekitarnya, termasuk bertanya tentang Sang Pencipta. Nah, tidak sedikit orang tua yang menghindar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini karena berbagai alasan. Salah satunya karena bingung untuk menjelaskan.
Nah, berikut ini ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan orang tua dalam menjawab pertanyaan seputar keimanan kepada ananda:
Pertama, orang tua bisa mengajak anak melakukan dialog iman dalam kegiatan keseharian. Misalnya, saat anak sedang sakit dan tidak mau minum obat. Hadirkanlah motivasi ruhiyah agar ananda merasakan kehadiran Allah Swt. Kita bisa mengajak anak berdiskusi sesuai dengan kapasitas pemahamannya.
Berikanlah penjelasan bahwa sejatinya yang menyembuhkan diri kita hanya Allah Swt. Akan tetapi, kita pun diperintahkan untuk berobat sebagai bentuk ikhtiar. Namun, hakikatnya kesehatan itu hanya dari-Nya, bukan karena kehebatan dokter, alat canggih, maupun obatnya. Oleh karena itu, bantu anak untuk senantiasa menyelipkan doa dan meminta kepada Yang Maha Menyembuhkan. Diiringi dengan lafaz doa dan zikir yang dilantunkan, ajak anak untuk meminta dengan sepenuh hati apa yang ia inginkan.
Kedua, senantiasa selipkan kalimat thayyibah dalam setiap keadaan. Lisan anak kita akan terbiasa mengucapkan apa yang sering ia dengar. Oleh karena itu, kalimat pertama yang harus kita kenalkan adalah kalimat-kalimat kebaikan yang mengagungkan nama-Nya. Di dalam aktivitas keseharian kita upayakan agar anak bisa mengucapkan basmalah sebelum memulai kegiatan dan mengucapkan hamdalah setelahnya. Dua kalimat singkat yang sarat akan makna dan jika terus diulang setiap hari.
Ketiga, tadabur alam. Salah satu aktivitas penting bagi tumbuh kembang dan kesehatan seorang anak adalah bereksplorasi di alam. Dengan bermain di alam, orang tua juga bisa mengajak anak untuk mengamati apa yang ada di sekitarnya. Fenomena alam seperti pergantian pagi, siang, dan malam menjadi bukti kebesaran-Nya. Begitu pun berbagai macam hewan dan tumbuhan yang mereka lihat bisa diberi tahu sebagai bukti ada yang menciptakan dan mengatur alam semesta, yaitu Allah Swt.
Keempat, mengenalkan Sang Pencipta melalui kisah. Aktivitas yang disukai anak-anak adalah berkisah. Selain menguatkan bonding antara anak dan orang tua, berkisah bisa menjadi sarana agar anak bisa memahami keberadaan Allah Swt. Kisah nabi dan rasul serta kisah para sahabat bisa menjadi pembuka diskusi bahwa Allah Swt. senantiasa menyayangi hamba yang senantiasa taat.
Orang tua bisa menambahkan referensi ayat Al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan kisah nabi dan rasul tersebut. Dengan demikian, rasa ingin tahu anak akan sesuatu kita jawab bukan dengan “asal-asalan”, tetapi dengan argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan, yaitu sesuai dengan Al-Qur’an dan sunah.
Kelima, sediakan buku ataupun video yang menunjang sarana belajar anak. Sebab, berbagai informasi yang masuk akan sangat memengaruhi fitrah anak. Jika anak distimulus dengan paparan informasi dari apa yang dilihat dan didengar adalah sesuatu yang mendekatkan dengan Sang Pencipta maka semua informasi itu akan diolah untuk semakin menguatkan keyakinannya.
Bicara tentang keimanan bukanlah sebuah dogma yang mengharuskan anak selalu mengikuti apa yang orang tua katakan. Justru, menguatkan keimanan pada anak adalah proses mendampingi anak untuk menemukan kebenaran. Sebab, keimanan bukan sekadar dihasilkan dari perasaan, tetapi dari proses berpikir tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan serta proses untuk mengaitkan ketiganya dengan kehidupan sebelum dan sesudah dunia.
Berbagai sarana pendampingan orang tua dimaksudkan agar anak bisa memahami bahwa keberadaannya di dunia tidak mungkin ada tanpa adanya Sang Pencipta, Allah Swt. Begitu pun kelak ia akan kembali bertemu dengan-Nya dan mempertanggungjawabkan setiap amalannya.
Menanamkan rukun iman yang enam bukanlah proses instan seperti sebuah hafalan. Namun, justru proses panjang yang diperlukan kesabaran dari orang tua, terutama dalam menjawab setiap pertanyaan dari anak-anak. Jangan lupa agar kita senantiasa menyelipkan doa. Sebab, hanya Allah Swt. yang bisa membolak-balikkan hati anak-anak kita agar cenderung kepada kebenaran. Begitupun doa agar senantiasa diberi keistikamahan agar kelak visi bersama bisa diwujudkan, yaitu Allah Swt. rida dengan apa yang kita lakukan. Maka, hadirkan selalu cita-cita agar berkumpul sekeluarga hingga ke surga.
Wallahu ‘alam bi shawab[]