”Dari sini saya mengetahui betapa berat menjadi bagian dari tim media. Mereka harus bekerja dengan cepat, apa pun yang terjadi. Terlebih, bekerja untuk media yang berupaya untuk menyebarkan Islam.”(Challenge True Story )
Oleh. Mariyah Zawawi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pengalaman adalah guru terbaik. Begitu kata pepatah. Begitu pula adanya. Pengalaman adalah guru yang paling berharga. Sebab, pengalaman tidak dapat dibeli. Masing-masing orang akan memiliki pengalamannya sendiri, meskipun mereka memiliki profesi yang sama, atau pernah berada di situasi yang sama. Setiap pengalaman akan memberikan kesan tersendiri bagi pemiliknya.
Salah satu pengalaman yang sangat berharga bagi saya adalah saat menjadi Kontap di NarasiPost.Com. Meskipun saya hanya menjadi Kontap selama empat bulan, tetapi banyak hal positif yang saya dapatkan. Menjadi Kontap juga membuat saya lebih memahami beratnya terjun ke dunia media.
Butuh Profesionalisme Tinggi
Kontap merupakan singkatan dari Kontributor Tetap. Sebagai kontributor tetap, tentu tidak sama dengan kontributor biasa. Tuntutan terhadap mereka lebih tinggi. Mereka juga mendapat kewajiban yang tidak dibebankan kepada kontributor biasa.
Mereka yang menjadi Kontap, harus menulis minimal satu naskah tiap minggunya. Tema naskah yang diangkat, disesuaikan dengan TOR mingguan NarasiPost.Com. Masing-masing Kontap menulis sesuai dengan rubrik yang menjadi tanggung jawabnya.
Tulisan yang dibuat wajib memenuhi kriteria NarasiPost.Com, yaitu sesuai dengan EYD dan KBBI. Di samping itu, angka plagiarismenya maksimal hanya 5%, termasuk dalil.
Masalah plagiarisme ini, menjadi tantangan tersendiri bagi saya yang mendapat amanah menulis rubrik syiar. Sebab, naskah syiar banyak menggunakan dalil. Karena itu, di awal-awal menjadi Kontap, naskah saya sering dikembalikan. Saya diminta untuk merevisi naskah tersebut agar angka plagiarismenya sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Alhamdulillah, kebijakan angka plagiarisme untuk naskah syiar kemudian diubah. Toleransi plagiarisme yang diberikan, dinaikkan menjadi 30%. Satu kesulitan pun teratasi.
Meskipun demikian, saya tetap berusaha untuk meminimalkan angka plagiarisme dalam tulisan saya. Termasuk dalam penulisan dalil. Dari sini saya mendapatkan beberapa pengalaman berikut:
Pertama, besar kecilnya angka plagiarisme juga ditentukan panjang pendeknya tulisan. Jika tulisan saya pendek, angka plagiarisme bisa besar, meskipun dalilnya sedikit. Sebaliknya, jika tulisan saya panjang, angka plagiarismenya kemungkinan akan kecil, meskipun dalilnya banyak.
Kedua, dalil yang sering digunakan, akan mudah terdeteksi sebagai plagiat. Sebaliknya, dalil yang jarang digunakan biasanya tidak terdeteksi oleh mesin pendeteksi plagiarisme. Hal itu karena mesin pendeteksi plagiarisme hanya mendeteksi artikel atau naskah tulisan, bukan Al-Qur'an atau kitab-kitab hadis.
Karena itu, jika dalil yang saya gunakan sering dikutip oleh para penulis, biasanya saya hanya mengutip terjemahnya. Bahkan, terkadang saya masukkan ke dalam bagian paragraf. Jadi, tidak saya tuliskan dalam paragraf yang terpisah.
Ketiga, sering kali saya mengganti terjemahnya dengan sinonimnya atau arti yang sebenarnya. Terkadang, saya juga mengubah susunan kalimatnya, sepanjang tidak mengubah maknanya. Misalnya lafaz أنتم atau kata gantinya, sering diterjemahkan dengan kamu. Padahal, arti sebenarnya adalah kalian.
Melalui tiga hal inilah, saya dapat meminimalkan angka plagiarisme pada tulisan saya. Hal ini membuat naskah syiar saya lebih mudah lolos dari penyaringan dan dapat dipublikasikan di NarasiPost.Com.
Hal lain yang harus diperhatikan oleh para Kontap adalah waktu penyetoran naskah. Mereka harus menyetorkan naskah paling lambat pada hari Jumat pukul 21.00. Jika terlambat, biasanya akan ditegur.
Hal itu karena keterlambatan dalam menyetor naskah akan menyebabkan keterlambatan dalam publikasi. Sedangkan tiap hari Senin, TOR yang baru sudah menanti, karena fakta yang terus berganti. Maka, keterlambatan dalam publikasi menyebabkan tema itu sudah basi.
Dari sini saya mengetahui betapa berat menjadi bagian dari tim media. Mereka harus bekerja dengan cepat, apa pun yang terjadi. Terlebih, bekerja untuk media yang berupaya untuk menyebarkan Islam. Mereka harus berlomba dengan media sekuler yang terus menghantam umat dengan pemikiran yang rusak.
Karena itu, yang dibutuhkan adalah orang-orang yang memiliki profesionalisme tinggi. Orang-orang yang cerdas dan cepat dalam mengambil keputusan. Sat set, wat wet, kata orang Jawa. Persis seperti karakter Pemimpin Redaksi NarasiPost.Com, Mom Andrea. Namun, mereka juga harus bijak dan tidak mudah terpancing oleh situasi. Hal ini sesuai dengan jargon NarasiPost.Com, "Cerdas dalam Literasi Media, Bijak Menangkap Peristiwa Kunci."
Kemampuan Menulis Semakin Berkembang
NarasiPost.Com tidak hanya menuntut para Kontap untuk memiliki kemampuan menulis yang bagus. Namun, media ini juga memberi fasilitas yang membantu para Kontap untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Salah satunya adalah kewajiban mengikuti ujian PUEBI (kini namanya berganti menjadi ujian EYD dan KBBI).
Ujian ini diadakan satu kali seminggu. Nah, jika ada Kontap yang jawabannya salah lebih dari tiga, akan mendapatkan hukuman. Hukumannya bersifat mendidik, tentunya. Yaitu, menulis naskah di luar rubrik yang menjadi amanahnya. Misalnya menulis rubrik medical, food, atau books. Rubrik apa yang harus ditulis, akan ditentukan oleh admin Kontap. Hukuman ini akan membuat Kontap belajar menulis rubrik lain. Hal ini akan membuatnya semakin berkembang dan keluar dari zona aman.
Di samping itu, keberadaan Kontap yang dapat mengeksekusi TOR dalam waktu cepat, juga membawa pengaruh positif. Sebab, Kontap yang lain akan berupaya untuk segera menyelesaikan tugasnya. Memang, teman memiliki pengaruh yang besar kepada kita. Seperti yang diungkapkan oleh Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Abu Dawud, Tirmizi, dan Ahmad,
"Seseorang itu mengikuti kebiasaan temannya. Maka, perhatikanlah dengan siapa kalian berteman."
Di samping itu, mereka juga mendapat kesempatan untuk dibimbing oleh anggota tim redaksi untuk menguasai rubrik tertentu. Misalnya, mendapat bimbingan menulis rubrik opini dan world news dari anggota tim redaksi yang menguasai rubrik tersebut. Saya sendiri pernah dibimbing oleh Teh Nurjamilah yang sangat piawai dalam menulis rubrik opini. Meskipun, hingga saat ini, saya belum mampu menghasilkan karya yang cetar seperti tulisan-tulisan beliau.
Menjadi Kontap memang mengharuskan saya untuk mengembangkan kemampuan menulis. Tidak hanya syiar, tetapi juga rubrik lain. Sayangnya, perkembangan kemampuan menulis saya sangat lambat. Selambat kemampuan saya dalam mengambil keputusan. Sangat tidak cocok untuk berkecimpung di dunia media.
Penutup
Demikianlah pengalaman yang saya dapatkan saat menjadi Kontap. Sebuah pengalaman yang sangat berharga. Meskipun saya tidak lagi menjadi Kontap, banyak ilmu bermanfaat yang dapat saya terapkan hingga kini, bahkan nanti. Karena ilmu itu tidak pernah basi, dan selalu saya butuhkan dalam berdakwah di dunia literasi. Wallaahu a'lam bishshawaab.[]