"Dari situ saya mulai baca-baca artikel yang sudah dimuat, model tulisan yang bagaimana sih yang disukai NarasiPost.Com? Ternyata memang luar biasa tulisan-tulisan yang sudah publish, baik dari segi fakta yang disajikan, alur tulisan yang sistematis, penggunaan kata baku yang benar, pokoknya keren."
Oleh. Maftucha
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Huft,"
Saya mendesah dalam hati, rasanya seperti jatuh dari ketinggian dan terlempar berkali-kali karena malu. Naskah opini yang saya kirimkan ke media NarasiPost.Com dikembalikan dengan alasan tingkat plagiatnya yang tinggi. Tingkat plagiat yang tinggi ini akibat pemaparan fakta yang asal comot, semestinya pemaparan fakta tersebut bisa diparafrasakan dengan bahasa kita.
Wow, ternyata walaupun kita sudah biasa menulis tapi kalau tidak selalu diasah dengan rajin menulis, maka pasti kita akan restart lagi dari awal. Media tempat kita mencurahkan tulisan juga memberikan andil dalam menilai apakah tulisan kita sudah berkualitas sehingga layak untuk di- publish.
Hobi menulis memang sudah muncul semenjak duduk di bangku SD. Berawal dari guru bahasa Indonesia yang suka memberi tugas mengarang cerita, saya pun akhirnya suka menulis, dan tugas mengarang saya selalu beliau apresiasi.
Ketika SMP hobi menulis semakin berkembang, karena terinspirasi dari majalah yang saya baca, seperti Majalah Bobo dan Mentari. Sayangnya cerpen-cerpen yang saya buat sering hanya berhenti di buku tanpa pernah terkirim ke redaksi majalah tersebut.
Hobi menulis muncul lagi dan mendapat momennya saat menjadi mahasiswi, waktu itu saya kirim tulisan ke media yang cukup terkenal di Jawa Timur yakni Jawa Pos, pernah juga Koran Surya. Meskipun tulisan tersebut bukan rubrik opini, namun saya cukup bangga tulisan saya bisa nongkrong di media tersebut.
Di antara bentuk-bentuk tulisan, saya lebih suka tulisan berbentuk fiksi daripada nonfiksi, maklum waktu itu pemikiran ideologis belum menyentuh akal ini. Namun anehnya ketika sudah memiliki pemikiran ideologis, kesukaan menulis fiksi ini malah menghilang dan berganti menjadi nonfiksi. Walaupun dalam bentuk tulisan apa pun kita bisa menyelipkan pesan-pesan kebaikan.
Setelah tulisan pertama ke media NarasiPost.Com ditolak, saya mencoba untuk mengirimkan naskah yang kedua. Waktu itu berkaitan dengan dunia pendidikan, yang bikin sesak ternyata tulisan saya masih dinilai memiliki tingkat plagiat yang di luar batas toleransi. NarasiPost.Com menoleransi plagiat sebesar 15%, sedangkan tulisan saya waktu itu masih 18%. Dalam hati kesal juga, kenapa tidak dimaafkan saja tulisan saya, 'kan cuma 3% kurangnya. Pelit amat, omel saya dalam hati.
Akibat dua tulisan yang bernasib sama, saya sempat frustrasi. Bingung mau mulai dari mana lagi? Dari situ saya mulai baca-baca artikel yang sudah dimuat, model tulisan bagaimana sih yang disukai NarasiPost.Com? Ternyata memang luar biasa tulisan-tulisan yang sudah publish, baik dari segi fakta yang disajikan, alur tulisan yang sistematis, penggunaan kata baku yang benar, pokoknya keren.
Minder juga nih, mau kirim naskah lagi saya masih malu. Tapi, bukankah Allah melarang hamba-Nya berputus asa? Allah Swt. berfirman yang artinya:
"Dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah." (TQS. Yusuf: 87)
Selain itu, aktivitas menulis apalagi untuk dakwah, juga merupakan bagian dari amal jariah yang akan dikenang meskipun kita nanti telah tiada.
Saat berpikir mau kirim tulisan apa, tiba-tiba masuk pesan WhatsApp dari Bu Pemred NarasiPost.Com yang berhati baik. Beliau mengirimkan artikel medical dalam bentuk story, asyik juga artikel tersebut, enak dan ringan untuk dibaca. Mungkin beliau tidak ingin saya menyimpan rasa kecewa akibat dua kali ditolak, sebab itu beliau kasih support ke saya dengan caranya. Thank you, Mom Andrea.
Akhirnya sekali lagi saya memberanikan diri mengirimkan sebuah tulisan, saya cukup penasaran dengan media yang satu ini, cukup ketat dan pelit, namun suka bagi-bagi reward (hehe). Setelah menunggu satu pekan lebih, alhamdulillah akhirnya kali ini tulisan saya berhasil tembus, walaupun mungkin ada yang harus diperbaiki oleh tim.
Rasanya senang sekali, sampai-sampai keberhasilan itu saya tunjukkan ke anak-anak dan suami. Dengan harapan suatu saat mereka juga mencintai dunia literasi sehingga bisa memberikan torehan tinta emas mereka untuk dakwah Islam ini.
Asyiknya media NarasiPost.Com ini adalah ketika kita berhasil menembus redaksi dan di- publish, maka kita akan secara otomatis masuk dalam grup kontributor NarasiPost.Com. Di grup tersebut, kita akan diberikan pelatihan kepenulisan dari yang sifatnya sederhana, seperti ujian PUEBI sampai bedah naskah. Setiap bulan juga pasti ada sharing ilmu dari para kontributor yang tidak diragukan lagi karya-karyanya.
Singkat kata, saya memang masih harus banyak belajar menulis, karena tim NarasiPost.Com juga tidak gampang meloloskan satu tulisan. Meskipun sudah pernah lolos, tapi masih tetap saja ada di antara tulisan saya yang masih banyak kesalahan.
Namun, saya bersyukur bisa mendapatkan banyak pelajaran dari media NarasiPost.Com. Baik semangatnya, ilmunya, ataupun teman-teman seperjuangan yang senantiasa berlomba-lomba menorehkan tinta emasnya untuk menyadarkan umat dari kemerosotan berpikirnya, menjadi umat yang bangkit.[]