Pahamilah Perjuangan Ibu

"Sang ibu berhak mendapat bakti anaknya tiga kali lipat dari sang ayah. Ini adalah gambaran betapa besarnya kehormatan yang diberikan kepada seorang ibu dalam Islam. Hanya Islam yang mampu memuliakan makhluk luar biasa yang menyandang gelar sebagai ‘ibu’."

Oleh. Ru’yatan Bilhaq
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.com-Tetes demi tetes air mata berjatuhan membanjiri kedua pipi. Disekanya tetesan yang mengalir namun tak lama segera disusul dengan tetesan yang baru. Tanpa sadar diri hanyut dalam tangisan yang mengguncang batin. Terlintas dalam benak, seorang wanita yang sangat besar perjuangannya saat diri kecil hingga dewasa kini. Dia adalah kekasih hati, penyejuk dikala risau, pembimbing iman. Dia tak lain tak bukan adalah sang ibu. 

Setelah hanyut dalam tangis sepi, air mata mengering, hati mulai tenang, dilanjutkannya rangkaian kata demi kata berupa tulisan yang sama sekali tidak bermaksud menggurui, namun hanya sekadar mengingatkan bagi setiap insan yang bergelar ‘anak’. 

Baru beberapa kata terangkai, tak lama wanita tegar sang pahlawan itu menghubungi melalui sambungan android. Terdengar suara yang telah terekam dalam memori sejak berada dalam kandungan membuat ingin menangis seketika itu juga. Namun, segera ditahannya dan tetap berbicara tenang agar ia tidak mengkhawatirkan diri ini seperti biasanya. Ya, sering kali wanita spesial bergelar ‘ibu’ bisa mengetahui kondisi sang anak hanya dengan sekadar mendengar suaranya. Ajaib!

Sahabat, ketika kita bernostalgia mengingat masa kecil kita, masa sekolah, masa kuliah maupun masa kerja yang telah kita lalui dahulu, sering kali muncul pertanyaan dalam benak, bagaimanakah sekarang kabar teman-teman kita dulu? tinggal di mana mereka sekarang? Hingga tak jarang kita berusaha mencari mereka di kolom pencarian media sosial. Ketika berhasil terhubung dengan mereka, kita pun  langsung segera merajut tali silaturahmi yang sempat terputus. Benar saja, terpancar kebahagiaan luar biasa bisa bertemu dengan mereka yang pernah hadir mengisi hari-hari kita di masa lalu. 

Jika kita mau menghitung, rata-rata jalinan pertemanan kita dengan teman SD hanyalah enam tahun lamanya, teman SMP dan SMA masing-masing tiga tahun, teman kuliah empat tahun, serta teman kerja maksimal belasan tahun. Tidak dengan sang ibu, berapa lama ibu ada dalam kehidupan kita? Paling lama bisa puluhan tahun. Oleh karenanya, pantaskah kita menduakan ibu kita? Pantaskah kita mendahulukan teman dibandingkan ibu kita? Pantaskah kita sering kali mengunjungi teman namun jarang untuk ibu kita? 

Wahai Sahabat, bukankah ibu adalah anugerah besar yang Allah Swt. berikan kepada kita? Sesungguhnya tidaklah kita mampu membalas semua jasa-jasanya dengan bentuk apa pun. Namun bukankah ada potensi dalam diri untuk bisa membahagiakannya dengan menjadi anak yang berbakti padanya dan menaati hukum Allah Swt. semasa hidup? jika sang ibu telah berpulang, kita pun masih bisa berbakti dengan cara mendoakannya, memohonkan ampunan untuknya, serta bersedekah atas namanya. Bukankah salah satu kebaikan yang tiada terputus adalah doa anak yang saleh? 

Dua setengah tahun yang lalu, di waktu ba’da salat Subuh ketuban penulis mulai pecah dan langsung segera dibawa ke klinik persalinan untuk persiapan melahirkan anak pertama. Kurang lebih sekitar dua belas jam menahan rasa sakit kontraksi, demam pun menyerang. Pada pukul sebelas malam lebih, pihak klinik mengabarkan pihak rumah sakit bahwa ada pasien yang akan dirujuk ke sana untuk dilakukannya operasi mengingat sang bayi belum berhasil dikeluarkan. Di detik-detik terakhir sebelum ambulans rumah sakit datang untuk menjemput, alhamdulillah atas pertolongan Allah Swt. sang bayi pun lahir dengan selamat. Setiap ibu memiliki cerita pengalamannya tersendiri ketika melahirkan Anda, namun intinya semua sama. Mereka sama-sama telah berjuang untuk itu.

Ada momen yang masih melekat erat di ingatan penulis, di mana saat itu penulis dan dua orang kakak masih duduk di bangku SD. Dulu tidak ada angkutan umum yang bisa membawa kami menuju sekolah. Alhasil, ibulah yang mengantarkan kami ke sekolah menggunakan sepeda dengan posisi penulis di stan, ibu di jok, dan dua kakak berada di jok belakang. Saat itu kondisi ibu sedang mengandung anak pengais bungsunya yang kesembilan. Momen itu benar-benar membuat sedih penulis jika mengingatnya. Bahkan ketika sang ayah telah berpulang ke rahmatullah, ibu lah yang menjadi tulang punggung keluarga hingga berhasil menyekolahkan kesepuluh anaknya atas izin Allah Swt.

Dalam Islam, sang ibu berhak mendapat bakti anaknya tiga kali lipat dari sang ayah. Bukan bermaksud merendahkan martabat sang ayah, hanya saja ini adalah gambaran betapa besarnya kehormatan yang diberikan kepada seorang ibu dalam Islam. Hanya Islam lah yang mampu memuliakan makhluk luar biasa yang menyandang gelar sebagai ‘ibu’. 

Banyak kisah orang-orang terdahulu yang bisa dijadikan pelajaran betapa besarnya bakti mereka kepada ibunya. Ada Uwais Al-Qorni, lelaki yang menggendong ibunya dari kediamannya menuju Makkah Al-Mukarromah untuk mengabulkan keinginan sang ibu menunaikan ibadah haji. Ada juga Sa'ad bin Ubadah yang menyedekahkan kebun yang banyak buahnya atas nama sang ibu. Ada juga Kilab bin Umayyah yang senantiasa memerah susu untuk diberikannya kepada kedua orang tuanya. Ada juga Sa’ad bin Abi Waqosh yang tetap berbuat baik kepada ibunya walaupun ibunya merupakan penyembah berhala. Tentunya masih banyak lagi kisah tentang bakti seorang anak yang bisa kita jadikan teladan.

Ironisnya, di sistem kapitalisme ini, sang ibu terutama ibu muda sering kali dieksploitasi untuk kepentingan elite global. Di sistem sekularisme ini juga sang ibu dirusak pemikiran dan akhlaknya agar secara otomatis rusak pula tatanan keluarga kaum muslimin di seluruh dunia. Di sistem liberalisme ini juga lahirlah banyak anak-anak durhaka yang sering kali menyakiti sang ibu karena dijauhkannya mereka dari nilai-nilai Islam sejak dini. Yang lebih menyayat hati adalah ketika sistem Islam tidak diterapkan di muka bumi, banyak bermunculan ibu depresi yang tega merenggut nyawa buah hatinya karena tak sanggup menanggung beban hidup yang berat saat ini, salah satunya adalah impitan ekonomi. Naudzubillah min dzalik.

Memang, hanya sistem Islam yang kini dinanti-nanti kedatangannya. Ketika hukum-hukum Allah Swt. diterapkan, tentu akan banyak kebaikan-kebaikan bagi seluruh alam semesta, salah satunya adalah para ibu yang akan dimuliakan sebagaimana mestinya. Pahamilah perjuangan ibumu, berterima kasihlah padanya walau kita tidak mampu membalas kebaikannya dengan sempurna. Namun, yakinlah bahwa Allah Swt. adalah sebaik-baik pemberi balasan. Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ru’yatan Bilhaq Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Pemuda Militan Pilar Peradaban
Next
Lahwun Munadhamun: Tragedi Kanjuruhan Residu Industri Sepak Bola ala Kapitalisme
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram