Islam, Mengembalikan Pemberdayaan Hakiki Pemuda Muslim

"Salah satu naskah Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Opini"

Oleh. Deny Setyoko Wati, SH

NarasiPost.Com-"Sesungguhnya di tangan pemudalah letak urusan umat dan di kaki merekalah terdapat kehidupan umat"

Begitulah ungkapan dari Syekh Musthafa Al-Ghalayaini yang menggambarkan betapa pentingnya peran pemuda dalam kehidupan masyarakat. Ya, pemuda, peran penting mereka itu menjadikan mereka sebagai sosok yang selalu menjadi sorotan dan pusat perhatian bagi masyarakat, negara, bahkan dunia. Hal ini karena pada fase usia ini telah matang perkembangan fisik dan mentalnya, sehingga menjadikan para pemuda memiliki daya inovatif yang tinggi, produktif, semangat yang menggelora, unggul, kemurahan hati, pengorbanan, kepemimpinan dan sederet kualitas hebat lainnya.

Pembajakan Potensi Pemuda Muslim

Pada kehidupan hari ini pun, yang notabene dicengkeram oleh Barat melalui sistem sekularisme-kapitalismenya juga tak melewatkan untuk memanfaatkan potensi pemuda. Tentu saja, potensi pemuda mereka giring untuk mempertahankan eksistensi kapitalisme. Karena Barat menyadari, ada lawan yang akan mengancam eksistensi mereka. Dan Islam adalah salah satu yang menjadi ancaman serius bagi kapitalisme. Oleh karena itu, mereka berusaha menjauhkan pemuda dari pemahaman Islam yang benar. Maka wajar, hari ini kita dapati berbagai propaganda menyasar ajaran Islam. Ajaran Islam senantiasa diberitakan intoleran, radikal dan stigma negatif lainnya. Barat berusaha merebut keberpihakan pemuda agar setia kepada ide sekuler dan menerima nilai-nilai Barat. Hal ini tampak dari digencarkannya Islam moderat di dunia pendidikan. Sebuah ide yang mengajarkan Islam rahmatan lil 'alamin ala Barat. Sebab yang diinginkan dari ajaran ini adalah umat Islam mau berkompromi dengan nilai-nilai Barat, seperti toleransi dengan mengucapkan selamat terhadap perayaan agama lain bahkan ikut serta dalam perayaannya, menerima komunitas LGBT dan pemimpin kafir atas nama HAM, dan yang sejenisnya. Ketika generasi muda menerima dan bahkan ikut menyuarakan ide kufur tersebut di tengah-tengah masyarakat, saat itulah secara tidak sadar mereka menjadi duta liberal-kapitalis.

Kemudian, Barat juga berupaya mengalihkan potensi dan vitalitas pemuda melalui media yang merupakan salah satu pilar tegaknya kapitalisme. Melalui media, mereka membius generasi muda untuk mengikuti gaya hidup liberal, hedonis, materialisme, individualis, konsumtif, dan permisif. Media telah mengalihkan waktu para pemuda hanya untuk bersosmed dengan konten tak berfaedah, bahkan seringkali terpapar pornografi, pornoaksi dan berisi gosip murahan. Tak hanya itu, dunia hiburan juga berhasil menampilkan tawaran menggiurkan bagi pemuda. Menjadi kaya seketika dengan menjadi selebriti dan penyanyi.

Ditambah lagi tontonan sinetron maupun film yang mengajarkan berbagai nilai-nilai yang bertentangan dengan akidah Islam.
Adanya suguhan dari media tersebut, siapa pihak yang paling untung? Tentu saja, para kapitalis yang menguasai media hari ini. Lalu siapa yang buntung? Jelaslah, aset umat, yakni para pemuda. Berawal dari tontonan kemudian menjadi tuntunan mengakibatkan pemuda terjerat pergaulan bebas, seks bebas, aborsi, narkotika, miras, pelaku kriminalitas, bullying, kecanduan game, tak beradab, dan tak bermoral.

Begitulah upaya Barat membajak potensi pemuda yang dimanfaatkan semata-mata untuk mengokohkan cengkeraman kapitalisme.

Pemberdayaan Hakiki Pemuda Muslim

Menyadari kondisi pemuda yang demikian, hendaknya kita sebagai seorang muslim tidak boleh diam. Terlebih lagi, menyadari banyaknya masalah multidimensi hari ini, tak lain juga sebab dominasinya kapitalisme. Oleh sebab itu, kita pun harus berupaya mengembalikan posisi, potensi dan vitalitas pemuda untuk meraih masa depan yang cerah yakni dengan Islam. Mengapa Islam? Karena hanya Islamlah yang mampu memberdayakan pemuda dengan baik sesuai fitrahnya dan tanpa efek samping. Di samping itu, Islam juga mampu menginspirasi para pemuda untuk beramal dan berkontribusi untuk kebaikan umat di dunia bahkan juga menembus akhirat.

Hal tersebut telah dibuktikan oleh generasi awal kaum muslim terdahulu. Arqam bin Abi Arqam pada usia 12 tahun memeluk Islam dan rela menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah. Lalu, Mush'ab bin Umair, pemuda pertama yang menjadi duta Islam. Beliau mengorbankan kehidupan mewah dan berkedudukan tinggi dalam kehidupan jahiliahnya. Kemudian beliau mengganti kehidupannya dengan kehidupan yang keras karena memeluk Islam. Beliau memilih menjual dunia demi kehidupan akhirat yang kekal. Kemudian ada pula Abdullah bin Mas'ud, seorang anak yang lemah dan merasa takut tatkala melewati tempat duduk bangsawan. Namun, begitu memeluk Islam, ia memperoleh kekuatan dan kehormatan melalui Islam. Sehingga ia menjadi pemuda pemberani yang menantang para bangsawan untuk diseru kepada Islam. Ada pula Usamah bin Zaid (18 tahun) sudah ditunjuk Rasulullah saw menjadi pemimpin pasukan besar.

Selain itu, ada Thalhah bin Ubaidillah (16 tahun) yang menjadi pelindung Rasulullah saw saat peristiwa Uhud hingga jari-jarinya lumpuh. Tak lupa juga sang penakluk Konstantinopel, yakni Muhammad Al Fatih yang melakukan penaklukan saat berusia 23 tahun. Ada lagi, Muhammad bin Qassim berusia 17 tahun menaklukan dan membuka tanah Sind. Ia menjadi salah satu komandan militer terhebat. Terdapat pula Imam Syafi'i yang hafal Al-Qur'an saat berusia 7 tahun dan menjadi ulama Islam ketika berusia 14 tahun.

Demikianlah sekelumit sejarah emas yang ditorehkan oleh pemuda muslim terdahulu. Dimana hal itu terwujud, karena akal dan hati mereka ditambatkan pada Islam dan kejayaan umat. Islam telah berhasil menjadikan generasi muslim terdahulu berdaya. Berdaya yang tak hanya untuk dirinya sendiri, namun juga untuk kemuliaan umat. Bahkan juga mampu membawa pada kemajuan peradaban dunia.

Khatimah

Begitulah semestinya peran dan vitalitas pemuda ditujukan untuk kemaslahatan dan kemuliaan Islam. Maka, upaya untuk mengembalikan peran dan vitalitas pemuda harus diawali dengan penyadaran identitas pemuda muslim. Menyadarkan para pemuda muslim agar menjadikan Islam sebagai satu-satunya pandangan hidup. Sehingga segala perbuatan, makna kebahagiaan dan kesuksesan dapat mereka maknai dengan standar yang tepat. Perbuatan mereka ukur dengan halal-haram. Kebahagiaan hakiki mereka maknai dengan mendapatkan rida Allah. Dan kesuksesan sejati dapat mereka maknai ketika kelak dapat memasuki surganya Allah ta'ala.

"Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (TQS Ali Imran : 185).[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Deny Setyoko Wati, S.H. <span id="span-10-26145" class="ct-span oxy-stock-content-styles post-content"><strong>Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Sosial Masyarakat</strong></span>
Previous
Antara Kesenangan dan Ketenangan
Next
Merdeka tapi Terjajah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram