“Saya ingin karya bukumu exclusive dan dengan background yang terbaik,” kata Mom.
Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Meraki Literasi)
NarasiPost.Com-“Selembar rekam jejak literasiku mengakar penuh makna. Getaran cinta itu, masih terasa. Menua oleh waktu dan asa.” (Muthiah Al Fath)
Assalamualaikum, Sahabat. Kalau dihitung-hitung selama satu tahun ini, antara Oktober 2022 sampai Desember 2023, NP sudah banyak banget mengadakan challenge. Ada Challenge Milad ke-2, Challenge Quote selama 10 hari, Challenge True Story, Challenge NP ke-7, Challenge Milad ke-3 dengan tema Rakastan Sinua, dan terakhir adalah Challenge Dawai Literasi ini. Saking banyaknya, aku sampai lupa, nih. Kalau ada yang belum disebut mohon maaf, ya! Bisa bantu tambahkan di kolom komentar. Please, takut nanti aku kena “jitak”, Mom. Hehe…!
Pertama kali aku mengikuti challenge menulis adalah Challenge Milad NP yang ke-2, tepatnya pada 15 Juli 2022. Saat itu aku masih menjadi kontributor NP, dan baru beberapa kali menulis. Bisa dibilang NP adalah media pertama yang kukenal dan menjadi rumah literasiku hingga sekarang. Alhamdulillah.
Menurutku, reward challenge-nya sangat berkilau, yakni emas satu gram bagi juara pertama, sertifikat, dan semua tulisan yang tayang akan dimasukkan dalam buku antologi. Bagi seorang penulis pemula, reward ini sangat menggiurkan. Kalau dipikir-pikir, kapan lagi ada kesempatan emas seperti ini. Pokoknya, aku harus memenangkan challenge kali ini (pikirku dalam hati).
Totalitas dalam Mengapresiasi
Aku teringat ketika Mom meneleponku untuk membantunya membelikan reward emas kepada pemenang pertama. Singkat cerita, Mom mengirimkan aku uang beserta ongkos kendaraannya. Dan ternyata itu adalah prank. Cincin emas yang kubeli itu adalah reward untukku karena telah memenangkan challenge rubrik Motivasi. Jujur, memori indah itu masih aku ingat hingga sekarang. Tak hanya itu, naskahku yang berjudul “Menjadikan Visi Mulia demi Terwujudnya Visi Akhirat” berada di urutan pertama dalam buku antologi Mutiara Inspirasi. Tahu tidak, itu adalah buku antologi pertamaku, lo. Makanya momen ini benar-benar sangat berkesan bagiku.
Belum lama ini aku juga menjadi juara umum Challenge NP ke-7 untuk rubrik Opini. Rewardnya adalah laptop, plakat, sertifikat, dan rilis buku solo. Di sini, aku benar-benar merasakan ketulusan Mom dan totalitas para tim NP dalam mengapresiasi para pemenang. Mulai dari rilis buku solo, hingga proses pengiriman laptop yang lumayan ribet. Benar-benar Mom dan timnya sangat berhati-hati agar laptop tersebut aman sampai ke daerah saya. By the way, tempat tinggal saya sangat jauh dari kota. Sehingga, demi keamanan, pengiriman laptop dilakukan dengan penuh hati-hati dan proses yang cukup panjang (menurutku).
“Saya ingin karya bukumu exclusive dan dengan background yang terbaik,” kata Mom.
Aku sangat terharu. Di sela-sela kesibukannya, beliau masih memikirkan desain bukuku harus yang terbaik. Buku solo pertamaku, dengan judul “Meraki Literasi”, dipilihkan langsung oleh beliau. Kata “Meraki” berasal dari bahasa Yunani yang berarti cinta dan mengerahkan jiwa dengan penuh semangat. Bahkan, Mom sampai memberikanku julukan Meraki Literasi. Namun, aku merasa tidak pantas diberi julukan seindah itu. Sebab, hingga sekarang aku belum mampu menulis dengan hati, seperti halnya Mbak Deena Noor. Ia sangat lihai menulis, terutama untuk rubrik Motivasi dan Family. Aku bahkan sampai menangis tersedu-sedu ketika membaca naskahnya yang berjudul “Ibu, Apakah Aku Menjadi Beban Bagimu”, dan “You are My Inspiration”. Sumpah, naskahnya bikin air mata meleleh. Sama seperti ketika aku membaca naskah Mom yang berjudul “Dalam Tangisku” dan “Dunia Tanpa Denting”.
Mom paling tahu soal kualitas naskah kami, apakah mengalami peningkatan atau malah sebaliknya. Semua tidak luput dari perhatiannya. Menurutku, itu adalah bentuk apresiasi yang sangat berharga bagiku. Merasa selalu ada yang membaca, menilai, memahami, dan menghargai karya tulisku. Dari sini aku menyadari bahwa orang yang cerdas dan sensitif akan mampu menghargai terhadap nilai prestasi seseorang. Dan bentuk apresiasi, tidak mesti harus berbentuk materi. Bahkan sebuah pujian dan kritikan yang membangun, sebenarnya adalah bentuk ekspresi dari sebuah apresiasi.
Perlu untuk Sahabat ketahui, Mom adalah orang yang paling jeli dalam membaca naskah-naskah kita. Mom terkadang membandingkan naskah-naskah harian dengan naskah challenge yang kita kirimkan. Entahlah, bagaimana beliau dapat memperhatikan sampai sedetail itu. Intinya, terkadang dugaan Mom itu selalu tepat alias tidak pernah meleset. So, usahakan agar naskah harian kalian juga minim kesalahan, ya (sedang menasihati diri sendiri)!
Lagi pula, makin sering mengirim naskah ke NP, maka peluang menang juga makin besar, lo. Sebab, kalian akan sering mendapat “Surat cinta”, yang nantinya akan menambah pengetahuan tentang KBBI dan standar NP lainnya. Jika naskah hariannya saja sudah lolos sensor, apalagi naskah challenge-nya nanti. Pasti lebih mantul alias mantap betul. Begitu kira-kira cara berpikirnya, Sahabat.
Karena, setelah aku perhatikan, para pemenang challenge kebanyakan adalah mereka yang sering mengirimkan naskah harian. Plus, yang rajin mengikuti sharing ilmu yang diselenggarakan oleh NP. Ya, namun tidak dimungkiri juga ada pendatang baru yang berhasil menaklukan challenge. Tapi, aku yakin para pemenang adalah mereka yang antusias mengikuti challenge.
Belajar dari Kegagalan
Aku pernah gagal dalam challenge Story dengan tema “Pemred dan NarasiPost di Mataku”. Saat itu, aku masih fokus menyelesaikan naskah TOR dan naskah challenge untuk rubrik opini. Eh, mendadak Mom mengumumkan bahwa batas pengumpulan naskah dimajukan. Akhirnya, aku kalang kabut dan terpaksa lembur menyelesaikan naskah TOR dan story. Padahal, aku belum pernah menulis rubrik story selama ini. Ditambah lagi, waktunya yang sangat mepet. Alhasil, naskahku yang berjudul “Sang Panglima Literasi” gagal total. Bahkan, hingga kini belum ditayangkan. Memang, ya, namanya buru-buru pasti hasilnya amburadul. Jujur, aku sangat menyadari bahwa naskah tersebut lebih pantas disebut opini. Aku hanya berharap agar Mom tidak ilfeel membaca naskahku kemarin. Maaf ya, Mom!
Namun, selama bersama NP, hal yang paling aku sesalkan adalah tidak berhasil mengikuti Challenge Rakastan Sinua. Tahu tidak, Mom sampai kecewa sama kami yang tidak mengikuti challenge ini. Bagi, Mom, sebagai penulis inti, seharusnya kita yang lebih semangat mengikut challenge daripada yang lain. Sebagai bagian dari NP, seharusnya kita mempunyai a sense belong to NP. Seketika, hati ini bergetar karena sedih. Mengingat banyak kebaikan-kebaikan yang NP telah berikan, namun aku belum bisa memberi apa-apa buat NP. Padahal, aku tahu, Mom tidak pernah minta apa pun, cukup menulis dengan baik dan benar.
Aku pun menyadari bahwa sebuah kegagalan, bermula dari kegagalan-kegagalan kecil yang tidak dapat diantisipasi, salah satunya ada manajemen waktu. Kemudian, kegagalan sangat akrab pada diri yang gampang menyerah dan tak percaya diri. So, walaupun merasa diri belum pernah menulis naskah story, bukan berarti kamu tidak bisa menulis ‘kan. Ayo, nulis saja dulu, siapa tahu bisa!
Beberapa kali gagal, membuat aku yakin bahwa penyakit menunda-nunda waktu itu tidak baik. Bahkan, hanya menimbulkan penyesalan dan kegagalan. Maka, jadikanlah kegagalan menjadi pelajaran untuk lebih antusias melejitkan kemampuan diri dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Soal gagal atau menang, tidak masalah. Yang terpenting adalah tetap berusaha mengukir prestasi hingga maut menghampiri.
Pentingnya Apresiasi
Dari challenge, aku banyak belajar. Adanya challenge dan apresiasi terhadap kebaikan mampu menggerakan orang-orang agar semangat terhadap kebaikan juga. Tak heran jika pada masa kejayaan Islam, begitu banyak para ulama yang semangat untuk menghasilkan berbagai karya tulis. Misalnya, pada masa Daulah Abbasiyah, Khalifah Al-Makmun memberi gaji sebanyak 500 dinar (2 kg emas) untuk para penerjemah.
Inilah yang menjadikan produktivitas menulis para ulama semakin tinggi. Buku-buku yang dihasilkan sampai memadati perpustakaan terbesar di Baghdad. Saking banyaknya, koleksi buku-buku tersebut dapat dijadikan jembatan oleh pasukan Tartar untuk menyeberangi Sungai Tigris.
Karena mendapat apresiasi dan dukungan dari negara, menulis bukan hanya sekadar hobi, melainkan sebagai profesi yang membanggakan. Lebih dari itu, para ulama jadi makin produktif menulis karena didasari keikhlasan sebagai investasi akhirat. Karena dengan menulis, mereka juga berkesempatan menjadi penerus estafet perjuangan para Nabi. Yup, mereka menulis untuk dakwah.
Masyaallah. Ternyata, peradaban gemilang dapat turwujud jika penguasa dan rakyat saling bersinergi dalam kebaikan, salah satunya dengan mengapresiasi para penulis. Sebaliknya, peradaban akan hancur jika orang-orang mulai mengapresiasi para pelaku maksiat.
Jujur, ya, Sahabat. Adanya sebuah challenge dan apresiasi dapat memotivasi aku untuk memberi karya terbaik dari biasanya. Kemenangan hakiki, jelas ketika aku bisa menaklukkan nyamanya mager alias malas gerak yang sering kali merasuk dan merusak asa. Ingatlah wahai diri, Rasulullah saw. pernah bersabda dalam hadis riwayat Abu Dawud, “Allah Swt. mencela sikap lemah, tidak bersungguh-sungguh. Tetapi kamu harus memiliki sikap cerdas dan cekatan, namun jika kamu tetap terkalahkan oleh suatu perkara, maka kamu ucapkan “Hasbunallah wani’mal wakiil”. Wallahu a’lam bishawwab. []
Masyaallah sang juara memang hebat. Bagaimana aku bisa menang berlomba dengan dirimu yang keren dan hebat?
Naskahnya selalu penuh pesona
Mba lebih keren,, semangat dan rajin nulisnya, semua challenge diikuti dengan semangat
Masyaallah, padahal aku masih berharap ada lanjutan. Dah selesai aja nulis ceritanya. Keren, Mbak. Barokallahu fiik
Hehehe, penulisnya juga bingung mau nambah lagi atau stop.. Wafiikbarakallah Kanda..
Barakallah..
Maaf, pernah membuatmu menangis..
Wafiikbarakallah Mba.. iya nih, aku maafin.. hehe
MasyaAllah tarakallah keren mb Muthiah
jazakillah khoir Mba, wafiik barakallah Mba
Barakallahu fiik mbak Muthiah. Karyanya selalu melesat
aamiin.. jazakillah khoir Mba.. wafiik barakallah Mba
Betul mba. Sebuah kegagalan terkadang hasil dari kesalahan diri yang sering melalaikan waktu. Semoga dari situ bisa mengambil pelajaran berharga.
Barakallah mba @Mutiah
iyaa.. hehe,, tapi selalu saja jatuh dilubang yg sama Mba..
Masyaallah, barakallah mbak Mila. Keren ❤
wafiik barakallah Mba.. lebih keren Mba Sar kayaknya