Langkah Naura

"Setiap bunda bercerita tentang kegiatannya, ayah hanya menjawab dengan senyuman, padahal Naura menunggu tanggapan ayah. Merindukan nasihat ayah, perhatian ayah, dan sekadar duduk berdua di taman belakang sambil minum teh. Saat perhatian itu datang dari seorang Ridwan, Naura merasa dunia menghampirinya. Jiwanya merasa melambung ke udara saking bahagianya."

Oleh. Lia Herawati
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- "Emm… Bu- Bunda …." suara lembut mengalun, terdengar ragu dan hati-hati memanggil seseorang yang sangat disayanginya. Wanita yang seakan tidak ada lelah mengurusnya sampai dirinya memasuki usia remaja.

"Yaaa," jawab bunda tanpa menengok ke arah panggilan suara. Pandangannya masih tertuju pada layar ponsel.

Naura masuk ke dalam kamar setelah mendapatkan izin dari sang penghuni. Kamar itu tidak luas namun terasa nyaman. Dia duduk di pinggiran tempat tidur menghadap bunda yang sedang duduk di kursi ternyamannya. Jantung Naura berdegup kencang, ia tidak tahu harus mengatakan dari mana. Satu pekan ia telah membohongi wanita yang telah melahirkannya. Selama ini apa pun yang dia alami, bunda selalu nomor satu yang mengetahui. Tidak pernah bisa Naura menyembunyikan apa pun dari sang bunda. Bunda sangat baik, lembut, penuh kasih sayang, apa pun yang Naura minta jarang sekali ditolak. Hal ini yang membuat Naura merasa bersalah karena telah menyembunyikan suatu hal dalam hatinya.

"Sebentar ya Nak, Bunda selesaikan baca artikel tentang batasan interaksi seorang muslimah di luar rumah. Bagus ini tulisannya."

Deg! Batasan interaksi? Pikiran Naura mulai kalang kabut mendengar kalimat tersebut. Bukannya ia tidak paham dengan pergaulan seorang muslimah. Di Sekolah Menengah Pertama berbasis Islam yang kini didudukinya sering menyampaikan tentang interaksi perempuan dan laki-laki setelah baligh. Tidak ada ikhtilat terlebih khalwat, karena itu termasuk hal yang mendekati zina. Taruhannya adalah dosa besar.

Lalu, apa yang akan Naura jelaskan pada Bunda? Pemahamannya tentang khalwat seakan ingin ia patahkan. Seribu cara mencari pembenaran dari hukum Allah. Pergaulannya dengan lawan jenis bukankah sebuah gerbang dalam mencari pendamping hidup yang kelak akan menemaninya dalam suka dan duka? Jika tidak diawali dengan perkenalan, sepasang suami istri tidak akan saling memahami.

"Ada apa, Sayang?" suara lembut bunda menyadarkannya dari lamunan. Degupan jantungnya semakin kencang. Ingin rasanya ia mengurungkan niat untuk berbicara. Namun, sepekan ini ia merasa berdosa karena membohongi sang bunda.

"Kakak punya pacar." tiga kata terlontar dengan cepat dari mulut mungilnya. Bulu mata panjangnya mengibaskan beberapa kali tanda kegugupan. Jari-jari tangannya terasa dingin, aliran darah seakan berhenti. Ditambah melihat ekspresi muka Bunda seperti saat menonton adegan film yang ia pause. Wajah cantik bunda berubah pucat, napasnya seakan berhenti. Naura tidak tahu apa yang dipikirkan bunda.

Beberapa detik bunda terpaku, namun setelah itu bunda tersenyum manis sekali. Degupan kencang yang Naura rasakan mulai bersahabat. Ekspresi kaget bunda mungkin sebuah hal yang biasa saat mendengar putrinya kini telah mempunyai rasa. Naura yakin, Ridwan adalah lelaki yang baik. Sepekan menjalani hubungan dengannya merupakan hal terindah. Ridwan tidak pernah menyentuh apa pun dari tubuh Naura. Dia merasa Ridwan sangat menghormatinya. Hubungan ini akan Naura jaga dengan baik, dengan begini akan bisa mengenal Ridwan lebih lama. Sehingga kelak saat berjodoh mereka terhindar dari salah paham karena telah saling memahami.

"Sudah berapa lama Naura pacaran? Dengan siapa?"

"Baru sepekan, Bunda. Sama Kak Ridwan yang rumahnya di komplek sebelah, Bunda kenal kan?" suara Naura terdengar ceria, lalu ia menceritakan awal dari kesepekatan hubungannya dengan Ridwan. Kalimat demi kalimat mengalir dengan lancar tanpa ada yang Naura sembunyikan.

"Kakak sayang, Bunda senang sekali Kakak mempunyai perasaan senang dengan lawan jenis, itu merupakan sebuah fitrah seorang anak manusia. Seperti rasa senangnya seorang Fatimah putri Rasulullah terhadap Ali bin Abi Thalib, begitu pun sebaliknya Ali sangat menyukai Fatimah."

"Iya bener Bunda, Kakak juga berpikir seperti itu Kalau rasa suka ini tidak dikeluarkan maka Kakak tidak akan fokus belajar. Kalau gini kan Kakak jadi semangat." Naura begitu antusias saat mendengar penjelasan bunda. Ia merasa keputusannya menerima Ridwan adalah tepat.

"Tapi, Fatimah dan Ali tidak saling mengutarakan. Mereka menyimpan rasa itu baik-baik di dalam hatinya. Mereka mengadukan semua perasaannya pada Sang Pemilik Cinta. Fatimah maupun Ali saling mencintai dalam diam, karena mereka tahu batasan interaksi dengan bukan mahram. Mereka mengadukan semuanya pada Allah, menunggu waktu dan kesempatan yang tepat hingga Allah menyatukan mereka pada hubungan yang halal."

"Kakak sayang, disukai lawan jenis adalah wajar. Kakak menyukai laki-laki juga bukan sebuah kesalahan. Tapi, jaga kemurnian hati Kakak hanya untuk mencintai Allah. Cinta manusia itu semu tapi cinta Allah itu hakiki." dengan penuh kehati-hatian bunda mencoba menyentuh dasar hati putrinya, agar Naura tidak merasa dihakimi namun paham dengan aturan Islam yang memadai.

"Tapi, jika tidak ada hubungan sebelum nikah apa bisa saling mencintai? Kalau tidak cinta apa bisa bersatu?" pikiran Naura yang gamang merasa tidak masuk akal dengan teori yang disampaikan bunda.

"Sebentar lagi Kakak menjalani ujian akhir, masuk SMA nanti beban Kakak semakin besar. Tugas Kakak adalah belajar. Masalah jodoh kita serahkan pada yang mengatur kehidupan. Islam sudah dengan lengkap mengatur itu semua."

"Jadi, Islam juga membolehkan pacaran? Tapi, nanti kalau Kakak udah dewasa?"

Lagi-lagi bunda tersenyum manis sekali sembari membelai rambut lurus dan hitam putri semata wayangnya. "Dalam Islam tidak ada pacaran, Sayang. Pacaran itu banyak mudharatnya, setan akan bersorak jika ada laki-laki dan perempuan bukan mahram berdekatan."

"Tapi, Kak Ridwan baik kok, Bun. Selama ini dia sangat menghormati Kakak. Kita juga nggak pernah berduaan, selalu ditemani Maudi, Nana, atau Sinta. Kakak juga nggak mau kalau ketemu hanya berdua," kilah Naura berharap bundanya bisa memberikan izin meskipun dengan sejuta syarat asalkan dirinya tetap menjalin hubungan dengan Ridwan.

"Bunda sangat percaya Kakak tidak akan mengecewakan Ayah dan Bunda. Kakak bisa menjaga kehormatan. Ridwan juga anak baik dan berasal dari keluarga baik-baik. Tapi, Bunda tidak percaya dengan lingkungan yang dikelilingi bisikan setan. Ikhtilat itu mengundang datangnya pesta setan. Aturan sudah jelas seterang matahari di siang bolong. 'Jangan mendekati zina!' Mendekatinya saja sudah dilarang, kenapa? karena saat kita mendekati, akan sangat mudah terjerumus. Na'uzubillah."
bunda terus berpikir untuk menyusun kata agar bisa dipahami nalar putri tersayangnya. Menyampaikan kebenaran yang masuk logikanya agar Naura bisa terus nyaman bercerita dengan bundanya.

"Naura pastikan itu tidak akan terjadi, Bun. Hubungan Naura dengan Kak Ridwan adalah hubungan yang sehat tanpa didasari nafsu seperti yang Bunda khawatirkan." hati dan pikiran Bunda saat ini sangat kacau, bagaimana mungkin putrinya yang manis dan sangat penurut itu bisa mengatakan hal demikian, membantah setiap penjelasan yang diberikan. Bahkan kisah Fatimah dan Ali pun tidak membuatnya menjadi pelajaran.

Kejadian ini di luar prediksi bunda. Ia selalu berusaha tidak hanya menjadi seorang ibu bagi kedua anaknya. Terus belajar dan belajar agar anak-anaknya bisa nyaman bercerita apa pun padanya. Rela menjadi tameng di depan suaminya saat Naura pulang malam karena telah menghadiri acara ulang tahun Maudi. Ia pun rela berkeliling mall berjam-jam demi menemani sang putri yang ingin merasakan hangout dengan teman-temannya. Namun, untuk urusan yang penting ini kenapa putrinya tega bersembunyi, mengatakan setelah hubungan itu disepakati.

Melihat diam bundanya, Naura menjadi serba salah. Ia tidak tahu diamnya bunda apakah tanda setuju dengan argumentasinya? Atau bunda malah marah padanya? Naura merasa harus mempertahankan hubungan ini karena ia takut tidak akan ada lagi perhatian manis yang diberikan Ridwan. Tidak ada lagi yang menanyakan kabarnya setiap saat, yang mengingatkan untuk tidak telat makan, dan mengajarinya saat ada pelajaran yang tidak ia mengerti. Semua perhatian Ridwan sangat ia rindukan, hal yang seharusnya ia dapatkan dari ayahnya.

Jarang sekali ia bertemu ayahnya, tidak ada pula perhatian yang diberikan. Ayahnya tidak pernah peduli keadaanya, sekalinya ketemu, ayah hanya melontarkan satu atau dua kalimat, itu pun hanya menanyakan 'temannya siapa saja?'

Setiap bunda bercerita tentang kegiatannya, ayah hanya menjawab dengan senyuman, padahal Naura menunggu tanggapan ayah. Merindukan nasihat ayah, perhatian ayah, dan sekadar duduk berdua di taman belakang sambil minum teh.

Saat perhatian itu datang dari seorang Ridwan, Naura merasa dunia menghampirinya. Jiwanya merasa melambung ke udara saking bahagianya.

"Nak, Ayah memang jarang di rumah. Hubungan kalian kurang dekat, tapi Ayah sangat menyayangi kalian." Naura sangat terpesona dengan bundanya, lagi-lagi selalu tahu apa yang sedang dipikirkannya. Tapi, Naura ragu apa benar ayah menyayanginya?

"Setiap Ayah mempunyai cara sendiri untuk menyayangi anak-anaknya. Perhatian Bunda adalah karena Ayah, Bunda menemani kalian adalah karena pesan Ayah, setiap hari Bunda masakin kalian makanan bergizi adalah titipan dari Ayah. Ayah selalu menelpon Bunda hanya untuk memastikan Kakak dan Adik baik-baik saja, semua keperluan terpenuhi. Perhatian Ayah diberikan melalui tanggung jawabnya."

"Kakak tahu, betapa marahnya Ayah saat tahu Kakak pulang malam waktu menghadiri acara ulang tahun Maudi? Bunda terus mencari alasan agar Ayah tidak sampai memarahimu. Percayalah Ayah sangat menyayangi kalian." embun dalam mata bening bunda berdesakan sampai mereka tidak bisa lagi bertahan, akhirnya meluncur bebas membasahi pipi halusnya.

Naura terkesiap, benarkah apa yang disampaikan bunda? Begitu perhatiankah ayah? Tapi mengapa ayah tidak secara langsung memperlihatkan? Mengapa harus melalui bunda? Pertanyaan mengenai siapa saja temannya, apa itu mengandung sebuah makna? Apa dengan mengetahui teman-temannya, ayah bisa memastikan Naura aman dan baik-baik saja? Teringat pesan Bu Mirna untuk hati-hati dalam berteman, karena seseorang yang berteman dengan tukang minyak wangi, maka akan mendapatkan wanginya. Namun, jika dekat dengan seorang pandai besi maka akan terkena percikan apinya atau bau asapnya.

Saat duduk di kelas tujuh, Naura pernah berteman dengan Rona, lalu ayah menyuruh Naura untuk tidak terlalu dekat berteman denganya, hanya sekadarnya saja. Belakangan Naura tahu Rona sering bolos sekolah dan kedapatan sedang bermain game online.

"Ya Allah, selama ini aku dibutakan dari itu semua. Ego dalam diriku menutupi kebenaran. Selama ini aku nggak bisa mengenal ayahku sendiri. Ayah berangkat saat aku sedang sibuk-sibuknya bersiap ke sekolah, pulang di saat aku sudah terlelap, kadang beberapa hari nggak pulang karena ada kerjaan di luar kota.” Naura menangkupkan kedua tangan pada wajahnya. Pundaknya berguncang, air matanya keluar melalui celah jari-jari lentiknya.

“Betapa berat beban ayah, ia harus menanggung risiko tidak dekat dengan anak-anaknya demi tanggung jawab yang ada di pundaknya. Namun, ternyata Ayah selalu menanyakan kabar kami pada Bunda, selalu menanyakan aktivitas kami pada Bunda, dan menanyakan segala hal tentang kami pada Bunda. Betapa teganya aku, membalas semua pengorbanan Ayah dengan pengkhianatan demi mendapatkan perhatian yang belum tentu sebesar perhatian Ayah.” batinnya terus berteriak. Pundak Naura berguncang hebat, bunda langsung memeluknya erat memberikan ketenangan.

Beberapa saat ibu dan anak gadisnya diam dalam keharuan. Tersisa isakan yang belum juga berhenti saking dalamnya kesedihan. Naura sangat menyesali langkahnya, mengira menjalin hubungan dengan Ridwan akan mengobati kurangnya perhatian ayah. Ternyata itu hanya akan melukai ayah dan bunda yang telah banyak berkorban untuknya.

“Sayang, Ayah menitipkan kalian ke sekolah Islam berharap itu akan membantu Ayah dalam mendidik kalian mengenai Islam. Kurangnya pengetahuan Ayah dan Bunda dalam Islam semoga bisa kalian dapatkan di sekolah. Bantu Ayah agar pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak tidak terlalu besar. Apa yang harus Ayah dan Bunda katakan pada Allah jika ternyata anak gadisnya berdekatan bahkan menjalin hubungan tidak halal dengan lawan jenis?”

“Iya Bunda, Kakak menyesal. Maafkan Kakak, Kakak akan memperbaiki kekhilafan ini.” Naura kembali memeluk bunda erat.

“Kakak akan meniru sikap Fatimah putri Rasulullah yang pandai menyimpan rasa, lalu menyerahkannya pada yang menggenggam hati. Doakan Kakak Bun, semoga Kakak bisa istikamah.” genggaman bunda menguatkan tekad Naura.

“Mulai minggu depan Kakak mau ikutan halaqah, Bun, sebenarnya Naya sering mengajak Kakak ikut kajian tapi selalu ditolak dengan berbagai alasan, akhirnya Kakak menempuh langkah yang salah. Mungkin ini cara Allah untuk mengingatkan Kakak.” bunda semakin erat menggenggam jemari putrinya, lalu menciumnya dengan takjub. Bersyukur Allah telah membukakan hati Naura untuk mendapatkan hidayah yang telah lama menghampirinya.

Langkah Naura kini semakin kuat, berada dalam lingkaran penuh keberkahan. Bergelimang ilmu yang akan menuntunnya pada cinta hakiki. Perhatian manusia hanya semu, namun perhatian Allah harus terus dijamu.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Lia Herawati Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bola Kematian
Next
Luka Hati Raihana
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram