”Secara mendasar, para pemuda hari ini adalah buah dari pendidikan sekuler bertahun-tahun di bangku pendidikan formal. Ditambah, media dan masyarakat mendorong dengan pola pikir serupa. Akibatnya, lahir pemuda tak paham agama, penyebar ide kapitalisme pula.”
Oleh. Keni Rahayu
( Kontributor NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Pemuda hari ini lekat dengan teknologi. Kemajuan zaman mengiringi mereka ke mana saja bergeraknya langkah kaki. Keterampilan terus digali dengan ikut pelatihan sana-sini. Sayangnya, canggihnya hardware tak diiringi dengan kecakapan user. Akibatnya, para pemuda terperdaya teknologi. Mereka tak mampu kendalikan diri.
Dalam wasilah teknologi, pemuda gagap masalah ekonomi. Dari uang elektronik sampai pinjaman online, semua menghantui. Awalnya abai. Lama-kelamaan penasaran. Eh, setelah coba ketagihan. Semudah itu daftarnya, semudah itu pula goyah hatinya. Belum lagi iming-iming diskon yang tinggi menggelitik rasa tak mau rugi. Lihat data pengguna paylater di Indonesia. Menurut Data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), 60 persen pengguna pinjaman online adalah pemuda 19-24 tahun (Okezone, 13/8/22).
Gara-gara teknologi pula, pemuda meresahkan masa depan. Kehidupan influencer menampilkan kesempurnaan dan memicu kerendahdirian. Pemuda pasang angan: *Hidup pasti lebih mudah, andaikata tombokan uang ada di genggaman.” Begitulah mereka mendefinisikan kehidupan.
Sekolah online di masa wabah Covid-19, menyisakan titik merah di lain sisi. Perginya pandemi ternyata tetap tidak memantik motivasi belajar anak muda hari ini. Lihatlah Bongek (dan kawan-kawan) dari SCBD yang ramai kapan hari. Tawaran beasiswa ditolaknya, sebab menjadi artis di media sosial lebih menjamin hidup daripada duduk di bangku sekolah. Bertahan hidup sudah rumit, tidak perlu ditambahi dengan omelan guru karena tugas yang tak pernah diinginkan itu.
Aplikasi kencan online menumbuhsuburkan perzinaan. Friend with benefit memfasilitasi hasrat hidup sesuai keinginan. Katanya: “Teman kencan gak harus suami atau pacar ‘kan?” Ada crush yang siap mendampingi mereka, menghabiskan waktu bersama, sembari mengobrol tentang masa depan yang belum tentu dimilikinya. Naif sekali. Ketika ditelusuri, uang jajannya dari utang bahkan hasil jual diri, nauzubillahi min zalik.
Sederhananya, pemuda hari ini hidup untuk memuaskan hasrat diri, terdorong membuat kagum orang lain, dan jika penat pergi berlari cari obat (healing). Lebih aneh lagi, semua penyakit itu ternyata mereka buat sendiri. Kenapa bisa begitu? Sebab, keputusan yang diambil seringnya sembrono tanpa perhitungan matang. Mereka tak benar-benar mengerti pilihan-pilihan hidup yang diambil sejatinya untuk apa. Hal yang lebih penting pula, bagaimana cara mudah dan aman menjalaninya, tak tergambar di benak mereka. Budaya dan insting dijadikan senjata andalan memilih aktivitas.
Bukan Sebatas Financial Planner
Jika ditelaah, sepertinya ekonomi menjadi poin masalah yang menonjol. Lahirlah berbagai kelas pengelolaan finansial khususnya bagi muda-mudi untuk membantu mereka matang berekonomi. Tapi, ternyata tidak juga. Pragmatisme lebih disematkan dalam kondisi ini. Ia dipilih menjadi solusi paling cepat yang bisa ditanggap para pemuda.
Daripada bersusah mencari yang tidak ada, apa yang tersaji sudah ’cukup’ bagi mereka untuk dapat label ’on going' dalam hidup ini. Kelas finansial tak bisa menjawab bagaimana seharusnya label tersebut tersemat dengan predikat manusia terbaik. Karena teori-teori pengelolaan keuangan sebatas membahas satu cakupan masalah kehidupan saja, yakni ekonomi. Sedangkan masalah kepemudaan, sejatinya lebih ke kehilangan jati diri.
Salah Pandangan Hidup
Secara mendasar, para pemuda hari ini adalah buah dari pendidikan sekuler bertahun-tahun di bangku pendidikan formal. Ditambah, media dan masyarakat mendorong dengan pola pikir serupa. Akibatnya, lahir pemuda tak paham agama, penyebar ide kapitalisme pula. Maka solusinya adalah butuh perubahan paradigma berpikir di kalangan pemuda, dari hidup tanpa agama menjadi hidup dengan agama, bahkan untuk agama.
Nahas, negara mengambil kapitalisme sebagai jalan ninja. Para pemuda dijadikan objek ekonomi. Semua potensinya terbajak. Pertama, para pemuda adalah bagian dari roda produksi. Kedua, mereka sekaligus target untuk melakukan konsumsi. Seluruh jiwa raga, keringat, air mata, dan harapan pemuda berkelindan dalam kepentingan para kapitalis. Kaum muda sedang menangis, para kapitalis tertawa bengis. Gemuk kantung emas mereka.
Islam Is the Answer
Jika kesuksesan hari ini dinilai dari segi materi, maka kesalahan pikir ini harus dicabut dan diganti. Pertama, mengenal fitrah diri sebagai hamba. Memahami Allah sebagai Sang Pencipta juga Sang Pengatur adalah solusi. Islam bukan sebatas agama ritual, tapi juga pandangan hidup yang benar. Kemantapan akidah Islam wajib ditanamkan ke jiwa pemuda. Segala keresahan mereka hari ini bukan tidak berdasar, sejatinya mereka lupa peran agung Tuhan Yang Maha Besar. Kita hanyalah hamba yang wajib menjalani ’game kehidupan’ ini sesuai aturan main. Hanya itu saja caranya jika kita ingin menang.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْن
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat:56)
Kedua, mengembalikan amanah agung dari Ilahi dalam rangka melahirkan hidup bahagia bagi kaum muda. Apa itu? Kita adalah umat terbaik ketika kita beramar makruf nahi mungkar. Setelah paham jati dirinya, pemuda punya PR tingkat lanjut. Duplikasi diri adalah amanah selanjutnya. Tujuannya, agar lebih banyak lagi pemuda yang selamat dan menyelamatkan lagi pemuda yang lain. Terdengar mudah sekali ya? Menjalaninya terasa sedap betul.
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْن
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Ali Imran:104)
Ketiga, pemuda wajib menjalankan Islam secara praktis dan total. Lahirnya pemuda egois, apatis, dan pragmatis bukanlah tiba-tiba. Mereka adalah bentukan sistem kapitalisme. Tidak akan apple to apple jika sebuah sistem kita lawan dengan kesalehan individu saja. Maka, lebih layak jika kita menyiapkan sistem tandingan untuk lahirnya sebuah peradaban. Peradaban yang lahir tidak lagi memandang kemuliaan manusia dari segi materi, melainkan dari ketaatan pada Ilahi. Teori ini sejatinya telah diserukan Allah dalam ayat cinta-Nya.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ.
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)
Khatimah
Kebangkitan pemuda bukan sebatas perkara fisiknya saja. Teknologi boleh canggih, tapi isi kepala ternyata lebih penting dari itu. Mari belajar dari Rasulullah Muhammad shalallahu alayhi wasallam. Beliau melejitkan potensi pemuda Muhajirin dan Anshor mampu melahirkan peradaban agung bukan karena tingginya teknologi. Melainkan, ketaatan nabi dan para sahabat pada risalah Rabb, menjadikan Islam rahmatan lil alamin bukan sebatas gagasan di meja diskusi. Cahaya peradaban Islam terbit dari jazirah Arab, menerangi hampir 2/3 wilayah di dunia. Jika kita ingin menirunya, mudah saja. Pahami konsepsi lalu duplikasi. Siap? Wallahu a’lam bishowab.[]