Pemuda Istimewa Pembela Agama

”Wahai pemuda, jadilah kalian istimewa di hadapan Allah dengan menjadi pembela agama. Dengan begitu, kalian juga pasti istimewa di hadapan manusia dan makhluk-Nya. Raihlah naungan Allah yang akan diberikan di akhirat kelak.”

Oleh. R. Raraswati
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

NarasiPost.Com-Menjadi sosok pemuda istimewa tentu bukan hal mudah dan tiba-tiba. Dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan untuk meraihnya. Sebagaimana Muhamad Al-Fatih yang sukses memimpin pasukan pada penaklukan Konstatinopel. Ia sekaligus menjadi sebaik-baik pemimpin sebagaimana disabdakan Rasulullah saw. beberapa abad sebelum penaklukan Kota Heraklius (Konstatinopel). Ia telah disiapkan oleh keluarga besarnya sejak dini hingga mampu memimpin pasukan Kaum muslimin di usia muda. Lalu, bagaimana kabar pemuda hari ini? Sudahkah dipersiapkan menjadi pemuda istimewa pembela agama?

Selain Muhamad Al-Fatih, sejak hadirnya Islam sudah ada sosok para pejuang di kalangan pemuda. Sebut saja Ali bin Abi Thalib yang telah bersyahadat sejak usia 7 tahun. Ia tumbuh menjadi pemuda cerdas yang senantiasa membersamai Rasulullah saw. Ada juga Mush’ab bin Umair, pemuda tampan rupawan yang kaya raya, namun rela meninggalkan kemewahannya untuk berjuang bersama Rasulullah. Kemudian Usamah bin Zaid yang di usia 18 tahun sudah diberi amanah memimpin pasukan yang juga terdiri dari para sahabat Rasul lainnya. Masih banyak lagi pemuda muslim lain yang memiliki keistimewaan dalam memperjuangkan agama Islam. Bahkan jauh sebelum Rasulullah dilahirkan, ada sosok Ismail muda yang ikhlas lehernya disembelih, sebagai bukti ketakwaannya atas perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka adalah pemuda istimewa yang semestinya dijadikan teladan generasi masa kini. Pemuda dengan iman dan ketakwaan yang totalitas kepada Allah. Sehingga apa pun yang Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan, akan berusaha ditunaikan dan berupaya keras menjauhi larangan-Nya.

Gambaran Pemuda Sekarang

Berbeda dengan di masa kejayaan Islam, pemuda sekarang penuh dengan kemudahan dan fasilitas yang ternyata justru lemah dalam berpikir, berjuang serta berkorban. Bagaimana tidak, jika pemuda dulu berjuang demi membela Islam, sekarang mereka rela berkorban hanya untuk sesuatu yang dapat memuaskan nafsu belaka. Mereka justru enggan berjuang apalagi berkorban demi agama. Astagfirullah. Meski tidak semua demikian ya.

Ambil saja contoh seorang siswa SMK di Jember yang tewas setelah ditendang teman sekelasnya beberapa waktu lalu. Diberitakan TRIBUNNEWS.COM, peristiwa tersebut dipicu oleh masalah asmara, kecemburuan pelaku terhadap korban yang pernah chat kekasihnya. Belum lagi maraknya tawuran antar pelajar, pergaulan bebas, kurangnya akhlak, dan sebagainya.

Miris, melihat pemuda Indonesia dengan mayoritas muslim tapi lebih banyak mengadopsi kebudayaan dan perilaku asing. Pemuda yang mestinya menunjukkan identitas muslimnya, justru lebih bangga dengan perilaku yang cenderung melanggar syariat Islam. Mereka berpandangan menjadi istimewa jika sudah bisa berperilaku seperti Barat. Tak heran, jika akhirnya muncul Citayam Fashion Week dan aktivitas pemuda lain yang nirfaedah tapi dianggap keren, tidak ketinggalan zaman, bahkan dianggap istimewa.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemuda

Keadaan pemuda saat ini tidak terlepas dari faktor luar. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah:

Pertama, sistem kapitalisme yang dijalankan oleh negara. Indonesia yang menganut sistem kapitalisme sekuler yang menjadikan pemuda hanya berorientasi pada materi dan menjunjung tinggi kebebasan. Pemuda dengan berbagai potensinya digiring pada kesenangan dunia yang fana. Memang pemuda muslim tidak dilarang beribadah, didukung untuk menghafal Al-Qur’an, tapi di sisi lain mereka diberikan pemikiran tentang pentingnya materi guna mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Pemuda dipengaruhi pemikirannya bahwa seolah ahli agama tidak bisa kaya, sulit sukses dan sebagainya. Alhasil, mereka dipaksa untuk menggunakan ajaran agama untuk beribadah kepada Allah saja dan harus menggunakan aturan manusia sendiri ketika beraktivitas lain.

Dalam sistem kapitalisme, pemuda diberikan gambaran kebahagiaan itu adalah dengan limpahan materi, bukan pada keridaan Allah subhanahu wa ta’ala. Wajar jika akhirnya para pemuda berusaha mencari materi dengan berbagai cara tanpa memperhatikan halal-haram, baik-buruk, ataupun terpuji-tercela.

Kedua, ide moderasi beragama yaitu cara memahami dan menjalankan ajaran agama secukupnya, tidak berlebihan/ekstrem. Ide ini mulai diterapkan di semua tingkat pendidikan, mulai anak usia bermain hingga perguruan tinggi.

Ide ini tentu berasal dari musuh-musuh Islam yang tidak ingin pemuda muslim bangkit dan menguasai perpolitikan dunia. Mereka sangat paham jika pemuda muslim memiliki pemahaman yang benar dan kuat, bisa melaksanakan semua syariat Islam dalam setiap aktivitasnya, maka kekuasaan akan dimenangkan kaum muslimin.

Untuk itulah, Barat berusaha dengan sangat halus menyusun kata demi kata tentang moderasi beragama hingga terlihat baik dan berasal dari Islam. Padahal, sesungguhnya justru melemahkan kaum muslimin, terutama pemudanya. Mereka mengeluarkan kaidah-kaidah umum yang salah seperti kalimat berikut ini: “Tidak ditolak adanya perubahan terhadap hukum, dengan adanya perubahan zaman,” atau kaidah “Adat istiadat dapat dijadikan patokan hukum,” dan sebagainya.

Kaidah-kaidah semacam itu terus disebarkan dengan ditabahkan fitnah-fitnah keji terhadap ajaran Islam. Menganggap Islam sudah tidak sesuai dengan zaman, kaku, ketinggalan dan sebagainya.

Para pemuda yang masih ada rasa takut, malu, merasa kurang ilmu akhirnya membenarkan semua informasi tersebut. Tidak mau disudutkan, enggan dibilang ketinggalan, takut dibilang radikal dan sebagainya, akhirnya mulai mengikuti arus moderasi beragama. Mencari jalan tengah agar tidak dibilang ekstrem, radikal dan lainnya.

Di saat itulah ide moderasi beragama yang digaungkan musuh Islam berhasil. Pemuda Islam takut dengan agamanya sendiri. Mereka yang seharusnya bangga dengan keislamannya, justru enggan mengakui identitas muslimnya. Astagfirullah.

Ketiga, ide HAM. Sudahlah negara menganut sistem kapitalisme sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan, ditambah ide moderasi beragama yang semakin membuat pemeluknya takut terhadap agamanya sendiri, kini dibenturkan lagi dengan ide HAM. Sungguh, ide ini sangat berlawanan dengan syariat Islam. Sejatinya hak asasi itu hanya milik Allah pencipta dan penguasa kehidupan.

Hak asasi manusia (HAM) menjadikan manusia bebas tanpa ikatan apa pun. Padahal, seorang muslim wajib terikat dengan hukum syarak. Sebagai contoh ketika syariat mewajibkan seorang muslimah mengenakan jilbab dan kerudung saat keluar rumah. Di sisi lain HAM memberikan kebebasan kepada siapa pun untuk berpakaian sesuai kenyamanan dirinya sendiri. Jika merasa panas, gerah, ribet, maka HAM berbicara Islam telah melanggar hak asasi perempuan. Seperti yang terjadi pada kasus dugaan pemaksaan jilbab pada siswi SMAN 1 Banguntapan Jogjakarta.

Pemuda Menurut Islam

Di dalam Islam, pemuda digambarkan sebagai sosok yang kuat. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Rum ayat 54 yang intinya Allah menciptakan manusia dari keadaan lemah, kemudian dijadikan-Nya setelah kuat, kemudian setelah kuat itu, lemah (kembali) dan beruban.

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menjelaskan manusia yang dilahirkan dari rahim ibunya dalam keadaan lemah, dan tidak berdaya. Selanjutnya Allah tumbuh menjadi seorang anak-anak hingga mencapai usia balig. Setelah itu tumbuh terus menjadi seorang pemuda dengan kekuatan maksimal. Kemudian, dengan bertambahnya usia manusia usia paruh baya, tua dan akhirnya tua, uzur, dan kembali lemah.

Demikianlah pandangan Islam tentang pemuda. Seorang muslim yang telah mencapai aqil baligh, dan terbebani dengan hukum syarak. Bahkan menurut beberapa ulama, laki-laki usia 15 tahun sudah diwajibkan untuk dapat menafkahi dirinya sendiri. Bagi perempuan, telah menjadi seorang pemudi ketika sudah mengalami datang bulan sekitar usia 9-12 tahun. Di Indonesia sendiri, pemuda telah diberikan hak memilih dan dipilih dalam perpolitikan di usia 17 tahun. Itu artinya, peran pemuda sangat penting dalam berbagai hal, baik dalam agama maupun berbangsa dan bernegara.

Peran Orang Tua

Sebagai orang tua tentu ingin memiliki anak-anak yang tumbuh menjadi pemuda istimewa pembela agama. Keinginan yang sebenarnya wajar, tidak berlebihan bagi keluarga muslim. Namun, menjadi tidak relevan jika keinginan tersebut tidak disertai upaya untuk mewujudkannya.

Ibarat pungguk merindukan bulan, mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin tercapai tanpa kesungguhan orang tua mewujudkannya. Maka, peran orang tua menjadi tombak terbentuknya pemuda istimewa. Peran tersebut sudah dimulai sejak anak ada di dalam kandungan. Bahkan, bisa jadi sejak memilih pasangan hidup yang nantinya bersama-sama merawat, mendidik dan membimbing putra-putrinya agar sesuai dengan harapan orang tua.

Apa hubungannya memilih pasangan hidup dengan peran orang tua membentuk pemuda istimewa? Pasangan hidup yang memiliki visi dan misi yang sama akan bersinergi dalam membentuk keluarga tangguh. Orang tua harus bersama-sama membentuk karakter anak-anaknya. Urusan anak bukan hanya kewajiban ibu, tapi kedua orang tuanya.

Selama istri mengandung, suami wajib menjaga dan memberikan hal-hal positif dengan harapan anak lahir selamat, sehat, kuat, dan smart. Dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an, diceritakan kisah-kisah Rasulullah dan para sahabat juga masa kejayaan Islam di era kekhilafahan dan sebagainya. Begitu anak lahir, dikumandangkan azan, diberikan nama yang bermakna.

Orang tua terus merawat dan mendidik anak-anaknya dengan memahamkan akidah sejak dini. Memberikan ASI dengan memberikan fitrah keimanan. Terus memperkenalkan ayat-ayat Al-Qur’an. Memperkenalkan apa-apa yang menjadi ciptaan Allah, dikenalkan perbuatan yang diperintahkan-Nya maupun yang dilarang, dan sebagainya.

Ketika anak-anak sudah mulai mengerti, orang tua perlu melatihnya menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga, terbentuk keimanan pada diri anak-anak. Insyaallah akan terbentuk keimanan yang kuat saat tumbuh menjadi pemuda balig.

Iman dan Takwa

Setelah serangkaian upaya orang tua merawat, membimbing dan mendidik anak, tentu ada hasil yang sesuai dengan usahanya. Tingkat keimanan yang tertanam pada diri anak ketika telah mencapai usia balig akan memengaruhi ketakwaannya kepada Allah.

Benar-benar mendengarkan dan taat. Inilah esensi yang akan diaplikasikan dalam kehidupan. Iman dan takwa anak-anak di usia balig akan membentuk pemuda istimewa yang siap berjuang membela agama. Lalu bagaimana cara menumbuhkan iman dan takwa kepada anak-anak yang sudah balig, telah tumbuh menjadi pemuda dewasa? Maka yang perlu dilakukan orang tua (khususnya) adalah sebagai berikut:

Pertama, pahamkan bahwa iman dan takwa harus dicari. Bukan sekadar faktor keturunan, karena hal ini adalah rasa dan amal yang muncul disebabkan adanya pemahaman. Maka, pastikan bahwa pemahaman yang dimiliki merupakan pemahaman yang benar. Pemahaman yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunah yang telah dijamin kebenarannya.

Karena itu, penting mengetahui sumber pemahaman tersebut dan wajib bagi setiap muslim untuk mengkaji Islam secara menyeluruh. Dengan langkah ini, maka diharapkan iman dan takwa dapat tumbuh kokoh bersemayam di dalam jiwa pemuda.

Kedua, mempertahankan iman dan takwa tersebut agar tetap dalam genggaman. Untuk itu tidak ada yang lain kecuali harus istikamah dalam keimanan dan ketakwaan hingga mendapatkan gelar husnul khatimah di akhir kehidupan ini.

Istikamah bisa dilakukan jika sering bersama dengan orang-orang saleh. Senantiasa bersama dengan para pemburu ilmu dan kebaikan. Senang duduk bersama dalam forum-forum kajian ilmu. Perlu diingat, jangan pernah sekali-kali menyendiri. Karena setan tidak akan pernah berhenti menggoda manusia, terutama saat sendiri. Setan dari golongan jin ataupun manusia, yang membisikkan kemaksiatan. Sedikit saja lengah, maka mereka sigap memanfaatkan.

Wahai pemuda, jadilah kalian istimewa di hadapan Allah dengan menjadi pembela agama. Dengan begitu, kalian juga pasti istimewa di hadapan manusia dan makhluk-Nya. Raihlah naungan Allah yang akan diberikan di akhirat kelak, sebagaimana disampaikan di sebuah hadis, ”Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil; pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya; seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid; dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah; seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia berkata, ”Aku takut kepada Allah!”; seseorang yang memberi sedekah tetapi dia merahasiakannya seolah-olah tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diberikan tangan kirinya; dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Allahu a’lam bish showab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
R.Raraswati Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kemauan Itu Sudah Ada, tapi Kenapa Sulit Melangkah?
Next
Studi Komparasi Pendidikan Formal dan Pendidikan Nonformal atau Homeschooling
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram