"Semua tinggallah penyesalan. Semua terjadi saat mereka berada di rumah perempuan. Keadaan rumah tidak ada siapa pun karena keluarganya sering keluar rumah. Atas nama cinta, di hari Valentine's Day, mereka menodai cinta itu sendiri."
Oleh. Najla Syahla
NarasiPost.Com-Raisa memejamkan matanya yang tidak mengantuk, dengan pelan ia menghela napas panjang. Mencoba menenangkan hatinya yang terluka seakan tertusuk sembilu hingga membuat sesak di dada. Ia terpukul, setelah membaca pesan dari salah satu sahabat dekatnya, Tantri.
Pertemuan mereka singkat, di sebuah angkutan umum dengan tujuan yang berbeda. Saat mereka mengobrol ternyata mereka adalah tetangga kampung. Singkat cerita, Tantri yang umurnya lebih tua dari Raisa tertarik ikut mendalami agama bersama Raisa. Namun, pertemuannya tidak lama, hanya beberapa kali pertemuan Raisa memberikan pemahaman Islam kepada Tantri karena Raisa berencana pindah rumah ke luar kota.
Walau jarak telah memisahkan mereka, Raisa sering menghubungi Tantri atau sebaliknya. Terakhir, satu bulan yang lalu Tantri intens menghubungi Raisa, pasalnya anak pertamanya pacaran. Mereka sering jalan berdua. Tantri pun mengalami kegelisahan, mengkhawatirkan anak sulungnya melakukan perbuatan yang tidak diinginkan.
Tantri menyampaikan bahwa pacar anaknya tinggal di rumahnya. Secara bergantian kedua anaknya yang lain, suaminya dan Tantri bertugas menjadi "satpam", berjaga agar kedua sejoli tersebut tidak dibiarkan berduaan.
Raisa menyarankan agar Tantri segera menikahkan anaknya tersebut. Karena melihat kondisi yang mengkhawatirkan, tidak akan cukup melakukan pengontrolan, pengarahan, dan doa karena mereka sendiri tidak merasa berdosa.
“Di rumah, Teteh bisa mengontrol mereka. Bagaimana jika mereka di luar, apakah Teteh bisa jamin mereka tidak akan melakukan perbuatan maksiat?” Nasihat Raisa waktu itu.
“Teteh belum punya uang. Sekarang menikah harus punya modal. Sebisa Teteh mengontrol mereka, dan mendoakan mereka.” Tantri bercerita sambil terisak lewat telepon kala itu.
Namun, semua tinggallah penyesalan. Semua terjadi saat mereka berada di rumah perempuan. Keadaan rumah tidak ada siapa pun karena keluarganya sering keluar rumah. Atas nama cinta, di hari Valentine's Day, mereka menodai cinta itu sendiri. Mereka menganggap di hari istimewa itu perlu pembuktian cinta di antara mereka berdua.
Tantri hanya mengirim pesan, tidak kuat menceritakan kemalangan yang menimpa dirinya atas perbuatan buruk anaknya. Anaknya sendiri tidak merasa berdosa atas apa yang dilakukannya. Pengarahan apa pun tidak dihiraukan. Mereka mengedepankan nafsu birahi, setan pun sukses menjerumuskan mereka. Tantri merundung pilu, menyesali keterbatasan ilmunya dulu dalam mendidik anaknya.
“Andai saja para remaja mau mendengarkanku, akan kusampaikan bahwa Valentine's Day itu budaya Barat yang mengajak bermaksiat. Sejarahnya sebagai perayaan Lupercalia (dewa kesuburan yang berkepala dan berkaki kambing) di Roma, yang dipersembahkan untuk Dewi Cinta Juno Februata. Padahal gereja sendiri menghapus perayaan tersebut dengan menghapusnya di kalender. Anehnya, sekarang umat Islam malah menjadi bagian terbesar yang merayakan. Astaghfirullah,” pikir Raisa.
“Tobat nasuhah, hanya itu jalan satu-satunya.” Hanya kata-kata itu yang dapat Raisa ucapkan pada sahabatnya itu. Hatinya pun hancur berkeping, merasakan penyesalan Tantri.
Raisa berharap Allah pemilik cinta, Zat yang berhak dicinta menganugerahkan cinta-Nya kepada hamba-Nya sehingga sebesar apa pun noda yang ada pada manusia, Allah ampuni karena kecintaan-Nya pada hamba-Nya.
"Semoga Allah ampuni kesalahanmu, Teh Tantri." Dalam diam Raisa mendoakan Tantri.[]