Cokelat dan Valentine’s Day

"Kalau sudah tahu dari latar belakang sejarah hari Valentine dan cokelat sebagai kado yang dikaitkan dengan perayaan hari Valentine, jelas itu bukan budaya Islam. Akan tetapi, mengapa muda-mudi sekarang masih saja mengikuti tradisi itu? Inilah bukti bahwa negeri kita ini masih menganut budaya kebebasan."

Oleh. Wening Cahyani
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Setiap bulan Februari, dunia serasa riuh dengan Valentine’s Day (hari Valentine) atau dikenal hari Kasih Sayang. Sebagian muda-mudi di negeri ini merayakan dengan suka cita. Mereka tak memandang itu budaya dari mana, yang penting happy sesuai kata hati. Ngomong-ngomong tentang Valentine’s Day, ada makanan khas yang laris terjual setiap bulan Februari ini. Yup, betul. Cokelat di bulan Februari serasa menjadi istimewa. Bahkan menurut Junior Manager Dapur Cokelat Area Surabaya bahwa pembelian naik hingga 30-40 persen. Pembelian di masa pandemi bisa dilakukan secara online dan pihak toko memberikan banyak diskon sehingga menarik para pembeli. (JawaPos.com, 13/02/2022)

Tidak dimungkiri, muda-mudi di negeri ini banyak juga yang terbawa arus budaya Barat, termasuk merayakan hari Valentine. Di masa yang penuh kebebasan ini, kasih sayang mereka biasanya ditujukan kepada pasangan lawan jenis mereka (belum sah di mata agama). Bunga dan cokelat sebagai kado di hari kasih sayang menjadi favorit mereka. “Loh, emang tidak boleh memberi cokelat untuk teman kita di hari kasih sayang?” Bukan masalah boleh atau tidak boleh, melainkan kita harus menggali lebih dalam tentang cokelat dan Valentine’s Day supaya kita tidak salah langkah.

Asal Mula Cokelat Menjadi Kado Valentine’s Day

Tiap tanggal 14 Februari orang-orang Barat terutama di Eropa merayakan hari Valentine. Hari Valentine sendiri bermula dari peringatan meninggalnya pendeta Romawi bernama Valentine yang dihukum Kaisar Romawi II karena menikahkan setiap pasangan kekasih. Padahal Kaisar Romawi II melarang pria menikah karena menurutnya prajurit akan lebih baik tidak menikah atau lajang. Gagasan Valentine menjadi hari libur muncul tahun 1840. Hal ini dilakukan dalam rangka merayakan kasih sayang yang dilakukan di sebagian wilayah Eropa.

Antara cokelat dan Valentine sendiri tidak ada kaitannya sama sekali. Dulu, cokelat dianggap barang mewah dan hanya untuk suku elite yaitu Maya dan Aztec. Mereka percaya cokelat memiliki manfaat kesehatan dan merupakan simbol kasih sayang, kenyamanan, dan sensualitas. Di dalam upacara pernikahan di suku Maya, pengantin secara seremonial menyesap minuman cokelat. Cokelat pun menyebar ke wilayah Eropa sekitar 1600-an, tapi belum dikaitkan hari Valentine.

Kemudian, Richard Cadbury, seorang keturunan keluarga produsen cokelat dari Inggris membuat inovasi pada produk jualannya. Ia menambahkan mentega dan biji kakao (dark chocolate) untuk menghasilkan cokelat yang lebih lezat. Pada tahun 1861, Cadbury menjual produknya dengan kemasan berbentuk hati ditambah Cupid dan bunga mawar. Ia memanfaatkan momen Valentine untuk menjual produknya. Sejak saat itulah cokelat identik dengan hari Valentine.

Di era Ratu Victoria berkuasa, cokelat menjadi simbol sayang dan rayuan. Laki-laki muda saat itu, kalau ingin mendekati perempuan yakni dengan cara memberikan cokelat untuk memperlihatkan kasih sayangnya. Pada akhirnya tradisi memberikan cokelat saat hari Valentine meluas ke negara-negara di dunia, pun di Indonesia.

Nah, kalau sudah tahu dari latar belakang sejarah hari Valentine dan cokelat sebagai kado yang dikaitkan dengan perayaan hari Valentine, jelas itu bukan budaya Islam. Akan tetapi, mengapa muda-mudi sekarang masih saja mengikuti tradisi itu? Inilah bukti bahwa negeri kita ini masih menganut budaya kebebasan. Mereka mau berbuat apa saja, terserah mereka. Mereka bergaul sangat bebas bahkan melakukan perzinaan. Bagaimana dengan Islam membahas tentang fenomena ini?

Hukum Asal Perbuatan

Sebelum menilai cokelat dikaitkan dengan hari perayaan Valentine, alangkah baiknya kita mengetahui hukum asal perbuatan dan benda. Pada hakikatnya hukum perbuatan manusia tidaklah bebas karena dalam Islam tidak pernah mengenal kebebasan, termasuk dalam bertingkah laku.

Kita sebagai muslim seharusnya mencari tahu dulu segala perbuatan yang ingin kita lakukan supaya tidak terjerumus ke perbuatan yang salah/ dosa. Karena setiap perbuatan yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Merayakan hari Valentine hukumnya haram karena bukan budaya orang umat Islam, melainkan budaya orang kafir. Mengikuti budaya orang kafir (tasyabbuh ila al-kufar) hukumnya haram.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud yang berkata: ”Dari Abdullah bin Umar berkata, bersabda Rasulullah saw.,”Barangsiapa yang menyerupakan diri pada suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka. ” (HR. Abu Dawud, No. 4031)

Pasti kita tidak ingin kan disamakan dengan golongan orang kafir? Na’uzubillahi min dzaalik.

Menunjukkan rasa sayang kepada orang yang kita cintai bisa setiap saat, tidak perlu hari khusus. Kepada siapa kita menyalurkan rasa sayang ini, maka Allah Swt. telah mengatur. Rasa sayang kepada lawan jenis yang belum terikat pernikahan itu diharamkan.

Hukum Asal Benda

Berbeda dengan perbuatan, maka asal sesuatu / benda adalah mubah/ boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkan. Maka, cokelat dan segala yang sesuatu yang ada di bumi ini boleh dimanfaatkan oleh manusia selama Allah Swt. tidak melarang. Namun, segala sesuatu yang berkaitan dan ditujukan untuk merayakan hari Valentine menjadi haram. Demikian pula cokelat yang diberikan kepada orang lain dalam rangka merayakan hari Valentine tentu menjadi terlarang bagi kita untuk melakukannya. Kaidah syarak yang lain menguatkan ”Al wasiilatu ilaa al haraami haraamun” (sesuatu yang mengantarkan pada yang haram, maka hukumnya haram).

Dari sini kita bisa mengetahui bahwa antara cokelat dan hari Valentine tidak pernah ada hubungannya sama sekali dan tidak perlu dihubung-hubungkan. Apalagi ikut-ikutan merayakan dan memberi kado cokelat kepada orang lain. Meski cokelat hanya benda, tetap kita harus hati-hati dalam menggunakannya. Cokelat yang dikonsumsi sendiri atau diberikan kepada orang lain tanpa dikaitkan dengan hari Valentine pasti itu boleh-boleh saja. Jika yang kita lakukan menyumbang eksisnya kemaksiatan, maka harus kita tinggalkan. Kita harus berpikir panjang, untuk apa happy sesaat tapi sengsara di akhirat.

Oleh karena itu, supaya tidak salah jalan kita harus terus mempelajari Islam untuk bekal hidup di dunia dan akhirat. Kita harus menguatkan keimanan dan pemahaman kita agar tidak mudah terbawa arus zaman yang rusak ini. Jangan sampai kita menjadi generasi pembebek yang tidak mempunyai prinsip hidup. Jadilah generasi cerdas yaitu generasi yang taat syariat.

Allahu a’lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Wening Cahyani Kontributor Tetap NarasiPost.Com
Previous
Dari Rayan dan Fawaz Kita Belajar, Saatnya #SaveUmatMuhammad Menggaung ke Seantero Jagat!
Next
Aroma Islamofobia Menelusup dalam Pemetaan Masjid dan Pesantren?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram