"Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”." (TQS. Gafir [40]: 60)
Oleh. Nofifah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-“Semua terjadi karena ada alasannya.”
“Hal yang sama juga pernah dialami orang lain.”
“Orang yang belum pernah mengalami tidak akan mengerti.”
Beberapa pernyataan tersebut tentunya tidak perlu kita bantah lagi. Semakin banyak dihadapkan pada masalah, maka seorang manusia akan semakin siap untuk menjalani kehidupannya di dunia ini. Bukan berarti ke depan masalahnya lebih sederhana, namun dirinyalah yang sudah semakin siap untuk menghadapi masalah tersebut.
Hari ini, di siang hari yang cukup terik, sepotong apel di atas meja yang dengan melihatnya saja saya sudah dapat membayangkan betapa renyah dan lezatnya apel tersebut. Untuk dapat menyantapnya tentu saja saya harus mengeluarkan sedikit usaha untuk mengupasnya, mengambil pisau lalu mulai mengupasnya. Saya gerakkan pisau untuk mengupas apel tersebut, belum selesai pisau berjalan di permukaan apel, apel tersebut terjatuh dari tangan saya dan sekarang apel tersebut menyentuh tanah.
Apa yang terjadi? Ini bukan pertama kalinya saya mengupas apel atau bukan pertama kalinya saya menggunakan pisau, bukankah selama ini saya selalu berhasil mengupas apa pun itu? Lantas, apakah pengalaman juga tidak menjamin bahwa saya dapat berhasil melakukan sesuatu yang sama ke depannya?
Sebuah masalah yang sederhana, namun ketika kita sudah banyak bertanya, maka semuanya akan terlihat cukup kompleks. Bukankah begitu? Ya, semua terjadi karena ada alasannya. Lantas apa alasannya? Jawabannya adalah tergantung kita melihat sisi yang mana.
Dalam Al-Qur’an Allah Swt. sering mengatakan “Bagi mereka yang mengerti”. Inilah mengapa ketika manusia dihadapkan pada peristiwa yang sama mereka akan melihat peristiwa itu dengan berbeda dan selanjutnya mereka akan menyikapinya dengan berbeda pula. Lantas, bagaimana sikap yang seharusnya diambil? Tak ada panduan spesifik kita harus begini atau begitu. Namun, semua aksi akan menghasilkan reaksi, bukankah begitu?
Kadang saya pernah berpikir ingin Kembali ke masa kanak-kanak saya dahulu. Saat di mana saya tidak begini, terlalu banyak berpikir. Memandang semuanya dengan begitu berbeda, namun apakah itu baik? Tidak juga. Lalu bagaimana jika saya berhenti di sini agar semuanya tidak semakin rumit? Tidak bisa juga. Kita hanya dan harus memilih untuk terus berjalan. Seperti Almarhum B. J. Habibie menyampaikan, “Saya ini mentalitas sepeda, kalau saya berhenti saya jatuh”.
Begitu pula dalam menjalani kehidupan, yang terbaik yang harus kita lakukan adalah terus berjalan dan menyeimbangkan (balance). Menyeimbangkan kepentingan dunia dan kepentingan akhirat dalam menjalani hidup ini.
Kembali ke masalah awal, apel yang tadinya akan dimakan sudah jatuh ke tanah, tidak dapat dimakan lagi. Kalau orang bilang “belum rezeki”. Tapi, kalau saja saya mengupas apel itu di atas piring, jika terjatuh bukankah akan lebih baik jatuhnya ke piring? Jadi masih dapat dimakan. Berarti usahanya yang kurang baik. Kita boleh saja berpikir demikian dan mungkin ke depannya kita akan lebih hati-hati agar kesalahan yang sama tidak terulang lagi. Tapi kita harus ingat satu hal, dengan cara yang kita pikirkan secara matang dan kita anggap merupakan cara yang paling baik tersebut tidak akan menjamin 100% ke depannya kita tidak akan kehilangan ‘apel’ yang begitu kita inginkan, saya kembali teringat apa yang oleh Allah Swt. takdirkan untukmu akan mencari jalannya untuk menemuimu, sebaliknya apa yang tidak ditakdirkan untukmu, sekuat apa pun kau berusaha tidak akan menjadi milikmu.
Begitulah kuasa Allah Swt. Milik Allah Swt. segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dialah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tugas kita hanya berusaha. Maka berdoalah!
Dalam Al-Qur'an Allah Swt. berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادۡعُوۡنِىۡۤ اَسۡتَجِبۡ لَـكُمۡؕ اِنَّ الَّذِيۡنَ يَسۡتَكۡبِرُوۡنَ عَنۡ عِبَادَتِىۡ سَيَدۡخُلُوۡنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيۡنَ
"Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”." (QS. Gafir [40]: 60)
Usaha dan doa sudah dilakukan, maka selanjutnya adalah berserah diri kepada Allah Swt. Bukankah Allah Swt. menyayangi hambanya yang bertawakal?
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah Swt. akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 3)
Sudah berusaha sekuat tenaga, berdoa sejadi-jadinya memohon kepada Allah Swt. serta sudah berserah diri kepada Allah Swt., lantas keinginan yang diimpikan tak kunjung terjadi, maka Allah Swt. berfirman lagi,
اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
“…Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153)
Begitu cintanya Allah Swt. terhadap kita, jangan pernah terlintas sedikit pun dalam hati atau pikiran kita bahwa Allah Swt. tidak adil terhadap kita. Semua masalah kita ada solusinya, maka perbanyaklah berkomunikasi dengan Allah Swt. Dengan mendekatkan diri kepadanya, memperbanyak ibadah, dan senantiasa mengkaji Al-Qur'an, sesungguhnya Allah Swt. itu dekat.
Terakhir, 20 tahun hidup di dunia ini sekarang saya mengerti “Setiap dari kita punya porsi apel masing-masing di dunia ini”. Adakalanya ‘apel’ yang kita inginkan tidak kita dapatkan, namun akan digantikan oleh Allah Swt. dengan ‘apel’ yang lebih baik, lebih segar, dan lebih menyegarkan sehingga kita lupa bahwa kita pernah kehilangan ‘apel’ sebelumnya. Karena Allah Swt. mengambil sesuatu dari kita adalah untuk menggantinya dengan yang lebih baik.
“Hadiah paling berharga yang diberikan kepada kita di dunia adalah hidup di masa kini, belajar dari masa lalu, dan merencanakan masa depan.” (Sa Hye Jun dalam Record Of Youth)
Wallahu a‘lam bishawab.[]