"Pemenang pertama Challenge ke-4 NarasiPost.Com untuk rubrik Motivasi "
Oleh: Tsuwaibah Al-Aslamiyah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Kecanggihan dunia yang ditopang deru liberalisasi dalam setiap jengkal kehidupan manusia menghasilkan toxic. Racun ini menjalar ke seluruh aliran darah masyarakat. Toxic system menyihir manusia menjadi toxic people. Hal ini meniscayakan bermunculannya toxic parents, toxic friends, toxic children, bahkan toxic leader.
Inilah dampak dari penyakit yang tak kunjung diobati ketika telah muncul gejalanya. Dibiarkan merajai dan menjadi pandemi tak berkesudahan. Lantas, apakah kamu, orang-orang di sekitar kamu atau bahkan kita semua pernah terpapar toxic people?
Mengenali Toxic dan Gejalanya
Arti toxic adalah racun. Jika dipadankan dalam konteks sosial kemasyarakatan maka toxic people bermakna orang yang menebar racun bagi orang-orang di sekitarnya, baik secara emosional maupun psikologis. Sehingga perilakunya ini acap kali mengganggu orang lain. Hati-hati, siapa pun bisa terserang gangguan jiwa ini!
Nah, sekarang bagaimana cara kita mengidentifikasi seseorang atau bahkan diri kita, apakah terbebas atau malah terbelenggu oleh toxic people ini. Berikut gejalanya:
Pertama, kerap kali melakukan self-affirmation yakni memberikan penegasan pada diri sendiri, dengan mengungkit kebaikan dan sikap positif yang telah dilakukan, walau hanya setitik. Semisal, mempromosikan diri sebagai sosok yang baik hati, jujur, berintegritas tinggi, berakhlakul karimah dan lain sebagainya. Padahal, itu semua jauh panggang dari api.
Kedua, selalu merasa paling benar. Anti kritik, sebisa mungkin mengambinghitamkan orang lain agar tak tampak segala kesalahannya. Bahkan ia lihai memosisikan dirinya sebagai korban (playing victim).
Ketiga, mengidap hedonisme akut. Kesenangan menjadi tujuan hidupnya, menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Bersikap seolah tak ada hari pembalasan di yaumil akhir kelak. Ketika orang lain dirundung duka, dia tak ada. Sebaliknya, jika dia yang selimuti lara, orang lain tak boleh berpaling darinya.
Keempat, always become trouble maker. Sikapnya yang cenderung zero empati, sering mengadu domba dan pintar memanipulasi keadaan demi tercapai ambisinya yang menggebu-gebu.
Nah, berbekal ciri-ciri itu, upaya deteksi dini pada diri dan lingkungan bisa dilakukan, apakah kita terpapar toxic atau tidak?
Sekularisme Dalang Mewabahnya Toxic People
Tahukah kamu, fenomena toxic people mewabah seiring dengan semakin akutnya sekularisme di tengah masyarakat. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah Swt., diciptakan fisiknya sepaket dengan khasiyatul insan (potensi manusia) dan aturan Islam yang sesuai dengan fitrah manusia. Aturan Islam, bukan hanya menjamin keselamatan dan keberkahan hidup manusia di dunia, pun kebahagiaan abadi di akhirat.
Menyusupnya sekularisme pada sendi-sendi kehidupan masyarakat Muslim, menjadikan Islam hanya sebatas agama spiritual yang mengatur akidah dan ibadah saja. Namun, membuang jauh Islam sebagai mu’alajah lil masyaakilil insan (solusi problematika manusia). Dengan begitu, manusia merasa berwenang untuk mengubah aturan kehidupannya sendiri.
Inilah celakanya, sekularisme membidani lahirnya liberalisme dalam beragama, berekspresi, berpendapat, dan kepemilikannya. Kebebasan inilah yang menjadikan manusia bebas berperilaku apa pun, termasuk watak-watak toxic people itu, walau tak lagi segaris dengan hukum syara. Menipisnya ketakwaan individu, lemahnya kontrol masyarakat, dan negara yang berlepas tangan, rontok sudah lapis demi lapis pertahanan umat.
Tips Menghindari Jebakan Toxic People
Islam memberikan arahan yang jelas dalam berakhlakul karimah, dengan menerapkan tips berikut niscaya seorang Muslim tidak akan terperangkap dalam jerat toxic people:
Pertama, menjadikan diri sebagai pribadi yang penuh maaf. Tidak mau mengakui kesalahan atau pantang meminta maaf merupakan akhlak buruk yang tidak disukai Islam. Tengok kembali Surah Al-A’raf ayat 199: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”
Kedua, tidak meremehkan apalagi merendahkan orang lain, karena kemuliaan seseorang bukan karena harta, tahta, dan kepopuleran. Namun, dilihat dari ketakwaannya kepada Allah Swt. Bisa jadi orang yang kita anggap sepele, justru lebih mulia di hadapan Allah Swt. Sebagaimana TQS. Al-Hujurat ayat 11: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.”
Ketiga, menetapkan segala aktivitas semata demi mencari keridaan Allah Swt. sekaligus menanamkan semangat untuk menebar manfaat bagi orang banyak. Bukan malah ingin senangnya saja dan memperdaya orang-orang di sekitarnya. Rasulullah Saw. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh para imam, yaitu Imam Ahmad, Imam Ath-Thabrani dan Imam Ad-Daruqutni: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”
Keempat, memastikan bahwa kita tidak berbohong dan memanipulasi keadaan. Karena berbohong merupakan tanda orang munafik. Ditegaskan oleh Nabi saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:”Tanda orang munafik ada tiga, salah satunya adalah jika berbicara dia dusta.”
Nah, komplit bukan pengaturan Islam dalam menjaga kamu dari paparan toxic people? Mempelajari dan memahami ajaran Islam menjadi suatu keharusan sekaligus kebutuhan bagi kita semua. So, tunggu apalagi? Segera temukan majelis-majelis ilmu yang membahas Islam kafah dan bergabunglah di dalamnya. Tetaplah ada dalam barisan orang-orang saleh/salehah agar barisan kita semakin kokoh.
Bukan Sekadar Kepribadian Islam, Umat Butuh Sistem Islam
Namun, itu semua ternyata belum cukup untuk membenahi kondisi masyarakat yang sakit seperti saat ini. Syariat Islam sejatinya aturan paripurna bagi kehidupan manusia. Dirancang sedemikian rupa oleh Sang Maha Perkasa dalam tiga dimensi yaitu dimensi ke-1 (hubungan manusia dengan Al-Khalik meliputi akidah dan ibadah), dimensi ke-2 (hubungan manusia dengan diri sendiri mencakup makanan, minuman, pakaian, dan akhlak), dan dimensi ke-3 (hubungan manusia dengan sesama manusia melingkupi muamalah dan persanksian). Dalam hal ini, Rasulullah saw. menjadi penyampai risalah sekaligus teladan bagi penerapan aturan Islam tersebut.
Kepribadian Rasulullah saw. memang tak tertandingi, layak menjadi uswatun hasanah bagi umatnya. Pola pikir dan pola sikap Islam yang mampu mengguncang dunia dan menempatkan Rasulullah saw. pada peringkat orang nomor satu di dunia sebagai orang paling berpengaruh. Kepribadian seorang Muslim adalah kepribadian yang terbentuk dari kesadarannya akan kewajibannya menerapkan aturan Allah Swt. Bukan kepribadian instan lagi temporal, yang menjadikan asas manfaat sebagai standar aktivitasnya.
Namun, perlu diingat bahwa akhlak yang baik itu sejatinya adalah buah dari penerapan syariat Islam kafah. Jadi yang dibutuhkan bukan sekadar perubahan individu saja, tetapi dibutuhkan pula perubahan sistem kehidupan. Rekonstruksi sistem saat ini dengan konsep Islam kafah melalui institusi kekuasaan yang dinamakan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Inilah perjuangan terbesar kita. Mari eratkan ukhuwah dan harmonisasi langkah demi melanjutkan kembali kehidupan Islam. Allahu Akbar! Wallahu’alam bi ash-shawwab.[]