Bandwagon Effect Melanda Dunia, Saatnya Milenial Muslim Jadi Trendsetter Kebaikan Penegak Peradaban Islam

"Naskah pemenang pertama Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik "Teenager"

Oleh: Nurjamilah, S.Pd.I.
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Hi, guys! Ayo ngaku, siapa yang suka mantengin medsos? Ehm … tentu saja aku, kamu, dan kita semua. Coba tebak, apa sih yang lagi viral saat ini? Sadar tidak sih, kalau sekarang ini lagi tren budaya ikut-ikutan?

Sepertinya tidak keren kalau kita tidak ikut-ikutan sesuatu yang lagi viral. Misal, ketika ada challenge malaikat maut, challenge kiki, ngeprank dan lain sebagainya, beramai-ramai pada ikutan. Padahal, semua itu nirfaedah, bahkan mengundang maut, lho. Namun, tetap saja digandrungi.

Ternyata fenomena ini disebut bandwagon. Efeknya, selain nyeleneh juga membuat kreativitas para konten kreator terpasung. Mengapa? Karena mereka hanya jadi pengekor saja, nol inovasi, cuma poles sedikit, ikut viral, dech. Nah, bagaimana dengan konten keislaman? Apakah juga laris manis? Sayangnya, untuk yang satu ini sepi pengunjung. Mengenaskan, ternyata arus budaya asing telah menggilas budaya Islam.

Mengenal Bandwagon, Snob dan Veblen Effect

Guys, sadar tidak, ternyata pesatnya perkembangan teknologi informasi meniscayakan perubahan psikologi seseorang dalam merespon berbagai peristiwa yang terjadi, baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Kaum milenial saat ini terjebak pada tiga jenis efek.

Pertama, bandwagon effect alias efek ikut-ikutan, yakni kecenderungan individu mengikuti gaya, perilaku, atau sikap tertentu yang kebanyakan orang juga melakukannya. Ini dilakukan tanpa peduli alasan apa yang mendasarinya sehingga tren tertentu bisa viral karena diikuti banyak orang. Contohnya adalah dalam tren fashion, musik, sosial media, dan lain-lain.

Mengapa ini bisa terjadi, Guys? Kita tahu kan, kecenderungan manusia itu ingin diakui eksistensinya. Oleh karenanya, seseorang akan merasa nyaman jika orang lain melihat dan mengakui bahwa dirinya tergabung pada komunitas tertentu. Keinginan untuk memiliki dan dimiliki dalam sebuah hubungan sosial, memaksa manusia untuk menaati norma dan perilaku yang ternyata dilakukan juga oleh banyak orang. Bahkan, rasa takut dikucilkan dari lingkungan masyarakat juga menjadi salah satu penyebabnya.

Kedua, Snob effect alias efek gengsi. Ini berbeda 180 derajat dengan bandwagon. Orang ini justru ingin tampil beda dengan orang lain. Mereka membeli dan menggunakan sesuatu yang orang lain tidak memakainya. Hal itu dilakukan agar dia nampak mencolok dan menjadi pusat perhatian. Narsis banget, kan?

Ketiga, veblen effect alias efek pamer. Orang dengan efek ini berani merogoh kocek dalam-dalam demi membeli barang yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mampu menaikkan status sosialnya di mata masyarakat. Tujuan utamanya untuk pamer.

Bagaimana, sudah paham kan, perbedaan ketiganya, Guys? Apakah istilah-istilah itu sudah familiar di telinga kita? Mungkin saja banyak orang yang belum tahu, tetapi dapat dipastikan bahwa milenial, kebanyakan sudah masuk jebakan satu dari ketiganya, atau bahkan semuanya. Apakah kamu salah satunya? Nauzubillahi min zaalik.

Nah, penting bagi kita untuk mengetahui, apa sih yang menyebabkan ketiga efek ini bertebaran di kalangan masyarakat, khususnya para milenial?

Media dalam Dekapan Kapitalisme

Guys, diakui atau tidak, opini dan respon yang berkembang di kalangan milenial maupun masyarakat luas dipengaruhi oleh peran media. Nah, termasuk mewabahnya bandwagon, snob, dan vallen effect ini, di Indonesia juga dunia.
Hal ini mengingat media merupakan produsen sekaligus distributor pesan, yang berfungsi to inform, to educate, to control, dan to entertaint, 

Namun, kerja jurnalistik media dipengaruhi banyak faktor lho, khususnya pemilik media. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa siapa saja yang mampu menguasai komunikasi massa, berarti dia memiliki pengaruh besar dalam konteks sosial. Ini berarti, sistem dan suasana media dirancang oleh pemilik media sehingga kepentingan politik ekonomi kerap kali mewarnai kinerja awak media, dikemas dalam balutan teknologi dan informasi sehingga menjadi media yang sekarang eksis.

Guys, sadar tidak sih, bahwa para pemilik media di Indonesia bahkan juga dunia ternyata para kapital? Ya, para pemilik modal kelas kakap adalah pengemban kapitalisme. Mereka adalah raksasa dunia yang mencengkeram hampir seluruh negara di dunia ini.

Kapitalisme ini merupakan ideologi yang menjadikan pemilik modal sebagai pengatur segala urusan. Demi apa, coba? Tentu saja demi meraup pundi-pundi emas dengan memanfaatkan emosi masyarakat, termasuk kaum milenial yang sejatinya menjadi objek pasar mereka.

Akidahnya itu sekularisme yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Negara tak lagi menjalankan aturan agama. Masyarakat bersikap permisif alias serba boleh. Individu-individu terbawa arus kebebasan, seperti bebas berpindah-pindah agama, pergaulan bebas, bebas membuat konten apa saja, yang penting viral dan menghasilkan uang. Orang kaya bebas memiliki kekayaan alam sebanyak apa pun dan senang pamer, dan lain-lain. Itu semua bukti yang tak terbantahkan kalau negeri kita tercinta ini memang sudah terinfeksi sekularisme-kapitalisme akut.

Miris ya, Guys, melihat kondisi negeri ini yang jauh dari aturan agama. Padahal kan, di Indonesia mayoritas penduduknya muslim? Akan tetapi, banyak sekali tindak-tanduk dan kebiasaan yang tak lagi memandang halal haram. Lantas, bagimana dong, peranan kita sebagai milenial muslim dalam merespon semua ini?

Milenial Muslim Jadilah Trendsetter Kebaikan

Guys, sudah saatnya kita sadar dan bangkit, memahami jati diri kita sebagai the truly muslim. Jangan terlena dengan life style asing yang bukan berasal dari Islam. Kamu tahu tidak, Islam itu ternyata mempunyai budaya mulia dan tidak kalah kerennya dari asing?

Islam merupakan sebuah ideologi yang paripurna. Kesempurnaan ajaran inilah yang membuat Islam tak sudi menerima sekularisme yang hendak menceraikan urusan agama dari kehidupan. Aturan Islam tak hanya dipakai ketika salat, tetapi juga kompatibel dalam mengurusi urusan sosial, pendidikan, ekonomi, politik, dan lain sebagainya.

Guys, Islam pernah tegak dan menjadi trendsetter peradaban dunia selama 13 abad lamanya, lho. Itu terjadi ketika Islam diemban oleh individu, masyarakat, dan negara. Institusi negara ini dikenal dengan istilah Khilafah. Ajaran Islam dan Khilafah menjadi rahmatan lil alamiin dan umat Islam menjadi trendsetter sebaik-baik umat. Keren, kan?

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam TQS. Ali-Imran ayat 110 yang berbunyi,

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah …”

Nah, ketika Islam digdaya, tidak ada tuh, yang namanya bandwagon, snob, dan vallen effect. Sebab, suasana keimanan telah meliputi semua elemen dan lini kehidupan. Namun, hal itu bukan berarti hidup akan monoton dan stagnan. Justru hidup lebih dinamis, kreatif, dan penuh inovasi karena Khilafah memberikan ruang seluas-luasnya, bahkan memfasilitasi warga negaranya untuk berkarya dan berkontribusi untuk kemajuan negara. Orang boleh kaya, tetapi dengan cara yang halal dan tidak pamer. Orang boleh populer dan viral, tetapi dengan kebaikan dan karya-karya terbaiknya. Ingat, semuanya on the track, ya. Sebab, kalau ngeyel dan bandel, algojo negara siap bertindak, lho.

Ayo jujur, enakan mana, hidup di bawah sistem kapitalisme atau sistem Islam? Milenial cerdas pasti pilih Islam. Sudah saatnya milenial muslim sadar, move on, dan ikut memperjuangkan tegaknya Islam dalam naungan Khilafah. Inilah masa di mana kaum muda bebas berkarya tanpa kehilangan jati dirinya sebagai seorang muslim. Ayo, wahai milenial muslim, jadilah trendsetter kebaikan, penegak peradaban Islam. Allahu Akbar!
Wallahu’alam bi ash-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Tsuwaibah Al-Aslamiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Para Pemenang Challenge ke-4 NarasiPost.Com
Next
Generasi Emas Terkulai Lemas, Butuh Rekonstruksi Sistem yang Totalitas
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram