Gaming Disorder; Hangover!

"Naskah pemenang ketiga Challenge ke-4 NarasiPost.Com rubrik Teenager "

Oleh: Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPosts.Com)

NarasiPost.Com-Hari gini, siapa sih yang tidak kenal game online? Semua remaja pasti pernah mendengar yang namanya Mobile Legends, PUBG, Free Fire, Among Us, dan masih banyak lagi.

Ada yang bilang, nge-game itu bisa me-refresh otak, sekaligus menyenangkan diri dari rasa boring belajar daring dan berhadapan dengan tugas bejibun yang bikin puyeng kepala.

Tapi, apa bener nih, main game bisa me-refresh otak dan bikin semangat belajar? Jika benar, lalu kenapa ada penemuan kasus ratusan anak di Jawa Barat masuk rumah sakit jiwa, gara-gara kecanduan game online? Jika benar bikin happy, kenapa malah ada yang hangover alias sakau? Boro-boro me-refresh otak, malah yang ada bikin akhlak generasi bangsa rusak. Astaghfirullah al-azim!

Gaming Disorder Ancaman Nyata

Gaming disorder, pada hakikatnya adalah kategori kecanduan non-zat. So, kecanduan ini tentunya berbeda dengan narkoba dan obat-obatan terlarang. Akan tetapi, karena berhubungan dengan kejiwaan, maka para dokter dan psikolog menyamakan prilaku dari penderita gaming disorder ini tak jauh berbeda dengan kecanduan terhadap narkoba, bikin penderita sakau, dan lupa ingatan.

Kamu tahu kan, perilaku sakau itu bagimana? Itu, seperti sejenis perilaku mabuk, gitu.  Penderitanya tidak sadar,  bertindak impulsive. Jika sudah terlalu sakau, bisa-bisa  si penderita akan menggerakkan jari-jarinya seolah tengah memainkan stick game. Padahal, itu hanya halusinasinya. Parah banget, kan?

Karenanya, berdalih dan mengklaim bahwa game online banyak manfaat, seperti menambah teman baru, meningkatkan ketangkasan dan melatih kecepatan, lalu ngotot untuk nge-game tanpa ada batasan dan merasa perilaku akibat game online ini sesuatu yang wajar adalah pemahaman yang perlu direset ulang.

Kenapa? Karena kita tidak bisa menutup mata dari kenyataan bahwa game online ini lebih banyak mudaratnya daripada manfaat. Jika tidak percaya, yuk kita simak bahaya dan ancaman game online ini bagi generasi kita, baik dari segi kesehatan, psikologis, maupun agama.

  1. Merusak Struktural Otak dan Fungsinya

Kebiasaan main game online akan merusak mata, akibat terpapar radiasi. Radiasi yang diterima dari mata akan memengaruhi sistem neurotransmitter sehingga akan memengaruhi fungsi hormon, fungsi saraf, dan fungsi otak. Hal inilah yang memicu kelainan respon otak, seperti fungsi atensi (pusat perhatian), fungsi eksekutif (perencaan dan tindakan), dan fungsi inhibisi (kemampuan untuk membatasi). Wah, separah ini kerusakan otak kita jika bermain game tanpa batas!

Seperti yang diungkapkan oleh praktisi kesehatan jiwa, dr. Kristiana Siste, SpKJ(K) dari Departemen Psikiatri FK UI RSCM, yang dikutip dari Kemkes.go.id pada tahun 2018 lalu, otak yang mengalami perubahan struktur akan merusak fungsi otak atau kelainan fungsi, sehingga membuat si pecandu kehilangan kontrol diri dan bersikap impulsive.

  1. Mengalami Gangguan Kesehatan Fisik

Pecandu game online, suka lupa waktu lho, kalau main game. Tak jarang, mereka lupa tidur dan bergadang demi nge-game. Tidak hanya itu, kamu tahu kan, bagimana rasanya puasa dan menahan lapar dan haus? Bagi si pecandu game, mereka bahkan lupa makan dan enggan minum, demi menuntaskan permainan. Akibatnya, sistem metabolisme tubuhnya terganggu.

Seperti yang dialami anak laki-laki berusia 16 tahun asal Andhra Pradesh, India tahun 2020 lalu. Ia dinyatakan meninggal dunia setelah bermain game PUBG berhari-hari. Penyebab meninggalnya adalah karena lapar dan dehidrasi. Parah banget, bukan?

  1. Gangguan Psikologis dan Kontrol Diri

Pecandu game biasanya tidak memiliki istirahat yang cukup. Ditambah dengan kerusakan pada  jaringan saraf akibat kerusakan fungsional otak, menjadikan dia sebagai pribadi yang susah ditebak, tidak memiliki kontrol emosi yang baik, dan bertindak impulsive.

Tentu saja hal ini berdampak pada psikologis si gamer dan memengaruhi tingkah lakunya. Seperti yang dialami Seif el-Din, remaja 16 tahun asal Mesir. Ia menikam hingga tewas gurunya sendiri pada tahun 2018 lalu. Ia mengaku meniru karakter-karakter dalam game PUBG. Separah itu mentalnya bermasalah, ngeri banget!

  1. Kehilangan Kewarasan

Komplikasi terparah dari si penderita gaming disorder adalah saat ia kehilangan kemampuan membedakan dunia nyata dan dunia game. Hal ini ditandai dengan gejala kecemasan berlebihan, ketakutan, stres yang berujung depresi. Ia kehilangan kontrol untuk membedakan dunia nyata dan game. Puncaknya, hilanglah kewarasannya. 

Seperti yang terjadi pada kasus Devin Moore pada tahun 2003. Moore mencuri mobil polisi, mengambil pistol yang ada di dalamnya, lalu menembaki petugas yang sedang mengejarnya. Ia mengaku begitu candu dan tergila-gila terhadap Grand Theft Auto dan mengaku tidak bisa membedakan dunia nyata dan dunia virtual.

Ayolah Kita Jujur, Jangan Egois!

Mungkin mayoritas gamer masih menolak berbagai ancaman gaming disorder yang kita jelaskan di atas. Kata mereka, "Dari dulu gua main game, masih normal-normal aja. Nggak sampe gila juga."

"Dari dulu gua main game, dan sering sampe berjam-jam di depan layar. Tapi mata gua masih sehat, nilai gua bagus, dan yang paling penting gua masih waras!"

Okey! Mungkin mayoritas gamer tidak mengalami apa yang kita jelaskan di atas. Toh awalnya juga pecandu menganggap game hanya sekadar hiburan, untuk mengisi kebosanan di waktu senggang. Akan tetapi, ayolah kita jangan egois. Coba kita lebih care pada sekitar. Lihat dengan sejujur-jujurnya komplikasi akibat gaming disorder ini. Mudarat yang diakibatkan bukan hal yang bisa disepelekan.

Masa depan kita akan dipimpin oleh generasi hari ini. Jika generasi hari ini hanya melihat persoalan dengan cara egois dan suka-suka gua, cepat atau lambat kita akan tergilas oleh bangsa dengan generasi yang lebih peduli, lebih unggul.

Saat ini, bangsa-bangsa lain sibuk  membaca buku, belajar teknologi, dan membuat penemuan-penemuan baru. Bangsa kita malah sibuk nge-game, kecanduan dan bahkan terancam sakit mentalnya. Secara logika, bagaimana kita bisa bersaing dengan bangsa-bangsa hebat di masa akan datang? Takutnya, boro-boro bersaing, duduk di kancah percaturan yang sama saja tidak ada tempat.

Mungkin mayoritas kita tidak akan gila tersebab game. Akan tetapi, kita sadar tidak, bahwa perilaku generasi kita secara umum telah mengalami perubahan yang terpola? Makin hari, generasi kita terbiasa dengan kata-kata dan perilaku kasar. Ini sebagian besar dicontoh dari game. Akhlak dan kesopanan mulai terkikis. Sikap empati, simpati, dan saling menghargai mulai langka. Kita semakin individualis, berbuat 'semau gua'.

Kita sadar tidak, sih, jika generasi kita sudah berbeda dari generasi orang tua kita dulu? Generasi dulu, mereka bersahabat, mengerjakan  peer bersama, membatu orang tua, dan berkumpul dengan keluarga. Hal ini tidak lagi menjadi budaya bagi generasi milenial karena mereka lebih sibuk nge-game dan bergaul di sosial media.

Akibatnya, generasi kita semakin sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitar, kesulitan berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang-orang, menjalin hubungan dengan masyarakat tempat kita tinggal.

Paling-paling nongkrong di warnet dan cafe-cafe yang menyediakan Wi-Fi untuk nge-game. Kalau pun di rumah, daripada menghabiskan waktu bersama keluarga, menolong perkerjaan ayah dan ibu misalnya, seringnya malah mengurung diri di kamar. Yaa, apalagi kalau bukan nge-game. Dan ini adalah wajah buram remaja kita, yang kelak akan diamanahi memimpin bangsa.

Jadi, mungkin benar, kita tidak candu, kehidupan tidak terganggu, nilai kita masih bagus, dan kita masih waras, okey, tetapi coba lihat lebih jeli, efek domino gaming disorder yang menimpa generasi secara luas. Generasi kita tengah berada pada kondisi terancam secara serius.

Iman dan Takwa, Jadikan Pondasi

Dewasa ini, kita memang tidak bisa lepas dari yang namanya gadget. Terlebih saat pandemi begini, belajar saja wajib pakai gadget. Jadi, boleh dibilang, untuk bertahan dan terus maju bersaing ke depannya, kita akan terus bergantung pada teknologi. Hal ini karena teknologi memberikan kita berbagai kemudahan.

Namun, bagaikan dua mata pisau, kita wajib bijak dalam menggunakan teknologi. Ini karena teknologi memiliki sisi positif dan negatif yang memang tak bisa dihindari, terlebih saat kita hidup dalam sistem kapitalis. Para kapital hanya memperhatikan bagaimana meraup keuntungan. Mereka jarang sekali peduli pada aspek kemanusiaan dan keselamatan. Salah satunya adalah fitur pornografi dan game ini. Asal menguntungkan, apa saja disikat, tak peduli baik atau buruk dampaknya.

Sebagai generasi Islam, maka kitalah yang wajib bijak menggunakan teknologi. Berbagai kemajuan yang ditawarkan teknologi, wajib digunakan dengan bersandarkan pada iman dan takwa. Iman akan menjadi kontrol dari setiap tindakan, dan menjauhkan kita dari perbuatan yang sia-sia. Pun dari hal lainnya yang mencelakakan, seperti kecanduan, dekadensi moral, kehilangan jati diri, hingga hilang kewarasan.

Penutup

Sekarang kamu tahu kan, kenapa gaming disorder ini sangat berbahaya. Ia tak jauh berbeda dengan bahaya pornografi dan internet addict yang mengancam kita.

Selanjutnya kamu tahu juga kan, kenapa kemajuan yang sejatinya merupakan kemudahan, justru menjerumuskan kita menjadi generasi pesakitan? Itu karena kita tidak menggunakan teknologi dibarengi iman dan takwa.

Maka, sebagai generasi Islam, peer kita kedepannya adalah berbenah. Generasi muslim adalah generasi terbaik yang Allah utus ke muka bumi. Sudah menjadi tugasnya untuk memperbaiki apa-apa yang dirusak manusia, terdepan melawan arus globalisasi yang menyesatkan dan segala apa pun yang dilahirkan oleh paham kufur sekularisme. Inilah cerminan generasi emas yang dirindukan zaman. Dan ini adalah tugas kita, wahai generasi Islam![]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim penulis Inti NarasiPost.Com
Yana Sofia Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. Sangat piawai dalam menulis naskah-naskah bergenre teenager dan motivasi. Berasal dari Aceh dan senantiasa bergerak dalam dakwah bersama kaum remaja.
Previous
Ruang Sesak Oligarki di Balik Megaproyek Ibu Kota Baru
Next
Pendidikan Berpajak, Apakah Bijak?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram