Laki-Laki Pembebas

"Yaa Allah, teguhkanlah kami atas agama-Mu dan atas perjuangan mengemban dakwah-Mu hingga kami menemui-Mu."

Oleh. Ghumaisha Gaza
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Saat langit masih berwarna jingga dengan gradasi ungu violet yang unik, Fatih telah mengendarai sepeda motornya menuju Jatinangor. Jantungnya terasa berdegup lebih kencang. Hari ini, Ahad 9 Februari, ia akan memimpin aksi pemuda tolak pergaulan bebas. Setelah hampir dua pekan persiapan ternyata jumlah peserta yang akan hadir mampu melampaui target.

Aksi hari ini akan dimulai dengan berkumpul di Masjid Raya Unpad. Kemudian seluruh peserta akan melakukan long march dari gerbang lama Unpad menyusuri jalan raya Jatinangor melewati Jatinangor Town Square, Ikopin hingga ke IPDN. Dari sana peserta akan berbelok ke arah kampus ITB lalu ke arah Pasar Minggu Unpad hingga mencapai gerbang utama Unpad di sebelah utara.

Suasana Masjid Raya Unpad pagi itu belum begitu ramai. Fatih melirik jam tangannya, baru jam setengah enam. Ia lantas berjalan ke ruangan basement dan disambut oleh beberapa temannya. Logistik aksi tampak menumpuk di sana. Fatih memeriksanya sejenak kemudian menghampiri sahabatnya, Ziyad.

"Minum dulu, Tih!" seru Ziyad sambil menyodorkan segelas lemon tea yang masih berasap. Tampak termos besar dan beberapa gelas styrofoam di dekat mereka.

"Jazakallah!" ucap Fatih. Ia lalu duduk sambil memegang gelas teh tersebut dengan kedua tangannya.

Tidak memerlukan waktu lama bagi Fatih untuk menghabiskannya. Kini ia merasa tubuhnya lebih hangat. Tepat pada pukul enam Fatih melakukan briefing bersama seluruh panitia. Mereka berjumlah empat puluh lima orang.

Setelah hampir setengah jam akhirnya briefing selesai. Sebagian besar panitia mulai beranjak dari tempat duduknya. Namun, masih menyisakan sepuluh orang pemuda yang diketahui sebagai panitia inti. Mereka merupakan mahasiswa tingkat tiga, berasal dari berbagai fakultas yang dipertemukan dalam organisasi mahasiswa ekstra kampus, Gema Pembebasan.

Fatih sebagai koordinator lapangan aksi sekaligus ketua Gema Pembebasan akhirnya benar-benar menutup rapat singkat tersebut dengan kembali memanjatkan doa, "Yaa Allah, teguhkanlah kami atas agama-Mu dan atas perjuangan mengemban dakwah-Mu hingga kami menemui-Mu."


Peserta aksi yang jumlahnya mencapai lima ratus orang tampak telah berbaris rapi. Dipimpin oleh barisan rijal di depan dan barisan nisa mengikuti di belakang. Semuanya adalah anak muda, berasal dari beberapa universitas dan sekolah menengah yang ada di daerah Sumedang.

Tampak lima spanduk berukuran satu kali tiga meter dibentangkan menghadap jalan. Juga ratusan poster persegi panjang berukuran kertas A3 dengan desain tulisan menarik. Beberapa panitia pun akan membagikan selebaran berisi ajakan untuk menolak pergaulan bebas, termasuk ajakan menolak perayaan Valentine’s Day.

"Sayang banget, kita nggak diizinkan membawa bendera tauhid!" ucap Ziyad lirih sambil memandang ke arah barisan paling depan. Di sana terdapat satu buah mobil bak terbuka lengkap dengan sound system tempat para orator akan menyampaikan orasinya.

Fatih turut memandang jauh. "Mampu menghimpun peserta sebanyak ini memang terasa kurang tanpa kibaran Al-Liwa dan Ar-Rayah."

"Tapi kita bisa dipersekusi kalau nekat bawa!" seru Ziyad. Ia teringat bagaimana negosiasi tatkala mengantarkan surat pemberitahuan aksi ke Polsek Jatinangor.

"Ya, begitulah. Ayo, tetap semangat. Kita harus memastikan aksi berjalan dengan baik sampai akhir!" Fatih menepuk pundak sahabatnya. "Sepuluh menit lagi, bismillah!"

Tidak dimungkiri jauh di lubuk hatinya hinggap kekhawatiran adanya persekusi atau gangguan lainnya. Fatih menghela napas dalam-dalam. Sinar mentari belum begitu panas, tetapi ia merasakan tubuhnya sudah berkeringat. Ia lalu mengenakan topi dan melepas jaketnya. Ketika hendak melangkah, ponsel yang ada dalam tas selendangnya bergetar. Notifikasi pesan Whatsapp. Fatih hampir mengabaikan pesan di ponselnya itu, tetapi setelah melihat siapa yang mengirimkan pesan, ia segera membukanya.

[Masyaallah, tabarakallah…]
[Semoga sukses dan lancar aksinya!]

Tanpa menunggu lama, Fatih segera menelpon nomor yang baru mengirim pesan tersebut.

"Makasih, Mi…"

"Iya, Nak! Sama-sama. Tadi Umi lewat ke situ, dan melihat peserta aksi yang sudah banyak. Sekarang Umi sudah di Masjid Al-Jabbar."

Fatih refleks melirik ke arah Barat, memandang jauh ke arah Masjid Al-Jabbar yang berada di kampus ITB Jatinangor. Pada hari ini umminya juga ada agenda di masjid tersebut. Menjadi narasumber pada acara majelis taklim yang diselenggarakan Forum Muslimah Sumedang. Acara khusus untuk ibu rumah tangga, tokoh perempuan, dan para pengajar sekolah.

"Tetap tenang, ya! Selesai aksi, makan siang sama Umi!"

Fatih tersenyum. Suara di seberang sana terasa menyejukkan. "Iya. Aku hubungi Umi lagi nanti siang ya, insyaallah!"

Selesai menelpon uminya, Fatih segera memasukkan ponselnya kembali. Ia lalu meraih sebuah handy talky dan mulai memberikan instruksi. Sesuai rencana, barisan yang sudah mengular ini pun mulai melangkah pada pukul delapan lewat tiga puluh menit. Sebuah drone camera yang disewa panitia juga telah mengudara.

"Wahai para pemuda! Di pundak kalianlah masa depan ini berada! Jangan biarkan pergaulan bebas menghancurkan mimpi dan cita-cita. Perayaan Valentine’s Day hanyalah perangkap musuh-musuh Islam yang durjana! Sadarlah wahai pemuda, mari kerahkan upaya untuk kebangkitan Islam yang mulia. Takbir!!!"

"Allahu Akbar!" sahut seluruh peserta bergemuruh. Fatih memandang barisan di depannya penuh haru.

"Tetap jaga stamina, Tih! Perjalanan masih lumayan panjang," seru Ziyad dari dalam mobil. "Antum nggak pake motor juga!"

"Siap!"

Fatih di samping mobil hanya tersenyum melihat sahabatnya. Ziyad, ia amanahi untuk berada di mobil carry bersama empat panitia lain. Mobil yang berada paling belakang barisan, membawa air mineral, P3K, serta logistik lainnya.

Sampai sejauh ini aksi yang dipimpinnya bisa berjalan dengan baik. Para orator juga bisa tampil dengan maksimal. Meski arus lalu lintas menjadi padat, tetapi Fatih bisa melihat bagaimana antusias para pengemudi serta penumpang memperhatikan aksi ini. Pejalan kaki pun banyak yang mau menerima selebaran yang dibagikan panitia.

"Laa ilaaha illallaah, muhammadur rasuulullah!" seru MC menjaga semangat peserta. "Takbir!!!"

"Allahu Akbar!"


Aksi long march merupakan salah satu aktivitas umum yang bisa dilakukan untuk menyadarkan umat, membangun opini di tengah-tengah masyarakat. Menggerakkan mereka untuk kembali pada hukum-hukum Islam. Sebagaimana Rasulullah saw. juga pernah membentuk kaum muslimin dalam dua barisan, dalam barisan pertama dipimpin Umar al-Faruq dan barisan kedua dipimpin Hamzah. Saat itu orang-orang musyrik Quraisy hanya terperangah.

Fatih tenggelam dalam lamunannya, ia teringat sebuah tulisan yang ia baca beberapa hari yang lalu tentang aksi.

"Sehat, Tih?" tanya Ziyad memecah lamunannya. Ziyad lalu duduk di samping Fatih. Sementara Fatih hanya mengangguk lalu menyeka keringatnya.

Kini usai sudah. MC telah resmi menutup aksi hari ini. Fatih merasakan dirinya jauh lebih tenang. Sambil duduk di bawah pohon yang rindang, ia memperhatikan peserta yang mulai mundur perlahan. Didahului barisan nisa kemudian barisan rijal . Semua logistik aksi dikumpulkan kembali kepada panitia. Sesekali Fatih melambaikan tangan pada peserta laki-laki yang pamit pulang duluan.

"Ayo!" ajak Fatih sambil mengulurkan tangannya pada Ziyad.

"Antum nggak ada capek-capeknya!"

"Evaluasi sebentar di MRU. Motor panitia juga ‘kan di sana."

Sambil menunggu mobil yang akan mengantarkan mereka ke Masjid Raya Unpad, Fatih dan Ziyad berjalan ke kawasan kampus melalui gerbang utara. Mereka berdua tampak asyik berbincang ketika tiba-tiba sebuah drone camera tampak mendekati mereka.

"Wah… ini sepertinya akan menjadi scene terakhir aksi hari ini!" seru Ziyad sambil menengadahkan kepalanya. Fatih turut memandang langit.

"Ayo, buka topimu dan lambaikan tangan!" seru Ziyad menepuk pundak sahabatnya. "Orang-orang harus tahu siapa aktor di balik aksi kita ini!"

Meski sempat menolak, akhirnya Fatih menuruti permintaan sahabatnya itu.

"Sampai jumpa di aksi berikutnya!!!" teriak Ziyad. Mereka berdua kemudian melambai ke arah kamera. Langit hari itu begitu cerah. Sementara matahari sedikit lagi akan mencapai garis meridian langit. Senyum merekah di wajah dua pemuda yang rupawan itu.


Fatih merasakan kesegaran kembali setelah shalat Zuhur. Semua rangkaian aksi sudah selesai dilaksanakan. Ia benar-benar memastikan panitia bisa pulang setelah menuntaskan tugasnya masing-masing. Sambil menunggu, Fatih membuka ponselnya. Sudah banyak pesan yang masuk. Tak lama ponselnya berdering. Sebuah panggilan video grup.

"Masyaallah! Ini toh wajah yang melambai itu!" seru kakak perempuannya.

Fatih tersenyum, entah bagaimana video yang lebih banyak tersebar akan aksi ini adalah video akhir-akhir saat ia bersama Ziyad.

"Anak bungsu Abi sudah hebat, ya! Alhamdulillah, Barakallah!"

"Ayo jemput Umi dulu! Kita cari makan siang spesial, berdua saja!" imbuh uminya. Kemudian disambut keributan kakak-kakak dan keponakannya. Fatih hanya tertawa. Sementara ayahnya yang sedang di luar kota pun hanya tersenyum.

Fatih masih tersenyum saat menyimpan ponselnya. Kemudian sedikit terperanjat ketika Ziyad sudah berada di dekatnya.

"Udah sana! Serahkan semuanya padaku. Tinggal nunggu supir, lagi ngopi dulu. Insyaallah kedua mobil dan semua logistik akan tersimpan di tempatnya dengan baik!"

"Beneran nih? Gak papa aku tinggal?"

"Beneran!" Ziyad mengangguk pasti.

Fatih tersenyum melihat sahabatnya. "Makasih banyak, ya!" Fatih kemudian pergi setelah memasukkan topi, jaket dan tas kecil ke dalam ranselnya.

Perjalanan dari Masjid Raya Unpad ke Masjid Al-Jabbar akan sangat singkat menggunakan motor. Fatih hanya perlu melaju ke gerbang barat Unpad. Selepas Zuhur suasana kampus dan sekitar Jatinangor tampak sepi. Para pedagang Pasar Minggu maupun pejalan kaki juga sudah berangsur pulang.

Fatih baru mencapai jalan di depan danau Unpad ketika sebuah motor tiba-tiba menyeretnya ke samping jalan. Ia juga melihat satu motor dengan dua penumpang berhenti di depannya. Sementara ketika ia menoleh ke kaca spion, satu motor juga berhenti di belakangnya.

Ada urusan apa orang-orang ini? batinnya. Fatih yang sulit menggerakkan motor akhirnya hanya menghela napas. Ia membuka helmnya, lalu memberanikan diri melirik enam orang yang kini ada di sekitarnya. Mereka tampak memakai penutup wajah, bahkan enggan melepas helmnya.

Satu-satunya laki-laki yang mengenakan jaket kulit, tanpa aba-aba meninju wajahnya dengan keras. Fatih terjatuh dari motor dan merasakan darah mengalir dari hidungnya. Belum sempurna ia berdiri, seseorang mengambil tas ranselnya lalu menendang punggungnya. Fatih terjerembab, wajahnya menyentuh jalan.

"Dasar kadal gurun!" umpat laki-laki berjaket kulit. Kini ia menginjak leher Fatih sambil mengatakan sumpah serapah.

Fatih hanya mengerang kesakitan sambil menahan panas jalan di wajah bagian kirinya. Siapa mereka ini?

Akhirnya laki-laki berjaket kulit mundur beberapa langkah. Fatih mencoba merangkak dan mengatur napas. Namun baru sejenak ia menghela napas, seseorang menendang pinggangnya. Fatih kembali terjatuh dan membentur jalan. Ia merasakan sakit di bagian kepalanya. Fatih terbaring di bawah matahari. Matanya kini berair, ia tampak tidak bertenaga meski untuk sekedar meminta tolong. Bibirnya hanya bergumam memohon perlindungan pada penciptanya.

Saat beberapa laki-laki itu akan mengeroyoknya, Fatih samar-samar melihat dua mobil mendekat. Namun, dengan geram laki-laki berjaket kulit segera mendekatinya lagi. Memegang kerah bajunya lalu mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.

"Gue pastikan ini demo terakhir lo!" ucap laki-laki berjaket kulit kejam. Ia kemudian memasukkan belati yang masih bersimbah darah ke dalam jaketnya kembali.

Fatih hanya mengingat ketika seseorang memegang kerah bajunya. Tak lama Fatih merasakan sekelilingnya tiba-tiba gelap. Saat merasakan sesuatu hangat memancar di area perutnya, ia samar-samar mendengar seseorang memanggil namanya histeris. Setelah itu, Fatih tidak lagi mendengar suara apapun. Siang yang cerah menjadi begitu sunyi baginya.


Sepuluh hari yang lalu, pemerintah secara resmi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Menanggapi hal tersebut, Aliansi Umat Islam Sumedang menggelar aksi tolak kenaikan harga BBM pada Selasa 13 September 2022 di depan gedung DPRD kota Sumedang. Hal ini dilakukan karena kebijakan tersebut dinilai begitu membebani rakyat. Aksi ini diikuti oleh banyak elemen masyarakat, dari pemuda hingga para ulama.

Ziyad yang mengikuti aksi tersebut tiba-tiba teringat pada aksi sekitar dua tahun lalu saat masih menjadi mahasiswa, satu bulan sebelum pandemi Covid-19 melanda negeri ini. Ia lalu merindukan sahabatnya yang dijuluki Laki-Laki Pembebas oleh teman-teman di kampus. Selain memang arti namanya, juga karena kreativitasnya dalam berdakwah. Sahabat yang gigih mencari cara agar tujuan dakwahnya bisa tercapai. Termasuk aksi yang sukses menghimpun banyak peserta waktu itu adalah bagian dari keseriusan sahabatnya dalam berdakwah.

"Kamu mau mendiamkan aku begitu saja, Zi?" tanya seseorang memecah lamunannya.

Ziyad terperanjat, "Fatih?!!"

Meski seseorang di sampingnya memakai masker, tapi Ziyad sangat mengenal topi yang digunakannya.

"Aku cari-cari kamu dari tadi!"

"Akhirnya!" Ziyad menatap sahabatnya tak percaya.

Ziyad teringat bagaimana paniknya ia waktu itu saat melihat Fatih bersimbah darah. Sahabatnya itu koma sepuluh hari di ruang ICU. Itu membuat Fatih akhirnya harus mengambil cuti kuliah selama satu semester dan mengalami trauma cukup lama.

Fatih agak takut kembali ke keramaian, bahkan tidak cukup berani untuk bepergian sendiri. Menghabiskan waktu di rumah untuk membaca buku atau mengikuti berbagai kelas daring. Setelah pandemi pun agak sulit bagi Ziyad mengajaknya pergi. Apalagi jika ada aksi-aksi long march. Sekadar diajak futsal atau makan di kedai pun tak mau. Jika tidak ada yang mendesak, Fatih hanya ingin di rumah saja.

"Habis aksi, aku traktir kamu makan, ya!"

"Serius, Tih?"

Fatih hanya tersenyum sambil menatap langit yang cerah. Allah yang Maha Penyayang masih memberikannya kesempatan hidup. Ia kini sadar tak selayaknya memelihara ketakutan di dalam dadanya. Ia harus membebaskan dirinya dari belenggu kekhawatiran dalam berjuang. Ia harus menyerahkan hidup dan matinya hanya untuk Islam.

Selesai[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ghumaisha Gaza Kontributor NarasiPost.Com & Pemenang Challenge True Story NP
Previous
Sentuhan-Nya Menggetarkan Jiwa
Next
Usulan Kenaikan Bantuan Parpol di Tengah Kesulitan Rakyat, Pantaskah?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram