"Muhasabah diri adalah proses untuk meningkatkan kualitas amal dan takwa. Bagaimana seorang muslim akan beramal ditentukan oleh cara pikir dan pandangnya atas suatu kondisi yang dipenuhi kesadaran hubungannya dengan Allah, terlebih setelah muhasabah. Apa pun kondisinya, ia akan senantiasa khawatir dan takut tak memperoleh rida Allah ta'ala."
Oleh. Afiyah Rasyad
NarasIPost.Com-Muhasabah atau introspeksi diri tentu sangat baik dan penting untuk dilakukan setiap muslim. Di penghujung tahun 2021, memanglah tepat memuhasabahi diri, namun akan sangat tepat jika muhasabah dilakukan setiap hari, tanpa pernah cuti. Memuhasabahi diri tentulah bukan sebatas mencatat cacat cela yang tertera dalam tiap helaan napas, tapi lebih ke arah bagaimana memperbaiki amal sebelum pulang ke kampung akhirat. Di alam baka, setiap amalan akan dihisab dan dimuhasabahi oleh Allah Yang Mahaadil. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
“Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari Kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dia habiskan; tentang masa mudanya, untuk apa digunakan; tentang hartanya, dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu.” (HR At-Tirmidzi)
Maka, menghisab diri sendiri terlebih dahulu bisa membawa diri pada arah perbaikan yang tertunjuki kebenaran Islam. Selain itu, muhasabah akan menuntun siapa saja, terutama seorang muslim untuk lebih hati-hati dalam mengarungi setiap lembar persoalan kehidupan. Sehingga, seorang muslim akan sangat berhati-hati sebelum melakukan aktivitas di seluruh aspek kehidupan. Muhasabah ini akan menyibak setiap dosa yang tertera dalam tiap pori-pori raga.
Muhasabah diri adalah proses untuk meningkatkan kualitas amal dan takwa. Bagaimana seorang muslim akan beramal ditentukan oleh cara pikir dan pandangnya atas suatu kondisi yang dipenuhi kesadaran hubungannya dengan Allah, terlebih setelah muhasabah. Apa pun kondisinya, ia akan senantiasa khawatir dan takut tak memperoleh rida Allah ta'ala.
Bila tiba saatnya, sungguh di hadapan Allah semua akan dihisab sesuai amalnya. Hanya umat Islam yang bertakwalah yang mulia di sisi Allah. Hanya kaum muslim yang hati-hati yang akan menghadap Allah dengan hujjah yang tak terbantahkan. Ketakwaan akan melindunginya dari beratnya hisab di akhirat.
Namun, sayang sejuta sayang. Ketakwaan saat ini jauh panggang dari api. Banyak umat Islam yang kehilangan arah dalam menjaga ketakwaannya. Misi penciptaan manusia di dunia yang telah Allah rancang sedemikian rupa terabaikan karena kungkungan atmosfer kehidupan yang tak sesuai. Ibadah yang menjadi misi hidup hanya terbingkai dalam ibadah mahdhoh saja, salat, zikir, puasa, zakat, haji, umroh, dan sedekah. Padahal ibadah mencakup tiga dimensi. Adapaun salat, zakat, dan ibadah ritual lainnya adalah dimensi pertama, yakni hubungan manusia dengan Allah.
Sementara dimensi kedua dan ketiga juga tka boleh ditinggal untuk tetap dimuhasabahi. Sebab, bila tiba waktunya, segala perbuatan di ranah tiga dimensi itu akan dihisab. Adapun dimensi kedua adalah hubungan manusia dengan sesama manusia, seperti muamalah, pergaulan, sanksi, pemerintahan, dan lainnya. Hal ini tak bisa tegak dalam landasan aturan Islam jika hanya diemban oleh individu atau komunitas/jemaah saja, namun dibutuhkan sebuah institusi negara yang bisa menerapkan Islam dalam serangkaian dimensi ink termasuk dimensi pertama dan ketiga (hubungan manusia dengan diri sendiri seperti akhlak, makan, minum, dan pakaian).
Jika tiga dimensi dijalankan penuh ketaatan kepada Allah Swt. secara totalitas; bukan semata-mata ritualitas shalat, shaum Ramadan, zakat, atau haji saja, maka hisabnya akan ringan kelak. Sebaliknya, jika tiga dimensi ini diabaikan atau hanya fokus pada dimensi vertikal (pertama), sungguh kaum muslim telah menorehkan dosa-dosa investasi.
Menyibak sebuah dosa investasi tak cukup hanya muhasabah diri dalam ranah ibadah ghoiru mahdhoh (dimensi kedua dan ketiga), peran negara dalam muhasabah sangatlah penting. Namun, saat ini negara menanggalkan jubah taqwa dan bersandar pada kapitalisme sekularisme, sehingga negara ugal-ugalan dalam menyemarakkan kemaksiatan tersebab asik memisahkan agama dari kehidupan. Segala aturan tak bersandar pada syariat Islam, namun digodok sendiri menyaingi Sang Pangatur. Bagaimana mungkin bisa menyibak sebuah dosa jika punggawa dan negaranya larut dalam lautan dosa-dosa.
Oleh karena itu, perubahan merupakan sebuah kebutuhan mendasar yang harus diupayakan dengan usaha yang badilan juhdi agar ummat Islam hidup diliputi kemuliaan dan mampu menyibak sebuah dosa dalam tiap lembar kehidupannya. Sadarnya kaum muslim akan sebuah perubahan dengan jalan memperjuangkan dan menolong agama Islam harus dilakukan secara terus menerus sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. tatkala beliau berdakwah di Makkah sebelum meraih kekuasaan di Madinah. Bahkan, bagaimana beliau saw. memimpin Madinah pun harus diteladani.
Agar perubahan yang diupayakan adalah sebuah perubahan hakiki, maka harus diperhatikan kesadaran tentang realita yang buruk. Ummat Islam saat ini jauh dari kata baik-baik saja. Kondisi negeri muslim berada di bawah bayang-bayang penjajahan, hidup menderita tanpa tatanan Islam. Semua malapetaka yang menimpa umat Islam ini sangat berkaitan dengan keruntuhan Khilafah Utsmaniyah pada Maret 1924 silam.
Perubahan hakiki juga akan diliputi kesadaran betapa gemilangnya kondisi di bawah naungan Islam. Sehingga, perubahan yang dilakukan adalah perubahan yang hendak melenyapkan kapitalisme dan mengganti dengan Islam yang pernah diterapkan lebih dari 13 abad di muka bumi ini. Perubahan yang diperjuangkan akan tetap berada pada thoriqoh perjuangan Rasulullah saw. yang shohih. Arah perjuangan Rasulullah dan para sahabat bukan semata dimensi pertama, yakni ibadah ritual saja, namun juga ada tatsqif atau pembinaan, interaksi dengan umat, dan menerapkan hukum Islam dalam bingkai Daulah Islam. Rasulullah melaukannya tidak sendiri, tapi dengan berjamaah dalam hizbullah (partainya Allah).
Sungguh menyibak sebuah dosa investasi adalah dengan muhasabah. Salah satu wujud resolusi dari sebuah muhasabah adalah dengan jalan perubahan hakiki. Perjuangan untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam harus dilakukan di sela-sela muhasabah yang juga terus dilakukan. Tujuannya agar kehidupan meraih keberkahan dan bila tiba waktunya dimuhasabahi Allah, maka hujjah perjuangan untuk mengubah kondisi telah dilakukan. Muhasabah diri harus bersifat siyasi atau politis agar mampu mengubah kondisi kapitalisme menjadi kondiai yang diliputi aturan Islam.
Wallahu a'lam bishawab[]
Photo :Pinterest