Ibu, Aku Adalah Hujahmu

"Ibu adalah pelita bagi anak-anaknya, menjadi teladan yang akan dicontoh kelak ketika sudah berumah tangga. Maka, sebagai anak yang telah dididik dan dibesarkan dengan tangan lembutnya, jangan pernah kita membuatnya kecewa, sayangilah ia walaupun kini dia hanya bisa mengandalkan tenaga kita."

Oleh. Maftucha
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.com-Tidak terasa sudah empat bulan lebih ibu meninggalkan kami, beliau meninggal di usianya yang ke-85 tahun. Sebuah perjalanan hidup yang sangat panjang, apalagi mengingat kondisi keluarga kami yang pada waktu itu cukup memprihatinkan.

Di mata kami, ibu adalah wanita yang paling perkasa, melebihi laki-laki yang tugasnya sebagai tulang punggung keluarga. Tiada letih ibu kami membantu ekonomi keluarga, melangkah mencari nafkah untuk menghidupi kesembilan anaknya. Ya, dalam keadaan serba terbatas ibu dan bapak harus membesarkan kami.

Saya memang anak bungsu, tapi masih sempat merasakan bagaimana susahnya kehidupan sehari-hari kami. Mulai dari pagi buta ibu harus mencari kayu bakar di tambak (tambak ikan yang tengahnya dibiarkan tumbuh pohon-pohon bakau dan janur yang sangat lebat), yang jaraknya cukup jauh dari desa kami. Setiap hari pula kakak tertua saya harus membantu ibu.

Jika kayu-kayu itu dirasa cukup, maka dijual untuk ditukar atau dibelikan dengan beras. Kakak pernah bercerita bahwa pernah beras yang dibeli ibu kurang untuk dimasak, sedangkan uang sudah tidak punya, akhirnya sama ibu beras itu dimasak jadi bubur supaya cukup dibuat makan seisi rumah.

Selepas salat Subuh bapak kadang juga ibu mengambil perangkap ikan (di tempatku namanya "perayang") yang sudah dipasang sore harinya di sungai yang waktu itu memang sangat banyak ikannya, ada ikan bandeng, mujair, belanak, udang hingga kepiting. Sekarang sungai itu tidak begitu berfungsi akibat tercemar limbah pabrik.

Masih membekas dalam ingatan, jika ibu hendak pergi ke sungai mencari ikan, saya selalu berpura-pura menangis supaya ibu tidak jadi pergi ke sungai, saya khawatir jika ibu dimakan buaya, karena menurut orang-orang sungai itu ada buayanya. Jadilah setiap ibu mau ke sungai ada "drama" tangisan. Sejak itu ibu selalu sembunyi-sembunyi jika mau pergi ke sungai.

Namun yang membuat saya salut adalah walaupun ibu kami sangat sibuk membantu bapak mencari nafkah, namun ibadahnya juga tak pernah lupa, salatnya tetap selalu berjemaah, salat tahajudnya juga tidak pernah bolong. Bahkan di usianya yang sudah renta, harus berjalan dengan tertatih-tatih beliau tetap tidak meninggalkan salat duha dan membaca Al-Qur'an.

Begitu juga di hadapan anak-anak kami, ibu dikenal sebagai sosok nenek yang suka memberi. Jika cucu-cucunya datang pasti akan disiapkan jajan kesukaan mereka yaitu bonggolan (sejenis cireng tapi bentuknya panjang bulat). Pernah seminggu setelah ibu meninggal anak-anak membeli cireng, sambil menunggu digoreng keponakan langsung bilang, "Coba kalau ada mak, kita pasti digratisin."

Berkat doa-doa beliaulah kami sekarang bisa menjadi orang yang berilmu dan mengenal agama ini dengan baik. Dari sembilan anaknya, empat orang menjadi guru, dua pendakwah, dan tiga membangun usaha secara mandiri. Insyaallah apa yang engkau curahkan untuk kami akan bernilai pahala.

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:

"Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak saleh yang berdoa baginya."

Sebagai seorang ibu fitrahnya adalah sebagai madrasatul ula bagi anak-anaknya, di tangan yang lembut itulah Allah memberikan amanah agar kelak tumbuh menjadi hamba Allah yang taat. Namun adakalanya karena keterbatasan, tugas sebagai madrasah ula itu harus ditambah dengan membantu mencari nafkah. Maka sungguh hebat orang tua yang demikian karena sukses sebagai madrasatul ula sekaligus menjaga agar tiang ekonomi keluarga tetap bisa berdiri.

Sering kita mendengar berita karena himpitan ekonomi seorang ibu akhirnya memutuskan meracuni anaknya hingga tewas agar terbebas dari penderitaan. Kita tidak hendak menghakimi karena banyak faktor yang harus diperbaiki, termasuk peran masyarakat dan negara. Namun, untuk kuat menghadapi setiap persoalan kuncinya adalah keimanan yang kokoh.

Keimanan yang kokoh akan meyakini bahwa sesulit apa pun kehidupan yang kita jalani saat ini, Allah tetap akan memberikan jalan keluar. Allah ta'ala berfirman dalam QS. Al-Insyirah ayat 5-6,

“Karena, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Allah Swt. juga berfirman dalam QS. At-Thalaq ayat 3,

"Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu."

Keimanan yang kokoh tidak bisa diraih begitu saja. Maka, tugas menanamkan keimanan atau akidah ini ada pada kita sebagai orang tua, bagaimana kita bisa menanamkan bahwa Allah-lah yang menciptakan alam semesta beserta isinya, termasuk manusia serta sekaligus mencukupi seluruh kebutuhannya. So, menjadi orang tua juga harus memiliki ilmu, terutama ilmu agama, di mana mempelajarinya menjadi fardu ain bagi kita.

Ibu adalah pelita bagi anak-anaknya, menjadi teladan yang akan dicontoh kelak ketika sudah berumah tangga. Maka, sebagai anak yang telah dididik dan dibesarkan dengan tangan lembutnya, jangan pernah kita membuatnya kecewa, sayangilah ia walaupun kini dia hanya bisa mengandalkan tenaga kita.

Berbahagialah bagi yang masih memiliki ibu, jika engkau ditakdirkan harus merawat ibumu yang sudah lanjut usia jangan pernah merasa bahwa ibumu adalah beban, setiap orang pasti tidak mengharapkan dirinya menjadi beban orang lain. Jika engkau mendapati ibumu cerewet, maka ingatlah bahwa kamu lebih cerewet saat dulu masih kecil. Jika kini ibumu telah tiada, maka janganlah berhenti mendoakannya.

Ibu, insyaallah aku adalah hujahmu di hadapan Allah kelak, bahwa engkau telah memberikan kepada kami didikan yang terbaik. Semoga Allah memberikan ganti dengan derajat yang mulia di sisi-Nya. Wallahu a'lam bishawab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
maftucha Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Pemuda Agen Perubahan, Wujudkan Kebangkitan Peradaban
Next
Bakti
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
2 years ago

Jadi ingat almarhumah Ibu. Saat Bapak meninggal, masih ada 3 anak yang belum tuntas menyelesaikan pendidikan. Tapi Ibu tidak putus asa. Beliau dengan gigihnya berjuang untuk kami. Alhamdulillah, atas pertolongan Allah Swt., kami pun berhasil menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Semoga ini menjadi jariah Ibu. Aamiin.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram