Bicara, baik lisan maupun tulisan, memiliki dampak yang sangat besar. "Bukankah sejarah manusia telah berubah melalui kata-kata?"
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Banyak orang mencibir bahwa aktivitas dakwah, bagaikan "Tong kosong nyaring bunyinya", banyak bicara tanpa aksi nyata. Seperti halnya seorang penulis yang semula ingin menjadikan tulisannya seperti "peluru" dari senjata dakwahnya, tetapi kenyataannya bagai peluru karet yang tidak mampu menembus jantung apalagi mengubah pemikiran seseorang.
Hampir saja cibiran tersebut mematahkan semangat menulis Yusuf, sarjana pertanian yang selama ini aktif menulis di media online. Suatu hari, ia duduk di ruang kerjanya, menatap layar kosong di depannya. Ia telah lama menggunakan tulisannya sebagai sarana dakwah, menyebarkan kebaikan dan nilai-nilai Islam melalui setiap kata yang ia rangkai.
Namun, belakangan ini ia sering merasa resah. Banyak orang di sekitarnya mencibir dakwah, menganggap bahwa dakwah yang dilakukan komunitasnya hanyalah "tong kosong alias omong kosong," tidak seperti aktivitas dakwah pada komunitas lainnya yang terlihat banyak membangun sarana fisik. Bagi mereka, perubahan hanya bisa terjadi melalui kerja fisik yang terlihat, seperti halnya seorang kuli bangunan yang membangun rumah dengan tenaga kasarnya.
Yusuf memahami perasaan mereka, tetapi ia tidak bisa sepenuhnya setuju. Baginya, kekuatan kata-kata adalah alat yang paling kuat untuk mengubah cara pandang seseorang. Ia selalu percaya bahwa pemahaman yang benar harus dimulai dari perubahan cara berpikir, dan itu bisa dicapai melalui kata-kata baik itu lisan maupun tulisan. Bukan berarti pekerjaan fisik tidak penting, tapi tanpa fondasi pemikiran yang kokoh, kerja fisik tak akan mengarahkan pada perubahan yang benar-benar bermakna.
Bicara Adalah Tindakan
Setelah menerima banyak komentar yang mencibir dakwahnya, Yusuf menuliskan sebuah artikel berjudul “Bicara Adalah Tindakan”. Dalam artikel itu, ia mencoba menjelaskan kepada para pembacanya bahwa bicara, baik lisan maupun tulisan, memiliki dampak yang sangat besar. "Bukankah sejarah manusia telah berubah melalui kata-kata?" tulisnya. "Coba perhatikan bagaimana para nabi, para pemimpin, dan para pemikir besar. Apa yang mereka lakukan jika bukan bicara? Apa yang dilakukan Rasulullah saw. ketika menyebarkan Islam? Apa yang dilakukan orang-orang besar seperti Nelson Mandela, Gandhi, atau bahkan tokoh-tokoh lain yang mengubah peradaban manusia? Mereka berbicara, mereka menulis, dan itu menggerakkan dunia."
Yusuf juga menekankan bahwa dakwah bukanlah tong kosong atau sekadar "omong kosong." Dakwah adalah upaya menyebarkan pemahaman dan pencerahan pemikiran di tengah umat. “Mengubah pemahaman seseorang bukanlah perkara mudah,” lanjutnya. “Persoalannya tinggal menunggu waktu saja, nanti mereka akan paham juga, seorang pengemban dakwah tugasnya tidak sedang menggeser batu atau membangun tembok, tetapi sedang mencoba membentuk ulang cara berpikir umat. Oleh karena itu, pekerjaan pengemban dakwah sebenarnya jauh lebih sulit dan membutuhkan kesabaran yang luar biasa.”
Artikel Yusuf mendapatkan respons yang beragam. Beberapa orang masih tetap sinis, menganggap bahwa dakwah tidak seharusnya hanya bicara. Namun, banyak juga yang tersadar bahwa bicara—terutama melalui tulisan—bisa sangat berpengaruh. Beberapa orang mengirimkan pesan kepada Yusuf, mengucapkan terima kasih karena telah membuka mata mereka tentang pentingnya dakwah dalam bentuk tulisan.
Bagi Yusuf, itulah kemenangan kecilnya. Bukan kemenangan atas mereka yang mencibir, tapi kemenangan dalam menginspirasi satu atau dua hati untuk memahami betapa berharganya kata-kata dalam menggerakkan perubahan. Di sanalah letak kekuatan dakwahnya. Ia tidak akan pernah berhenti menulis. Pasalnya, ia tahu bahwa tulisannya, meskipun sederhana, bisa menjadi sarana dakwah yang mampu mengubah pola pikir (mindset) seseorang, dan pada akhirnya bisa mengubah kebiasaan atau pola sikap.
Yusuf berbicara di dalam hatinya, "Silakan saja mereka mencibir tentang apa yang menjadi jalan dakwahku, semua tidak akan meruntuhkan semangat untuk menulis karena aku yakin bahwa setiap kata yang aku tulis, suatu saat akan mengetuk akal dan hati manusia yang membutuhkannya. Dakwah melalui lisan atau tulisan adalah kerja keras, tak kalah sulitnya dengan membangun gedung-gedung tinggi. Bedanya, gedung bisa runtuh, tapi pemikiran yang baik akan abadi."
Selain itu, semua amal sebenarnya tergantung niat dan apa yang menjadi spesifikasi dari amalnya. Seorang tukang bangunan, jelas kualitas amalnya terlihat dari kerja fisiknya, justru kalau mengandalkan bicara tidak akan pernah selesai apa yang menjadi tugasnya. Sebaliknya pengemban dakwah menggunakan fisik untuk tugasnya akan sangat berbahaya karena hasilnya adalah kekerasan fisik bagi muridnya, bukan pemahaman. Dengan kata lain, sudut pandang masalahnya harus dilihat dari konsekuensi amal yang telah menjadi tugas pokok yang sesuai dengan kadar kesanggupannya.
Dalam hal ini, Allah Swt. telah mengisyaratkan di dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 286, bahwa seseorang tidak akan dibebani melainkan melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Amalan seseorang pada ujungnya akan mendapat pahala dari setiap kebaikan yang diusahakannya, dan ia mendapat siksa dari setiap keburukan yang dikerjakannya.
Ayat ini menjelaskan bahwa setiap orang hanya dibebani sesuai dengan kapasitas dan potensinya. Bukankah Allah Swt. tidak pernah menzalimi dengan memikulkan beban pada seseorang melebihi dari apa yang menjadi kesanggupannya? Pahala atau ganjaran juga diberikan berdasarkan usaha yang dilakukan sesuai kemampuannya. Oleh karena itu, bagi seorang penulis harus menjadikan tulisannya sebagai sarana dakwah dengan kualitas amal sebaik mungkin. Allah Swt. sangat mencintai seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan kualitas terbaik, sekalipun bagi orang lain mungkin terdengarnya bagai tong kosong yang nyaring bunyinya.
Wallahu 'alam bish-shawaab. []
MasyaAllah tulisan naskahnya keren..
..
Mengubah pemahaman seseorang bukanlah perkara yang mudah, membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Barakallah pak naskahny keren
Karena dakwah, aku jadi belajar 'ngomong'
Karena dakwah pula, aku belajar menulis
So, teruslah 'berisik' dengan lisan maupun tulisan menyampaikan kebenaran dan melawan kebatilan!
Barakallah pak Maman. Sangat produktif dalam menulis, aktivitas dakwah tanpa suara namun nyata adanya.
Seorang pengemban dakwah bukan sedang menggeser batu atau membangun tembok. Sejatinya ia sedang membangun dan.mengubah kepikiran umat agar menjelma menjadi pribadi yang taat pada Rabb-Nya... Masya Allah artikelnya sangat menggugah
Tulisannya sesuai dengan kenyataan yang pernah saya jumpai.
Barakallah untuk penulis.
Benar sekali, jangan sampai diri ini lelah apalagi mundur dari sikap cerewet mengingatkan hal baik hanya karena diabaikan atau omongan buruk orang lain.
Makin semangat nulis untuk diriku.
Terima kasih naskah kerennya, Pak Maman
Maasyaa Allah, tulisan yang memotivasi. Saya pernah pada posisi Yusuf. Terlebih katanya materinya berat buat ibu-ibu. Hidup sudah berat, ya ng ringan saja. Sekiranya kita paham bahwa perjuangan yang berat akan setimpal dengan pahala yang Allah berikan, maka kita akan mengerahkan seluruh apa pun yang kita miliki untuk Islam.
Allah, bergetar saya membaca komentar ini
Meski dakwah adalah hal yang dianggap tong kosong, sebetulnya mereka tidak memahami agama. Inilah ladang terbaik kita dalam berdakwah. Butuh kesabaran, ketelatenan, keseriusan dalam menjalankannya. So tetaplah berdakwah meski lewat tulisan.Semoga karya yang kita tulis menembus banyak kepala sehingga mereka berubah menjadi baik dan taat syariat-Nya
Ayo jangan berhenti ngomong. He he he. Emak2 kalo ga cerewet anaknya ga pinter, Pak. He he