"Setelah sekian purnama tidak mengirimkan tulisan ke sini, aku merasa ada yang kosong. Setelah aku ingat-ingat, rupanya aku rindu berkarya bersama NarasiPost.Com. Mungkin bagi media ini, ada dan tiadanya karyaku di sana tak masalah karena setiap harinya terus berdatangan para penulis baru, yang insyaallah lebih loyal untuk berkarya dan karyanya pun jauh lebih berbobot. Tetapi bagiku, seperti ada puzzle yang hilang."
Oleh. Neneng Sri Wahyuningsih
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Saat kujumpa dirinya
Kubuka website-nya
Terasa getaran dalam dada
Kucoba mengirimkannya
Naskahku ke sana
Oh dia sungguh memesona
Ingin daku berkarya
Berkarya di sana
Berkumpul bersama pejuang pena
Cung yang bacanya sambil nyanyi? Ini lirik lagu "Inikah Cinta" yang diubah sedikit. Lagu ini pernah dipopulerkan oleh salah satu grup boyband Indonesia sekitar tahun 90-an tapi masih hit hingga tahun 2000-an. Mengutip lagu ini bukan untuk mengajak pemimpin redaksi beserta jajarannya dan para juri untuk bernyanyi bersama. Hanya saja liriknya mewakili perasaanku saat pertama kali mengenal media NarasiPost.Com.
Teringat kembali saat awal-awal mengenal media NarasiPost.Com. Saat itu aku baru saja terjun di dunia literasi khususnya opini. Kemudian salah satu teman menyebarkan informasi terkait media ini dan akhirnya mendorongku untuk mengirimkan karya di sana. Bismillah dengan modal keberanian, kukirimkan tulisan yang berjudul, Cara Islam Mempersiapkan Generasi Penakluk Layaknya Muhammad Al-Fatih.
Beberapa saat setelah mengirimkan tulisan tersebut, ada pesan masuk dari nomor asing (luar negeri) dan ternyata itu nomor pemimpin redaksinya (pemred) NarasiPost.Com. Masyaallah bagai mendapat durian runtuh. Siapa yang tak senang, penulis pemula yang baru menyelesaikan kelas menulis kemarin sore mendapat sambutan yang begitu hangat dari pemrednya.
Bertabur Ilmu, Hadiah, dan Kentalnya Persaudaraan
Sayyid Quthb pernah berkata, "Satu peluru bisa menembus satu kepala, satu kata bisa menembus jutaan kepala". Perkataan beliau ini menjadi salah satu cambuk bagiku untuk selalu semangat menorehkan tinta kebaikan.
Aku pun mencoba terus mengirimkan tulisan ke NarasiPost.Com. Bahkan membuat target pribadi yakni minimal mengirimkan tulisan satu bulan sekali. Meski terseok-seok karena standarnya cukup tinggi, tetapi tetap berusaha ingin menaklukkannya. Demi apa? Tentu karena ingin terus menyebarkan kebaikan dan kebenaran lewat tulisan melalui media ini. Entah kenapa merasa ada yang kurang jika belum mengirimkan tulisan ke media ini. Masyaallah jangkauan pembaca di media ini sangat luas. Tidak hanya lingkup dalam negeri, tetapi juga luar negeri.
Selain itu, alasanku tetap mengirimkan tulisan ke media ini juga agar bisa terus join di WAG nya. Jadi bagi penulis yang telah mengirimkan karyanya, dia akan dimasukkan ke sebuah WAG khusus kontributor atau lebih dikenal Konapost. Ini bukan sembarang WAG yang cuma haha hihi saja, melainkan di dalamnya sarat akan manfaat. Masyaallah bertabur ilmu mulai dari sharing menulis di berbagai rubrik, sharing kata-kata yang sesuai dengan KBBI, hingga sharing masakan. Ujian KBBI juga ada lho, yang bikin hati ini dag dig dug dan kepala pusing tujuh keliling.
Di samping itu, rasa persaudaraannya pun begitu kental. Meski aku termasuk warga Konapost yang sering di pojokan, tetapi saat nyimak grup dan saling tegur sapa dari para penulis hebat tuh energinya menular begitu. Berharap dengan bergabungnya aku dalam WAG tersebut, bisa kecipratan ilmu dan semangat berkarya dari para penulis ideologis yang hebat.
Sebagaimana hadis riwayat Bukhari yang menyatakan bahwa,
"Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, No. 2101)
Selain bertabur ilmu dan kentalnya persaudaraan, NarasiPost.Com juga berlimpah hadiah. Masyaallah pemrednya itu kelewat (terlalu) baik. Selalu mengapresiasi para penulisnya dengan berbagai cara. Memberikan hadiah yang fantastis, baik itu berupa barang atau menghimpun karya para penulis ini dalam buku antologi.
Saat masa kejayaan Islam, para penulis ini memang diberikan penghargaan seberat karya yang dihasilkannya. Seperti yang pernah terjadi pada masa Khalifah Al-Makmun yakni memberikan emas kepada Hunain bin Ishak seberat kitab-kitab yang ia salin ke bahasa Arab. Begitu pun Khalifah Harun Ar-Rasyid, melakukan hal yang serupa. Tak heran terlahir banyak ilmuwan-ilmuwan muslim.
Alarm Kebaikan
Di tengah kesibukannya, Mom Andrea selaku pemred media ini beberapa kali pernah mengirimkan pesan berisi link tulisan karyanya sendiri. Pernah juga memberikan challenge padaku untuk menulis di luar rubrik opini. Bagiku pesan ini seperti alarm agar aku tidak gantung pena, terus semangat menyebarkan kebaikan dan mencoba keluar dari zona nyaman.
Suatu anugerah bisa mengenal beliau. Memiliki saudara seiman yang saling mengingatkan dan menyemangati untuk terus melakukan kebaikan. Meski jauh di mata tapi dekat dalam doa. Semoga kelak dibangkitkan bersama pada hari kiamat.
Sebagaimana dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Ada yang berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada seseorang yang mencintai suatu kaum, namun ia tak pernah berjumpa dengan mereka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai.’” (HR. Bukhari No. 6170; Muslim No. 2640)
Rindu
Setelah sekian purnama tidak mengirimkan tulisan ke sini, aku merasa ada yang kosong. Setelah aku ingat-ingat, rupanya aku rindu berkarya bersama NarasiPost.Com. Mungkin bagi media ini, ada dan tiadanya karyaku di sana tak masalah karena setiap harinya terus berdatangan para penulis baru, yang insyaallah lebih loyal untuk berkarya dan karyanya pun jauh lebih berbobot. Tetapi bagiku, seperti ada puzzle yang hilang.
Aku harus bangun dari "tidur nyenyak". Kemudian berlari agar bisa berkarya lagi. Berharap kesempatan itu masih ada untukku sebelum detak jantung ini berhenti.
Wallahu a'lam bishawab[]