"Salah satu naskah Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Story "
Oleh : Kusuma Artanti
NarasiPost.Com-Saat duduk di bangku SD, kita mempelajari bahwa fisik manusia tumbuh dan berkembang. Namun, seiring berjalannya waktu, pertumbuhan fisik itu akan berhenti, bahkan mengalami penurunan fungsi.
Tetapi, aku percaya bahwa sejatinya hidup manusia itu tentang bertumbuh dari proses belajar. Maksudnya, tidak dapat dimungkiri bahwa secara fisik pertumbuhan manusia akan berhenti, tetapi jiwa manusia akan terus tumbuh selagi proses belajar masih dilakukan hingga akhir hayat nanti.
Manusia adalah makhluk yang terus bertumbuh. Kata tumbuh itu biasanya identik dengan pohon. Surprisingly, Allah juga mengumpamakan muslim yang baik seperti pohon.
Muslim yang baik berdasarkan firman Allah adalah muslim yang memiliki akar (iman) kuat (Q.S. Ibrahim: 24-26). Walaupun tidak terlihat karena letaknya di dalam hati, iman adalah aspek terpenting dalam diri manusia.
Alhamdulillah, sedari kecil, orang tuaku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan nutrisi terbaik bagi kekuatan akar dengan cara menempatkanku di sekolah Islam. Namun, saat berada di jenjang menengah akhir, “tanah” yang aku pijak ternyata menyimpan banyak batu penghalang. Aku juga harus berhadapan dengan beragam variasi pohon (red: teman) yang “mendakwahkan” bintang-bintang K-POP. Hal inilah yang membengkokkan jalur akarku.
Ya, aku mengenal K-POP dari teman karena dilanda perasaan bosan. Saat itu, aku hanya menjadikan K-POP sebagai hiburan. Aku tidak menjadikan mereka sebagai panutan dalam menjalani kehidupan karena peran mereka masih sebatas penghibur di waktu luang.
Namun, tetap saja di balik keberhasilanku membentengi diri, ada poin penting yang harus disoroti, yaitu kesalahan dapat terjadi karena pengaruh waktu luang yang tidak diisi dengan hal bermanfaat dan lingkungan sekitar.
Sayangnya, di akhir tahun 2019, aku justru bersimpati pada salah satu grup baru. Mereka berasal dari agensi entertainment yang sama dengan salah satu grup yang telah mendunia dan dibebani ekspektasi berlebihan atas kesamaan itu. Bersimpati memang bagus, tetapi bila diletakkan di tempat yang salah, hal yang baik berubah jadi salah juga, bukan?
Inilah batu penghalang pertama yang tidak bisa dihancurkan oleh akarku. Dengan “terpaksa”, aku menjadi seorang K-Popers dan mengikuti alur baru yang melingkari batu karena bersimpati pada grup itu.
Di kalangan K-Popers, menjadi seorang penggemar sejak awal karir grup merupakan suatu kebahagiaan tersendiri, and I felt that too. Aku mengikuti nyaris semua berita mengenai perkembangan mereka dan mendapatkan beberapa keuntungan, seperti koneksi yang luas, support sistem selain keluarga, belajar bahasa asing, mengurangi rasa bosan karena imbauan di rumah saja, dan menemukan alasan kenapa memilih jurusan psikologi.
Anehnya, meski mendapat keuntungan itu, identitas sebagai penggemar tidak pernah kusiarkan di dunia nyata. Aku menyimpan informasi itu seolah menjadi K-Popers adalah borok menjijikan yang akan membuat orang bergidik jika tahu.
Kebahagiaan yang kudapat juga semu. Motivasi yang dilontarkan oleh idol tidak pernah mengendap hingga dasar hatiku. Sikap salah satu dari mereka yang mendukung kaum Pelangi juga membuatku ragu.
Terkadang aku bertanya-tanya, apakah menjadi seorang penggemar merupakan tindakan benar? Sebenarnya aku tahu jawabannya, sebab Allah masih mencondongkan hatiku pada kebaikan. Sayangnya, bisikan setan di telinga lebih terdengar nyaring daripada jawaban hati. Aku tetap menganggap mereka berharga, melayangkan pesan dengan narasi thank you for existing, padahal diri ini belum tentu sudah bersyukur kepada Allah atas kehadiranku di bumi. Aku tetap mengikuti berita mereka, hingga sejengkal demi sejengkal semakin berjarak dengan Zat Pencipta.
Ya, aku semakin tenggelam hingga merasa biasa saja saat menyadari bahwa ghazwul fikri sangat gencar dilakukan dalam industri K-POP.
Semua itu terjadi karena aku belum rela melepaskan mereka. Bahkan saat seorang guru menasihati bahwa orang yang terlalu banyak mendengarkan musik mudah kehilangan hafalannya, aku tetap meyakinkan diri bahwa hafalanku masih kuat. Padahal, aku tahu betul hafalanku mulai terkikis. Murajaah sering alpa. Telinga terus-menerus dicekoki musik, bagaimana mungkin hafalanku tetap kuat?
Sayangnya, aku yang tidak siap mengakui hal tersebut justru menyambar handphone dan menyetel lagu-lagu Korea, bukannya memesrakan diri dengan kitab-Nya. Aku berpikir bahwa aku masih ada di koridor aman, masih bisa menjaga diri dan tahu batasan. Padahal, ghazwul fikri bekerja tanpa kita sadari. Dia tanpa sadar merasuk, mencengkeram dengan lembut, lalu membelokkan kita, seolah-olah kita yang memilihnya sendiri.
Oleh karena itu, akar milikku bukannya memanjang ke dasar untuk mencari nutrisi. Ia justu berhenti dan melingkar di sekeliling batu penghalang, putus asa. Akarku memilih tunduk karena dipaksa manusia yang harusnya masih belajar mengontrol nafsunya. Waktu terus berjalan dengan sia-sia, hingga perkataan singkat dari seorang teman bernama Nuha menyentil hatiku.
“Kasarannya sih, gaboleh, Ta, jadi penggemar kek gitu.”
Malam itu juga, aku mencari hukum mengidolakan bintang. Satu, dua orang bilang boleh, lebih banyak yang tidak. Aku juga menemukan resume kajian: Ada Apa dengan Korea. Resume itu berhasil menamparku keras.
Setelahnya, aku menangisi hafalanku dan menangisi betapa tega diriku kepada Rasulullah. Padahal, cinta Rasul kepada umatnya tidak akan pernah terganti. Cinta beliau kepada umatnya adalah jenis cinta tulus yang tidak memerlukan syarat. Beliaulah yang paling pantas menerima narasi thank you for existing.
Beberapa hari kemudian, Nuha mengirimiku resume buku: Pernah Tenggelam. Dari situ, aku semakin memantapkan diri untuk pensiun dari dunia K-POP. Tentu, memberhentikan diri dari satu kebiasaan tidak pernah mudah. Aku harus menahan diri untuk tidak mencari berita mereka, adanya resiko kehilangan teman, dihinggapi perasaan bosan, hingga bisikan setan untuk kembali lagi.
Beruntungnya, Allah memberiku teman seperjalanan. Aku punya Nuha dan teman-teman dari komunitas XKwavers. Iya, aku adalah manusia, dan manusia sungguh tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, Allah mengirimkan teman-teman salehah yang siap menemaniku dalam mengarungi fase sulit. Meski prosesnya lama dan diselingi keluhan, bagian pentingnya adalah aku mau berusaha walau rasanya kembali tenggelam lebih mudah untuk dilakukan.
Nikmatnya kemaksiatan itu akan berakhir, tetapi ganjaran beratnya akan menanti di kemudian hari. Sulitnya bersusah payah mengikuti perintah-Nya juga akan berakhir, tetapi kita akan mendapat ganjaran terbaik di hari akhir nanti.
Bertemu dengan XKwavers dan semua orang di dalamnya adalah langkah awal bagi akarku untuk memberanikan diri menggerus batu penghalang, bertumbuh setelah dihantam masalah. Meskipun saat ini akarku masih lemah, tetapi tak apa. Setidaknya dia sudah berhasil melewati satu rintangan dan melanjutkan misi untuk mencapai zat hara.
Ke depannya, semoga akarku terus menguat sehingga dapat menopang batang (akhlak) dan rerimbunan cabang yang di ujungnya tergantung manis buah-buahan. Sebab, hidup adalah perjalanan untuk menjemput gelar “Pohon yang Baik”.
And I believe, we can do it.[]