"Naskah pemenang Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Motivasi "
Oleh: Dwi Indah Lestari
NarasiPost.Com-Perubahan itu adalah sebuah kemutlakan. Karenanya, sudah seharusnya setiap insan senantiasa mempersiapkan diri untuk menyambutnya agar ia tidak tertinggal.
Kehidupan itu pasti selalu berubah. Lihat saja di sekitar kita! Sebuah kampung yang dulu hanya terdapat beberapa bangunan rumah saja, kini menjadi padat hingga tak menyisakan lapangan bermain yang dulu pernah ada. Gerai makanan cepat saji yang dulu hanya di kota-kota besar, kini dapat dijumpai di kota kecil sekalipun.
Perubahan bukan hanya berlaku bagi seseorang yang hidupnya penuh dengan persoalan. Namun juga harus dilakukan oleh mereka yang sedang dalam zona nyaman, dengan keluarga yang harmonis, keuangan yang stabil dan jabatan yang bagus, misalnya. Sebab dunia akan selalu berubah.
Karena itu, menjalani proses perubahan itu adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Bila seseorang bersikukuh untuk tidak mau melakukannya, ia akan tertinggal bahkan tergerus oleh perubahan itu sendiri. Bahkan Allah Swt. memerintahkan agar hamba-Nya senantiasa mengupayakan perubahan dalam hidupnya.
“….Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri….” (TQS. Ar Ra’d: 11).
Tentu saja setiap orang ingin perubahan tersebut mengarah pada kehidupan yang lebih baik. Yang dulunya gajinya pas-pasan, menjadi lebih dari cukup. Yang kariernya stagnan, ingin punya jabatan yang lebih bagus, dan lain sebagainya.
Hanya saja, perubahan itu kadang kala tidak selalu memberikan hal yang menyenangkan. Bisa jadi seseorang harus merasakan proses yang pahit. Itulah sebabnya tidak semua orang mau berubah. Meski begitu, kita tidak bisa menolak perubahan. Maka pilihannya hanyalah menjalaninya untuk bisa maju atau diam saja yang berarti mundur.
Maka agar ia berhasil, setiap orang semestinya mempersiapkan diri menghadapi perubahan. Dalam sebuah buku berjudul “ON” yang ditulis oleh Jamil Azzaini, dijelaskan langkah-langkah persiapan menghadapi perubahan. Pertama adalah mengidentifikasi diri yaitu dengan melihat apakah selama ini kita sudah melakukan langkah perubahan untuk maju atau malah menutup diri. Hal ini agar kita lebih siap untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.
Langkah berikutnya adalah kita perlu menyetel ulang kehidupan yang sudah biasa dijalani. Dengan begitu, kita dapat merancang kembali kebiasaan-kebiasaan baru dan pelan-pelan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu, ada 4 hal yang harus kita set ulang.
Pertama, set ulang visi hidup kita. Visi hidup itu ibarat cahaya mercusuar yang memberikan petunjuk bagi kapal di tengah lautan ke mana harus berlayar. Bila visi ini benar dan jelas, ia akan memberikan pedoman yang mengantarkan pada akhir yang ingin kita tuju.Visi hidup berhubungan dengan pemahaman tentang tujuan hidup yang berarti berkaitan dengan akidah (pemahaman mendasar tentang kehidupan).
Maka, bagi seorang muslim meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta segala sesuatu, harus memahami tujuan dari penciptaan dirinya dan hal ini telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an.
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (TQS. Adz Dzariyat: 56)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Maka kita perlu merancang visi kita agar tidak hanya untuk mewujudkan kebahagiaan di dunia saja tetapi juga di akhirat.
Misalnya saja, visi ingin menguasai dunia maka seharusnya proses untuk ke arah sana dilalui sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Sebab, keberhasilan visi yang berorientasi ibadah tentu tidak bisa dilepaskan dengan keridaan Allah Swt.
Namun, visi hidup harus dibuat sejelas mungkin bagaimana untuk mewujudkannya. Contoh, visi menguasai dunia, akan dilakukan dengan membuat tulisan opini untuk menyiarkan pemikiran-pemikiran Islam yang dapat memengaruhi benak banyak pembaca. Sebab, siapa yang menguasai media, dialah penguasa dunia. Bahkan bila perlu ditetapkan melalui media apa kita akan menyebarkan tulisan, target buku dalam setahun, genre yang dipilih dan lain-lain.
Dengan begitu, aktivitas menulis dijadikan sebagai ladang dakwah yang bernilai ibadah. Kelak di akhirat kita akan punya jawaban bila ditanyai tentang alasan pantasnya untuk dimasukkan ke dalam surga Allah Swt.
Kemudian yang kedua adalah menyetel ulang amal nyata dalam mewujudkan visi tersebut, agar tidak sekadar omong kosong. Ini menuntut seseorang mengupayakan dengan sungguh-sungguh untuk merealisasikan visi hidupnya. Visi menguasai dunia dengan tulisan misalnya, berarti mengharuskannya terus meng-upgrade diri dengan banyak membaca, mempelajari teknis menulis dan lain-lain, sehingga siap menghadapi perubahan.
Selanjutnya adalah yang ketiga, yaitu mereset ulang passion. Seseorang yang menjalankan segala sesuatu tanpa passion, ibaratnya seperti robot. Ia hanya melakukannya sebatas rutinitas saja. Hal ini akan menyebabkan dirinya mudah kehabisan energi dan berakhir dengan kejumudan. Orang semacam ini tak akan siap menghadapi risiko dari perubahan yang pasti akan dihadapi.
Karena itu, kita harus menghadirkan passion dalam aksi yang dilakukan. Passion itu seperti cinta dan tidak ada cinta yang lebih tinggi dan mulia kecuali kecintaan kepada Allah Swt. Maka passion juga harus dilandaskan pada keimanan agar tidak tersesat.
“Apabila Allah mencintai seorang hamba maka Dia menyuruh Jibril. Sesungguhnya Allah mencintai Fulan maka cintailah dia, maka Jibril pun mencintainya. Lalu Jibril menyeru penduduk langit. Sesungguhnya Allah mencintai si fulan maka cintailah dia, maka penduduk langit pun mencintainya, kemudian menjadi orang yang diterima di muka bumi.” (HR Al-Bukhari)
Dalam praktiknya, misalnya untuk visi menguasai dunia lewat tulisan, maka kita bisa cek, di mana genre kesukaan kita dalam menuangkan gagasan. Apakah berupa opini, cerpen, puisi, motivasi, atau cerita anak, contohnya. Lalu kita mengoptimalkan diri di sana, meski tidak menutup diri untuk genre yang lain. Bila melakukan karena menyukainya, maka kita akan bersemangat dan muncul kreativitas serta tak mudah tumbang oleh halangan.
Yang terakhir adalah hendaknya dalam mempersiapkan diri menghadapi perubahan kita tidak sendiri. Berjamaah tentu akan semakin menguatkan langkah kita menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Halangan dan tantangan akan mudah diselesaikan bila dilakukan bersama-sama.
Bersama dengan partner dalam menjalani proses perubahan, kita akan bisa saling memotivasi, menasihati bahkan berbagi ilmu dan informasi apa pun. Saat terjatuh ada orang-orang yang siap membantu untuk bangkit lagi. Menyemangati kita untuk menjalani perubahan yang mungkin tidak mudah. Bahkan upgrade diri akan terasa menyenangkan saat bersama dengan orang yang memiliki visi yang sama.
Demikianlah, apa yang dapat kita lakukan dalam menghadapi perubahan yang pasti akan terjadi dalam kehidupan. Dengan melakukan deteksi dan setting ulang diri sendiri, kita telah mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan. Semoga bermanfaat.[]