"Berbagai kejadian hal buruk yang terjadi menimpa umat, terlebih kaum muslim disebabkan karena aturan Allah dicampakkan. Bahkan, menganggap hukum Allah sudah tidak relevan dengan zaman ini. Negeri ini lebih menyukai dan mengagungkan hukum buatan manusia."
Oleh. Ahsani Ashri Ar Ridti, S.Tr.Gz
NarasiPost.Com-Menutup catatan perjalanan di tahun 2021 dengan kondisi problematik yang menyelimuti kehidupan umat semakin pelik dan menyesakkan dada. Kesejahteraan rakyat seperti khayalan bak 'cerita dongeng' sebagai pengantar tidur. Rakyat masih diberi harapan, harapan, dan harapan. Tahun silih berganti, namun perbaikan kondisi tak pernah memihak kepada rakyat.
Demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat nyatanya hanyalah slogan kepalsuan yang nyaring bunyinya. Hal ini terbukti dengan rentetan problem-problem kerusakan negeri di semua lini. Namun, problem kerusakan itu berusaha ditutupi oleh sang aktor hingga rakyat seakan dibodohi.
Refleksi 2021
Berangkat dari pandemi yang tak kunjung henti di bumi pertiwi sejak Maret 2020, kini rakyat dihantui dengan munculnya virus Omicron. Sulitnya mengendalikan penyebaran virus karena kebijakan penguasa yang kendur dan plin-plan membuat rakyat dilema, rakyat terpaksa harus bertaruh nyawa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memakai masker seadanya.
Mengingat pandemi pernah berada di kasus tertinggi, dengan ketersediaan fasilitas rumah sakit yang masih minim dan kurang memadai, hingga buruknya penyediaan alat-alat medis yang memengaruhi nyawa rakyat seperti tabung oksigen, seharusnya menjadi bahan evaluasi besar bagi penguasa.
Nyatanya penanganan pandemi menggambarkan ‘kesuraman’ rezim global kapitalis yang memperjelas compang-campingnya sistem demokrasi dalam urusan menyelamatkan nyawa rakyat. Bahkan, ketika gelombang kedua Covid-19 terjadi, polemik vaksin hingga komersialisasi swab PCR semakin menurunkan imun.
Demokrasi terus menampakkan kebobrokannya, bukannya fokus terhadap penyelesaian kesehatan akibat Covid-19, malah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang (UU) yang ternyata inkonstitusional bersyarat. Sudah tahu UU Ciptaker itu cacat dan dinilai inkonstitusional, namun tetap diberlakukan.
Sikap plin-plan dan setengah hati berdampak pada pengangguran massal, rakyat pula yang harus menanggung pilu. Alih-alih dapat meningkatkan perekonomian dengan mempermudah izin bisnis dan investasi, namun realitasnya, lagi-lagi pengusaha pemilik berbagai korporasi makin untung dan rakyat makin buntung. Ditambah lagi menjamurnya kasus kekerasan seksual hingga bunuh diri, bahkan menyasar lingkungan perguruan tinggi hingga polemik Permendikbud Ristek no.30 Tahun 2021.
Di sisi lain, penguasa sibuk menjajakan ide moderasi beragama yang berakar dari pemahaman sekularisme (memisahkan segala urusan dunia dengan aturan agama). Alhasil, Islam dan umat muslim berusaha dibelokkan pemahamannya dan ditafsirkan moderat ala Barat dan meninggalkan Islam kaffah. Ulama dan wadah umat Islam di Nusantara (MUI) berusaha dikriminalisasi dan distigmatisasi radikal. Hal ini pula yang dijadikan alasan oleh kaum liberal untuk mengoyak simpul umat tersebut agar segera dibubarkan.
Bencana erupsi Gunung Semeru di wilayah Kabupaten Lumajang telah menutup catatan duka negeri ini, minimnya mitigasi bencana dan tidak adanya sistem peringatan dini (EWS) disinyalir menjadi penyebab banyaknya kerugian baik berupa harta benda maupun nyawa.
Pentingnya Muhasabah
Berbagai kejadian hal buruk yang terjadi menimpa umat, terlebih kaum muslim disebabkan karena aturan Allah dicampakkan bahkan menganggap hukum Allah sudah tidak relevan dengan zaman ini. Negeri ini lebih menyukai dan mengagungkan hukum buatan manusia, akibatnya umat Islam mengalami ketidakadilan di mana-mana, dan payung hukum yang berlaku tidak berada di pihak umat. Seharusnya sebagai seorang muslim, wajib menjalankan aturan yang bersumber dari Penciptanya, yaitu Allah Swt., yang telah memberikan aturan secara “syamilan wa kamilan” (sempurna dan menyeluruh) untuk diterapkan dalam kehidupan manusia.
Satu hal yang perlu kita pahami bersama, bahwa rentetan masalah semua ini bukan hanya bersumber dari individu atau penguasa saja, melainkan ada kesalahan dalam sistem yang diterapkan hari ini. Barat telah berhasil mengembuskan ide kapitalis demokrasi yang berasaskan sekularisme. Dalam ide sekularisme, agama tidak boleh dipakai dalam praktik mengatur kehidupan dan bernegara. Karenanya lahirlah liberalisme yang mengusung adanya kebebasan dalam pengaturan kehidupan.
Demokrasi hanyalah ilusi palsu yang menjanjikan kesejahteraan rakyat nyatanya sampai hari ini janji manis itu justru menjerat rakyat. Demokrasi bukanlah sistem politik ideal, penguasa yang seharusnya menjadi pelayan rakyat dalam slogan (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat) mereka hanyalah sebagai regulator yang memuluskan rencana cukong korporat.
Sementara, rakyat dijadikan sapi perah dan ditarik terus-menerus dari pajaknya. Nilai yang bertentangan dengan Islam ialah menjadikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, konsekuensinya wakil rakyat memiliki hak untuk membuat undang-undang sendiri, padahal dalam Islam, hak pembuat hukum hanyalah kuasa Allah, yang termaktub dalam syariat Islam.
Resolusi 2022, Kembali pada Islam Kaffah
Setelah kita merenungkan (muhasabah) melihat kejadian-kejadian di tahun ini dan pengaruhnya kepada umat, juga melakukan outlook, rencana amal ke depan, dan mengambil solusi atas semua permasalahan yang terjadi yaitu meninggalkan sistem demokrasi dan menggantinya dengan sistem Islam. Kenapa Islam? Karena Islam berasal dari yang menciptakan manusia, sudahlah pasti dapat menyejahterakan kehidupan umat manusia.
Slogan Islam rahmatan lil’alamin harus kita pahami bahwa Islam memberikan kebaikan dan rahmat bagi alam semesta bukan hanya kepada umat Islam. Stigmatisasi bahwa Islam merupakan agama yang kaku, radikal, dan cap buruk lainnya, selayaknya ditepis dengan pemahaman Islam kaffah. Sehingga, menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan.
Allah berfirman : “Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS Al-Isra: 82)
Sistem pemerintahan Islam menjamin keberagaman, namun tidak akan mengompromikan Islam dengan isu toleransi yang kebablasan. Islam memiliki figur pemimpin idaman sepanjang masa sebagaimana yang dicontohkan oleh Baginda Nabi saw. dan kepemimpinan para Khalifah yang memiliki kekuasaan terpusat serta tidak terkooptasi dengan kepentingan siapa pun.
Kepemimpinan yang dijalankannya berdasarkan keimanan kepada Allah, dan sadar betul bahwa kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Islam juga memiliki sistem jaminan terhadap warga negaranya, yaitu terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyat, termasuk kebutuhan sekundernya, baik bagi individu maupun kelompok, merupakan hak seluruh rakyat negara Islam, baik muslim maupun nonmuslim. Karena seorang pemimpin dalam Islam bertugas sebagai raa’in (pengurus rakyat) dan tidak akan melalaikan tanggung jawabnya.
Khilafah juga akan membuka lapangan pekerjaan, mendorong laki-laki dewasa untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup, memberikan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan dengan gratis, dan level tertinggi untuk seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu. Sumber pendapatan Khilafah berasal dari kekayaan milik umum, seperti tambang emas, batu bara, minyak dan gas, maupun kekayaan milik negara, dan lain-lain.
Konsep Khilafah Islamiah layak menjadi harapan kesejahteraan hidup di masa depan. Oleh karena itu, diperlukan action dari pengemban dakwah untuk menyadarkan kepada umat dengan pemahaman yang benar tentang konsep Khilafah tersebut.
Dakwah pemikiran Islam menjadi salah satu penggerak bagi umat untuk mewujudkan pemahaman Islam yang sempurna, hingga umat paham dan siap untuk kembali berislam kaffah. Nasihat dari Imam Al-Ghazali, “Agama adalah fondasi dan kekuasaan politik adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak ada fondasinya akan roboh. Sesuatu yang tak ada penjaganya akan terlantar.”
Maka kita harus bersemangat untuk mengembalikan perisai umat yang telah lama hilang. Agar Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin segera terwujud dalam kehidupan, Insyaallah.
Wallahu a’lam bishowab.[]