“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 110)
Oleh. Yana Sofia
(Penulis Inti Narasipost.Com)
NarasiPost.Com-Tulisan ini adalah renungan untuk kita bersama. Khususnya bagi siapa saja yang meragukan pilihan hijrahnya, takut melangkah, merasa tidak layak, bahkan ingin menyerah. Ada saja alasan yang tumbuh di benak, memaksanya untuk berbalik arah. "Sungguh diri ini masih merasa kotor untuk berada di jalan juang, belum siap, dan belum pantas." Jadi, kesimpulannya mau menyerah 'kan, nih?
Hanya Dalih
Coba deh, sini! Kita berdialog dengan hati. Apa sebenarnya yang sedang ia cari? Apa sebenarnya yang ingin kita hindari? Jawabannya tentu tertanam dalam benak. Aku menebak alasan tersebut tak sungguhan kau cari jawabanya. Kau hanya ingin berdalih, ingin memiliki alasan saja, mencari pembenaran atas sikapmu yang tak layak.
Kalimat-kalimat alasan, seperti, "Aku terlalu banyak dosa, dipenuhi maksiat, tak bisa berubah, sudah takdir, dan lainnya." Jujurlah, itu semua hanya dalih. Kau hanya sedang putus asa, lantaran sudah biasa mengabaikan syariat-Nya. Seolah sudah tak ada harapan untuk tobat, tak ada jalan untuk menjadi sebaik-baiknya hamba. Ayolah, itu semua hanya dalih untuk menutupi kemaksiatan yang ingin kau lindungi.
Jadi, apa sebenarnya yang ingin kau jaga? Kemaksiatan apa yang mampu menggodamu berpaling dari jalan menuju surga? Duhai, seberapa eloknya cita-cita itu hingga bisa membuatmu berpaling dari Rahmat-Nya?
Belajar dari Khalid
Dalam hal ini, mari kita kembali membuka lembaran sejarah! Khususnya, sejarah hijrah dan tobatnya seorang sahabat yang penuh dengan pelajaran berharga. Ia adalah sosok yang sebelum masuk Islam, paling keras permusuhannya terhadap Islam dan Rasulullah saw.. Dia adalah Khalid bin Walid. Ya, siapa yang tak kenal sosok sahabat Rasulullah saw. yang dijuluki sang pedang ini? Sosok pemberani dan brilian dalam sejarah Islam. Kesatria yang memiliki sederet prestasi.
Kenapa harus Khalid? Ya, karena kita mau jujur-jujuran di sini. Tak perlu berlagak sok suci. Tidak semua manusia terlahir dari keluarga yang paham agama. Mayoritas kita justru lahir dari kerusakan generasi, selanjutnya menjadi generasi pembebek, karena datang dari keluarga yang tidak paham agama. Katakan saja, kita adalah ahli maksiat, tidak menjaga pergaulan, dan tak kenal pula bagaimana caranya menutup aurat.
Ayolah, terima masa lalu kita. Hidup di tengah hedonisme dan liarnya pergaulan permisif. Bahkan, ada di antara kita yang memusuhi Islam dan anti dengan segala perjuangan syariat dan Khilafah. Kita menganggap orang yang berdakwah di kampus dan kantin-kantin sekolah tentang negara Islam itu dungu sekali, kaum kadrun yang tersesat di negeri tropis.
Ya, tidak salah dong, jika kita belajar dari sosok Khalid. Sosok istimewa ini pernah menjadi musuh Rasul sebelum ia masuk Islam. Ia bahkan berhasil menjadi panglima kaum kafir Quraisy yang berjasa meluluhlantakkan pasukan Rasul saw. dan sahabat di perang Uhud. Catat, ya! Perang Uhud. Pada saat itu kaum muslim mengalami kekalahan telak dan syahidnya 70 orang sahabat, termasuk paman Rasulullah saw. yakni Hamzah bin Abdul Muthalib yang sangat Rasul cintai.
Namun, siapa sangka hidayah datang. Seperti halnya kita yang penuh dosa ini, Allah izinkan kita untuk merengkuh nikmat hidayah, yang saat ini sedang kita 'ragukan'. Berbeda dengan Khalid, ia menerima hidayah tanpa ragu, memeluk Islam dengan sukacita, walau ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan.
Ya, inilah yang ingin kita bahas di sini. Pelajaran hijrah yang begitu berharga dari sang pedang. Kisah perjuangan Khalid untuk 'diakui' oleh Rasulullah saw. dan para sahabat, setelah sebelumnya memusuhi Islam dan memerangi Rasul di Medan Uhud. Seberapa besar nyali Khalid untuk menjadi sosok yang terbaik?
Berbuat Kesalahan
Tentu, perjuangan Khalid untuk memeluk Islam dan memuliakannya tak akan pernah sebanding dengan anak cucunya dalam rentang ribuan tahun sejarah. Namun, besar kebencian Khalid dan bagaimana permusuhannya kepada Islam tak pun sebanding keinginan kita untuk berpaling dari hijrah ini.
Karena nyali kita tak sebesar Khalid. Kita hanya ingin berjauhan dari syariat Islam, tanpa benar-benar ingin keluar dari Islam. Kita hanya sedang mempertahankan ide sekularisme ini di benak, tanpa harus ada yang mengusiknya. Bukankah begitu?
Kita hanya ingin tidak ada notifikasi di chat pribadi, baik itu ajakan kajian, amanah ngisi kajian, atau bahkan pengingat untuk share link buletin dakwah mingguan. Bukankah ini yang coba kita hindari?
Lalu kita juga berharap bisa keluar rumah tanpa ada penutup kepala. Ingin bermuamalah dengan riba demi lancarkan ekonomi keluarga. Rindu hang out bareng teman, clubbing, dan menghabiskan malam panjang tanpa takut ikhtilat dan khalwat. Bukankah hal ini yang kita nanti-nantikan?
Sekarang coba kita bicarakan hal ini dengan hati. Apakah saat memilih abai terhadap syariat tersebut nurani kita ikut tersakiti? Apakah saat kita benar-benar tak lagi berada di jalan juang nanti, kita akan bisa meraih bahagia? Yakin?
Ketahuilah, ragumu pertanda kau tengah menyakiti nurani. Ketidakyakinanmu menandakan hatimu masih ingin terus berjuang di sini. Ia hanya sedang lengah sejenak, bisikan setan menawan dan memanipulasi keinginan hati. Bertahanlah dan jangan menyerah! Mari belajar dari nyali seorang Khalid berikut ini.
Nyali Khalid
Dirangkum dari sebuah kisah biografi Khalid, karya Shadiq Ibrahim Argoun. Pada suatu waktu, Rasul memerintahkan Khalid berdakwah ke kampung Bani Jadzimah, menemani para dai mengajarkan Islam di sana. Namun yang sampai ke Rasulullah adalah berita pembantaian penduduk Jadzimah oleh Khalid bin Walid.
Ya, sebuah aksi pembantaian! Kita bisa bayangkan betapa mencekamnya situasi itu. Khalid telah membunuh sebagian besar penduduk Jadzimah yang oleh Rasulullah saw. diperintahkan untuk diajarkan Islam. Alangkah berduka Rasulullah mendengar berita tersebut, hingga berlinang air matanya.
Sementara Khalid malah berdebat dengan sahabat lainnya, tak merasa bersalah. Khalid mengatakan bahwa yang ia lakukan adalah demi Islam dan membalas dendam atas kematian saudara dan ayah-ayah mereka (para sahabat). Begitu Khalid membela diri, ia memiki alasan melenyapkan musuh-musuh Islam karena penduduk Jadzimah telah berbohong memeluk Islam, enggan mengaku muslim, bahkan mengolok-olok Islam. Khalid merasa telah membela Islam dan memusnahkan mereka yang menghina Allah dan Rasul-Nya.
Pembelaan diri Khalid yang diiringi perdebatan sengit dengan para sahabat itu telah sampai kepada Rasulullah, sehingga Rasulullah pun bersabda. Sebuah peringatan yang mampu membungkam sang pedang, "Tahan dirimu wahai Khalid, jangan kau cela sahabat-sahabatku. Demi Allah, seandainya engkau memiliki emas sebesar Gunung Uhud, lalu kau infakkan semua di jalan Allah, demi Allah, itu tidak bisa menyamai segenggam kurma yang mereka infakkan!"
Ya, Uhud. Uhud menjadi kata ganti dari sebuah tamparan keras untuk sosok Khalid. Bukan karena Uhud itu sangat besar, sehingga Khalid tidak mampu mengonversikan emas sebesar Uhud. Melainkan ia ingat apa yang telah ia lakukan pada perang Uhud. Ia adalah pemimpin kafir Quraisy yang hendak membunuh Rasulullah. Ia adalah wasilah kekalahan Islam, dan yang menyebabkan Islam kehilangan 70 putra-putri terbaiknya.
Duhai, perkataan Rasulullah itu begitu menghujam tepat di dada Khalid. Ia merasa remuk seketika. Semangatnya dalam membela diri seketika patah. Namun, memang itulah kesalahannya. Ia sadar telah melanggar perintah Rasulullah dan nasihat para sahabat yang lebih dulu beriman dan lebih tau maksud Rasul untuk memerintahkan dakwah ke Bani Jadzimah.
Saat Rasul menyadari itu, maka sebagai pemimpin dan sahabat dalam berjuang, Rasulullah pun menyadari bahwa sang pedang telah cukup mengambil pelajaran. Rasulullah mendatanginya dengan berkata penuh kasih sayang, "Wahai Khalid, engkau tetaplah Saifullah, jangan bersedih lagi!" Bujuk Rasulullah agar Khalid kembali percaya diri, setelah mengajaknya introspeksi.
Jiwa Khalid yang tersungkur perlahan kembali merenungi makna iman, jihad, dan perjuangan. Ia yang selama ini terbiasa dalam medan peperangan, telah salah memaknai kepemimpinan, jihad, dan kemenangan. Ia tak ingin salah lagi ke depannya dan akhirnya bertindak menyakiti kekasihnya itu. Khalid lalu bangkit, kembali menyatu dalam dekapan ukhuwah para sahabat yang mau menerimanya kendati dahulu sangat memusuhi Islam. Dalam barisan dakwah di bawah pimpinan Rasulullah mereka saling mencintai semata karena iman dan Islam.
Dari nyali Khalid kita belajar beberapa hal. Pertama, seburuk apa pun masa lalumu, Allah akan ampuni selama kau bertobat. Sebesar apa pun kesalahanmu di jalan hijrah tak mengapa asal segera sadar, introspeksi, dan benahi diri agar tumbuh menjadi pribadi yang kuat. Bukan sebaliknya, menyerah di tengah jalan, merasa rendah, dan putus asa dari Rahmat-Nya.
Kita memang tidak sebanding dengan Khalid. Yang setelah peristiwa itu, Khalid segera berbenah menjadi sebaik-baiknya pembela Islam, kelak dikenal sebagai sang militer Islam, pribadi yang cerdas yang menerangi lembaran-lembaran sejarah keberhasilan Islam. Kiprahnya sangatlah besar terhadap dakwah penyebaran Islam. Dia adalah sosok yang takkan pernah dilahirkan oleh wanita mana pun di dunia. Di mana Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah berkata, "Kaum wanita tidak lagi mampu melahirkan orang-orang seperti Khalid."
Namun, dari kisah tobatnya sang pedang dan perjalanan hijrahnya dari masa jahiliah dan keluar dari agama nenek moyang, dipenuhi pelajaran berharga untuk kita ambil hikmahnya. Tak ada pelaku maksiat yang tak pantas untuk bertobat. Bukankah udara yang memenuhi rongga dada ini cukup menjadi buktinya? Bahwa Allah masih menunggu kita untuk kembali ke jalan-Nya?
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 110)
Khatimah
Karena itu, ambilah kesempatan ini dan pergunakan waktu ke depan dengan sebaiknya. Rasa menyesal karena pernah putus asa dari Rahmat-Nya mari kita jadikan pelecut semangat dan dorongan bagi iman. Berjuanglah sekuat tenaga, sebesar nyali Khalid dalam menerima kekalahan, saat Rasulullah mengingatkannya akan Uhud yang menyakitkan. Selamat berjuang! Wallahu a'lam bishawab.[]