Disintegrasi terjadi ketika ada ketidakpuasan daerah atau kelompok dalam riayah negara. Pun, adanya gangguan atau intervensi dari negara-negara lain. Kemudian, berakhir dengan pemberontakan atau bahkan tuntutan pemisahan diri dari wilayah Indonesia.
Oleh. Dia Dwi Arista
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tahun 2021 hendak berlalu, dan akan diawali oleh tahun baru 2022. Bergantinya tahun seharusnya menjadi penanda bahwa segala persoalan tahun sebelumnya telah diselesaikan dengan rapi, atau setidaknya telah ada strategi jitu dalam menyelesaikannya. Dalam masalah disintegrasi di negeri ini juga tak luput dari lambannya penanganan hingga berlarutnya persoalan. Bahkan, tak cukup waktu satu tahun dalam menyelesaikannya, disintegrasi di Indonesia malah menjadi persoalan turun-temurun.
Bangsa ini telah sering mendapat kepahitan, adanya daerah yang hendak hengkang dari kesatuan nusantara. Misal Timor Leste, yang telah berhasil melepaskan diri dan menjadi negara baru, di susul Daerah Istimewa Aceh dan Papua yang juga menuntut merdeka dari Indonesia. Dan beberapa daerah atau kelompok lain dengan maksud yang sama. Miris. Banyaknya sumber daya alam, nyatanya tak mampu membuat daerah-daerah ini betah berada dalam pangkuan ibu pertiwi. Adakah yang salah?
Penyebab Disintegrasi
Disintegrasi terjadi ketika ada ketidakpuasan daerah atau kelompok dalam riayah negara. Berakhir dengan pemberontakan atau bahkan tuntutan pemisahan diri dari wilayah Indonesia. Terdapat dua faktor penyebab terjadinya disintegrasi. Pertama, faktor dalam negeri. Adanya ketimpangan dalam kesejahteraan, tidak meratanya pembagian kekayaan di tengah masyarakat menjadi alasan kuat untuk melakukan disintegrasi. Kedua, faktor eksternal. Adanya gangguan atau intervensi dari negara-negara lain.
Negara ini kaya, namun hampir semua sumber kekayaannya telah digadaikan kepada asing. Entah dengan nama investasi maupun perjanjian. Hingga kekayaan tersebut tidak merata pada seluruh rakyat Indonesia. Apalagi rakyat yang ada di pelosok dan jauh dari hiruk-pikuk kota, pendidikan dan kesehatan gratis tidak bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal yang berbeda terjadi pada rakyat di perkotaan, akses kesehatan dan pendidikan mudah dicapai. Hal tersebut menimbulkan kecemburuan sosial, hingga muncullah ide untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Kekayaan yang melimpah, nyatanya juga menjadikan negara ini sebagai santapan empuk dalam mengeksploitasi kekayaan alam. Namun, terkadang karena terganjal dengan peraturan-peraturan mengikat dari pusat pemerintahan. Tak jarang negara-negara ini menjadi pendukung utama dalam masalah disintegrasi.
Faktor-faktor tersebutlah yang menjadi api pemantik daerah atau kelompok untuk memberontak bahkan mempunyai keinginan untuk memisahkan diri dari Indonesia. Maka, sungguh Indonesia perlu berbenah mengingat banyaknya masalah disintegrasi yang terjadi di Indonesia dari awal berdirinya hingga saat ini. Jika negara ini masih saja tetap kukuh mempertahankan kebijakannya dalam mengurusi disintegrasi, maka masalah ini tak akan pernah terselesaikan, malah menjadi masalah turun-temurun. Hingga akhirnya bangsa ini tinggal tunggu kelemahan dan kehancurannya.
Khilafah Menyolusi
Khilafah merupakan negara yang besar, sebab ia merupakan gabungan dari negara-negara muslim. Untuk mempertahankan kekuatan dalam negerinya, Khilafah pun akan memastikan politik dalam negerinya selalu berada dalam kondisi stabil. Begitu pula, politik luar negerinya harus dipastikan terkontrol dengan baik, hingga tidak ada celah bagi negara lain datang mengintervensi.
Ada beberapa hal yang akan dilakukan Khilafah. Pertama, memastikan ketakwaan individu dimiliki oleh seluruh rakyat. Hal ini dapat mencegah terjadinya bughat atau pemberontakan, sebab dengan Khalifah menjalankan roda pemerintahan menggunakan syariat Islam kaffah, keadilan akan terwujud, selain itu seorang muslim yang taat tidak akan pernah berniat untuk menghancurkan negaranya sendiri.
Kedua, Khilafah juga akan memastikan pemerataan distribusi kekayaan. Tidak akan ada yang namanya desa tertinggal atau wilayah tertinggal. Penjaminan seluruh kebutuhan pokok dapat diakses dengan mudah, murah, bahkan ada yang digratiskan. Begitu pula dengan pembangunan infrastruktur, akan diratakan antara pusat pemerintahan maupun pelosok.
Ketiga, menutup celah adanya intervensi asing. Maka Khilafah dengan politik luar negerinya akan memilah mana negara yang bisa diajak kerja sama dan tidak. Sebab, syariat melarang Khilafah untuk bekerja sama dengan negara kafir harbi yang telah jelas memusuhi Islam, dan akan selalu mencari celah untuk menjatuhkannya.
Keempat, Khilafah akan menetapkan sanksi atas perbuatan pemberontakan dan separatisme. Menurut Imam Syafi’i, sanksi yang akan diberikan karena perbuatan bughat dibedakan menjadi dua, yakni berdasarkan status apakah dia muslim atau tidak. Jika seorang muslim atau kelompok muslim melakukan bughat maka ia akan diperangi, dan tetap diberikan hak-hak mereka sebagai muslim. Sedangkan jika pelaku bughat adalah kafir, maka ia akan diperangi tanpa ampun. Sebab bughat adalah suatu tindakan makar yang akan merongrong keamanan negara, maka memeranginya adalah keniscayaan apabila negara memang telah mengurusnya dengan baik.
Allahu a’lam bis-shawwab.[]