"Salah satu naskah Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Motivasi"
Oleh : Isty Da'iyah
NarasiPost.Com-Semua orang paham bahwa kita butuh dunia. Kita butuh makan, butuh pakaian dan butuh pemenuhan segala kebutuhan jasmani kita. Sebatas keinginan itu sesuai dengan yang disyariatkan oleh Allah Swt. Perhiasan yang bernama dunia memang diberikan oleh Allah untuk manusia. Namun, Allah melarang manusia berlebih-lebihan dalam mencintai ataupun membenci dunia.
Selama dunia berada dalam koridor ketakwaan, tidak ada yang buruk dari dunia, selama dunia kita tempatkan di tempat terkecil di hati kita, terlebih ditempatkan hanya di tangan saja, pandangan kita akan selalu tetap melihat betapa Maha Besar Allah Swt. Iman akan tetap pada posisi aman.
Saat ini, Islam hanya dipahami oleh sebagian manusia hanya sebagai agama saja, membuat banyak orang terlena dengan kehidupan dunia. Sehingga banyak orang sering salah konsep dalam meletakkan di mana posisi dunia dalam dirinya. Mereka sering salah dalam memaknai kebahagiaan dunia.
Bagi mereka yang tidak menjadikan Islam sebagai aturan dalam hidupnya (baca ideologi), akan memandang kebahagiaan dunia selalu dikaitkan dengan materi atau seberapa banyak harta kekayaan yang dimiliki. Meskipun kekayaan terkadang menjadi salah satu faktor penyumbang dalam meraih kebahagiaan, namun itu bukanlah segalanya.
Sebagai contoh, banyak orang yang tinggal di gedung mewah dengan fasilitas mewah, namun jiwanya selalu gelisah. Mereka dikejar keinginan yang tidak pernah usai, karena hatinya merasa kurang. Sebaliknya tidak sedikit orang yang tinggal di sebuah pondok yang sederhana dan sempit, namun ternyata hidupnya sangat bahagia, tenteram dan damai. Mereka selalu merasa cukup karena sifat kanaah dengan apa yang disediakan oleh Allah Swt.
Allah membagi-bagikan nikmat dan kebahagiaan dengan menyemaikan rasa itu di hati manusia-manusia yang bertakwa dan selalu bersyukur dengan yang ada. Mereka tidak peduli sedikit ataupun banyak porsinya, tidak peduli miskin atau kaya.
Bagi mereka yang tidak pernah merasa cukup, bisa jadi harta benda dan keinginan-keinginan itu adalah cara Allah untuk memberi cobaan kepada mereka. Satu keinginan telah dipenuhi, akan ada keinginan kedua, ketiga dan seterusnya. Waktunya habis untuk memenuhi ambisinya, sehingga akan semakin menjauhkan hidupnya dari Allah Swt.
Padahal, Allah menciptakan dunia tak lebih sebagai hamba bagi manusia. Dunia sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam menyempurnakan ketaatannya kepada Allah. Sebagaimana kita menghamba kepada Allah dengan mengikuti perintah dan bergantung kepada-Nya, begitu pula dunia harus kita jadikan hamba kita dan bergantung kepada kita. Jangan sebaliknya kita menjadi hamba dunia, na'udzubillahmindzaalik.
Kita harus bisa menempatkan dunia di belakang kita, agar mata tidak sibuk memandangnya, sehingga kita akan lebih sibuk menghamba kepada Allah untuk menjadi hamba yang taat kepada-Nya. Jangan sampai kita menjadi manusia yang dimabuk cinta oleh syahwat dunia. Karena Allah telah menyebutkan dalam sebuah ayat yang artinya: "Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintaimu sebagaimana mereka mencintai Allah." (TQS. Al-Baqarah :165)
Oleh karena itu, jangan sampai kita menempatkan duniawi dalam kecintaan yang sama kepada Allah. Kadang mengaku hamba Allah, namun anomali perbuatan kita yang tampak terlalu mengejar dunia. Hakikat yang disembah adalah Allah, namun kita risau dalam mengejar dunia. Hal inilah yang membuat kecintaan pada duniawi sangat berbahaya.
Kendaraan setan untuk menjebak manusia adalah gemerlap dunia, maka tidak salah ungkapan yang sering kita dengar yakni cinta dunia adalah pangkal dari segala dosa. Hal ini disebabkan karena perilaku maksiat, khianat, bohong dan lain sebagainya dari ambisiusnya manusia terhadap dunia. Sehingga mereka melupakan aturan dan syariat dari Allah Swt. yang telah diperingatkan dalam sebuah firman yang artinya: "Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk bagi kaum kafir." (TQS. An-Nahl:7)
Islam memberi aturan yang jelas agar kita bisa menempatkan dunia sebagaimana mestinya, agar manusia selamat menuju persinggahan terakhir yakni sampai ke surga dengan selamat. Di antara kebahagiaan dunia itu bisa kita rasakan dengan beberapa sikap yang telah dicontohkan oleh Rasul dan para sahabat pada masanya, di antaranya adalah:
Pertama, Qolbun Syakirun adalah hati yang selalu bersyukur, menerima apa adanya atau kanaah. Bila sedang dalam kesusahan ia akan selalu bersabar dan akan selalu melihat ke bawah. Namun, jika diberi kemudahan ia bersyukur dengan memperbanyak amal saleh.
Kedua, Al-malul halal atau harta yang halal, karena harta yang halal akan menjadikan hati bersih yang bisa memancarkan ketenangan dalam hidup dan kebersihan lisannya. Harta yang bersih akan menghindarkan diri dari dosa. Karena harta yang bersih berasal dari tempat dan cara yang sesuai tuntunan syariat, pun dalam membelanjakannya juga harus dalam koridor syariat.
Ketiga, Al-umrul mabruk adalah umur yang berkah, umur yang mengantarkan pada ketakwaan dan kedekatan pada Allah Swt. Menggunakan umur di dunia untuk mengumpulkan bekal pulang ke kampung akhirat kelak.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita menempatkan dunia pada tempatnya, karena dunia bukanlah segala-galanya. Kebahagiaan dunia adalah ketika dunia bisa mengantarkan kita menuju kehidupan akhirat yang kekal yaitu surga. Islam memerintahkan mengekang ambisi dan menyederhanakan kehidupan dunia, karena dunia sementara akhirat selamanya. Oleh karena itu, sudah saatnya kita meletakkan dunia hanya di tangan saja, jangan meletakkannya di hati kita. Wallahu'alam bishawab.[]
Pilihan cerdas menempatkan dunia pada posisi yang semestinya dalam bingkai ketakwaan