”Julukan bisa menjadi pujian. Bagi saya, pujian itu merupakan bentuk lain dari ujian. Sebuah ujian untuk bisa menjaga hati, menjaga keikhlasan, menjaga niat dalam berbuat, dan uji mental dalam menerima sanjungan.”
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-PUEBI Jalan Tol. Apa maksudnya? PUEBI ‘kan berkaitan dengan kebahasaan, memang apa kaitannya dengan jalan tol? Bingung?! Cobalah tanyakan ke Pemred NP (NarasiPost.Com) yang terkenal suka sekali bagi-bagi rewards!
Ya, julukan itu berasal dari Pemred NP. Kata beliau itu karena tulisan saya mulus seperti jalan tol dalam hal PUEBI. Lancar dan bebas hambatan, tetapi untuk yang ini tidak perlu bayar, ya!
Alhamdulillah jika saya dianggap seperti itu. La hawla wala quwwata illa billah. Segala daya upaya hanyalah berasal dari-Nya semata. Tidak ada kemampuan selain atas izin Allah taala. Dialah yang memberi pertolongan dan kekuatan hingga di titik ini. Semoga menjadi doa dan semangat untuk terus memperbaiki diri.
What I’ve Done
Tak terbetik sedikit pun bahwa saya bisa mendapat apresiasi dari seorang pemimpin redaksi media. Sebab, apa yang saya lakukan sama seperti para penulis lainnya. Menulis dengan sebaik mungkin dalam versi saya sendiri.
Saat menulis, saya sembari mengingat ilmu yang pernah didapat di bangku sekolah dan kuliah. Ya, walau banyak yang lupa, tetapi masih ada beberapa yang tersimpan dalam ingatan. Tak menyangka jika pelajaran yang dahulu kala kadang membosankan bagi saya, kini justru amat penting dalam menunjang kegiatan menulis. Duh, andai saja dahulu saya lebih serius dan lebih sabar menyimak pelajaran Bahasa Indonesia, ya!
Saya pernah mendengar dan membaca bahwa saat menulis hendaknya jangan hanya memperhatikan isi, tetapi juga tekniknya. Selain isi yang bagus, tulisan makin sempurna dengan struktur bahasa yang baik, diksi yang tepat, dan penggunaan kata baku yang benar. Ini supaya apa yang pesan tulisan bisa dipahami oleh pembaca. Kalimatnya tertata dengan baik dan minim kesalahan sehingga tulisan juga enak dibaca. Karena itulah, menguasai PUEBI dan KBBI menjadi sebuah modal besar. Kalau pun belum menguasainya, paling tidak punya kemauan untuk belajar memahami dan berusaha selalu mengecek tulisan kita agar sesuai dengan kaidah bahasa.
Hal itu yang coba saya terapkan. Meskipun dari segi isi kurang dalam dan tajam, setidaknya dari sisi teknik penulisan jangan sampai amburadul. Saya sadar kalau dalam hal menyampaikan dan menjelaskan masih sangat kurang. Kadang saya memahami fakta dan solusinya, tetapi masih kerepotan dalam menganalisisnya. Maka dari itu, supaya tulisan saya tidak terlalu jelek-jelek amat, saya berusaha untuk meminimalkan kesalahan dalam teknik penulisan. Saya pikir itu bisa sedikit menutupi kekurangan dalam tulisan saya. Selain itu, saya juga kadang tidak tahan jika banyak tipo dan semacamnya dalam sebuah tulisan. Begitulah awalnya.
Apakah tulisan saya sudah bagus? Belum, menurut saya. Kalau dalam hal PUEBI dan KBBI, insyaallah saya berusaha untuk mengecek berulang kali supaya tepat. Bagus atau jelek, terserah orang lain yang menilainya. Tugas saya adalah mengusahakan semampunya. Adapun hasil, tentu Allah yang menentukan. Saya mungkin sudah mengusahakan, tetapi namanya juga manusia pasti ada luputnya. Saya telah memeriksa tulisan yang saya buat, tetapi sangat mungkin masih terdapat kesalahan dan kekurangan.
Terus Memperbaiki
Jujur, ketika Bu Andrea menyampaikan kalau PUEBI saya seperti jalan tol yang mulus, saya baru tersadar tentang pentingnya menulis sesuai kaidah bahasa yang benar. Oh, iya, ya, ternyata menulis juga ada aturannya! Memang, di awal terjun ke dunia kepenulisan, saya tidak paham bagaimana menulis dengan baik dan benar. Bekal saya hanya sedikit saja.
Beliau juga menyampaikan jangan sampai menulis asal-asalan atau sembarangan, baik dari segi isi maupun tekniknya. Kita menulis untuk dakwah sehingga berikanlah yang terbaik.
Sejak saat itu, saya berusaha untuk lebih berhati-hati dalam menulis. Hal itu juga sebagai bentuk pertanggungjawaban pribadi terhadap apa yang telah dituliskan. Belajar tentang ilmu kepenulisan juga terus diupayakan.
Hal ini pun difasilitasi di NP. Ada banyak sharing ilmu tentang kepenulisan, bedah naskah, challenge, sampai ujian PUEBI dan KBBI yang dilakukan NP. Semua itu sebagai upaya meningkatkan kemampuan para penulis. Masyaallah, keren, ya!
Menulis untuk dakwah sejatinya adalah dakwah itu sendiri. Maka, memberikan yang terbaik dari diri kita adalah sebuah wujud kesungguhan dalam berdakwah lillah. Semoga Allah beri kekuatan untuk itu.
Penghargaan
Di sisi lain, julukan tersebut mengangkat rasa percaya diri saya. Di tengah para penulis dengan kelebihannya masing-masing, kadang saya suka ciut nyali. Banyak di antara mereka yang tulisannya sudah melanglang buana. Banyak juga yang sudah memiliki buku sendiri. Ada juga yang tulisannya cetar membahana sehingga menang challenge banyak sekali. Masyaallah!
Julukan itu pun menjadi sebuah penghargaan tersendiri buat saya. Menurut saya, julukan merupakan bentuk penghargaan dan pengakuan atas sesuatu.
Ketika seseorang memberi julukan, biasanya melihat dari apa yang tampak secara kasatmata. Latar belakang seseorang bisa menjadi dasar diberikannya sebuah julukan. Orang bisa mendapatkan julukan karena penampilan, prestasi, atau kinerjanya.
Penghargaan tak selalu berwujud materi, tetapi bisa juga dalam bentuk ucapan atau gelar yang baik. Apalagi jika itu tulus diberikan, maka akan sangat bermakna. Materi akan habis pada waktunya, tetapi perkataan yang baik akan dikenang selamanya. Semoga julukan itu diberkahi sehingga membawa kebaikan bagi saya maupun orang lain.
From the deepest of my heart, I want to say thank you to Bu Andrea. May Allah grant you health, happiness, and blessing for your entire life. Aamiin.
Pujian Adalah Ujian
Julukan bisa menjadi pujian. Bagi saya, pujian itu merupakan bentuk lain dari ujian. Sebuah ujian untuk bisa menjaga hati, menjaga keikhlasan, menjaga niat dalam berbuat, dan uji mental dalam menerima sanjungan. Bisakah tak terlena dengannya? Benarkah saya menulis untuk kebaikan, untuk dakwah? Benarkah saya capek-capek meneliti satu per satu kata dan kalimat supaya tidak ada kesalahan itu demi memberikan yang terbaik atau justru menanti dipuji?
Manusiawi ketika dipuji, kita merasa senang. Namun, harus hati-hati karena saat itu bisa menjadi celah setan untuk menjerumuskan. Saat kita dipuji dan senang berlebihan bisa menyebabkan diri lupa daratan. Merasa diri lebih baik dari orang lain hingga jatuhlah pada kesombongan.
Bersyukur kita memiliki Islam yang memberi tuntunan hidup secara sempurna. Melalui guru-guru kita, banyak ilmu dan nasihat yang didapat. Salah satunya adalah tentang pujian. Ternyata ada ilmunya supaya bisa lulus melewati ujian pujian. Saat kita dipuji hendaklah selalu mengingat Allah. Dengan mengucapkan hamdalah misalnya, mampu meredam hati yang tengah diliputi suka karena sanjung puja. Mengingat bahwa pujian itu sebenarnya adalah milik Allah. Hanya Dia yang berhak atas segala pujian. Supaya aman, kembalikan semuanya kepada Allah sebagaimana yang disebutkan dalam surah Al-Anbiya’ ayat 35: “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”
Ada seorang teman yang kala mendapat pujian, ia mengucap hamdalah dan beristigfar. Katanya itu adalah cara supaya sombong tidak merayapi hati. Bersyukur karena orang memujinya dan itu hal baik baginya. Namun, tak lupa untuk beristigfar karena pujian itu menguji keikhlasan diri.
Saya merenunginya dan mendapati ada kebenaran di dalamnya. Sungguh, Islam memberikan tuntunan yang terbaik dalam menjalani kehidupan. Bagi seorang hamba beriman, semua kondisi adalah baik. Saat mendapatkan pujian, ia merasakan kesenangan. Sebaliknya, celaan menjadi hal yang bisa menyusahkan hati. Namun, ketika kita meyakini bahwa semua itu dari Allah, maka kita mampu melihatnya sebagai kebaikan. Susah dan senang, semuanya baik bagi mukmin sebagaimana hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)
Doa dan Harapan
Ketika seseorang mendapat julukan yang baik, maka itu menjadi pujian baginya. Saya mengamini saja ketika ada yang memuji. Semoga kata-kata baik yang diucapkannya terhadap saya menjadi doa yang benar terwujud secara nyata. Semoga kebaikan itu juga kembali padanya.
Pujian atau julukan itu juga bisa menjadi pendorong untuk perubahan ke arah yang baik. Ia bisa melecut semangat untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri.
Semuanya hendaklah senantiasa diiringi dengan niat yang lurus. Kita berbuat adalah untuk mencari rida-Nya. Kita menulis sebagai salah satu cara untuk mendakwahkan Islam. Kita berhati-hati dalam membuat tulisan sebagai upaya untuk mengikatkan diri kita pada syariat-Nya. Sebab, setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Begitu pula setiap kata juga akan ditanyai kelak. Ya, Allah mampukan kami untuk istikamah dalam kebaikan.
Begitulah kisah saya. Semoga ada ibrah dan manfaatnya. Tak ada gading yang tak retak. Tak ada manusia yang sempurna. Sebab, kesempurnaan hanya milik Allah taala. Karena itu, jika masih banyak kesalahan dalam tulisan-tulisan saya, tolong dimaklumi, ya! Namanya juga manusia.
By the way, PUEBI ‘kan sudah tidak ada. Sekarang sudah diganti menjadi EYD dengan beberapa perubahannya. Jadi, julukan PUEBI Jalan Tol kira-kira masih berlaku tidak, ya?!
Wallahu a’lam bishshawwab.[]