Di detik-detik akhir deadline, rasa khawatir kian membara kara naskah belum jua sempurna. "Dawai Literasi" sukses membuat senam jantung lagi, sama seperti serata challenge sebelumnya.
Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Setiap putaran waktu sungguh istimewa
Dawai literasi menjelma rajutan kata
Serata challenge menyeruak di dada
Mengalunkan simfoni dengan segenap cita rasa
Amboi, mengenal media dakwah di masa pandemi itu nikmat tiada terkira. www.NarasiPost.com memang bukan media pertama yang kukenal di dunia maya, tetapi kehadirannya memiliki ruang tersendiri di dalam jiwa. Challenge yang diselenggarakan menjadi salah satu pemberi semangat, potensi, dan apresiasi untuk penulis dari sang pemilik media. Berbagai challenge telah diselenggarakan oleh NarasiPost.com dengan gegap gempita plus taburan hadiah yang istimewa.
Jelajah Serata Challenge
Challenge bagi seorang penulis adalah magnet tantangan untuk mengukur potensi dan kapasitas diri. NarasiPost.com punya cara tersendiri dalam memotivasi penulis untuk terus melejitkan potensi diri dengan serata challenge yang diselenggarakan dengan silih berganti. Challenge itu merupakan sebuah seleksi alami untuk mencari siapa penulis yang layak diapresiasi. Kalaupun tidak menang, tetapi tulisan telah masuk menjadi kategori lomba, sejatinya itu sudah menjadi pemenang dalam menaklukkan diri sendiri.
Sejauh ini, aku sangat bahagia pernah mengikuti beberapa challenge dari serata challenge yang telah diselenggarakan. Puisi berjudul "Bait-Bait Cinta" menjadi challenge pertamaku di media NarasiPost.com dan berhasil menjadi pemenang meski saat itu masih terheran-heran. Challenge selanjutnya yang kuiikuti adalah challenge di milad NP yang kedua, saat itu aku menjadi perwakilan tim media Mazayapost.com. Alhamdulillah, meski sempat pesimis dengan opini yang dilombakan, predikat juara ketiga membayar lunas segala kegugupan.
Mengikuti challenge di NarasiPost.com memang harus ekstra serius dan hati-hati. Salah satu KBBI ataupun EYD bisa-bisa seluruh naskah tereliminasi. Opini yang melayang ke ruang juri itu kuikuti dengan persiapan diri untuk menjumpai kekalahan yang mungkin saja terjadi. Artinya, setelah naskah opini kukirim pada Mom Andrea saat itu, aku berusaha melupakannya agar gugup dan pesimis tak menguasai hati.
Banyak sekali challenge yang telah menjadi debut NarasiPost.com, tetapi aku sering menepi karena kehabisan ide atau bahkan kurang percaya diri. Motivasi seorang pemimpin redaksi sudah tidak kurang-kurang, aku saja yang masih terkerangkeng dalam rasa tak nyaman jika menulis rubrik lain seperti opini. Nasihat pun tersulam agar setiap keluarga NarasiPost.com bisa ikut meramaikan challenge ini. Aku sih sangat sepakat, bagaimana mungkin keluarga sebuah media tidak ikut berpartisipasi dalam serata challenge? Namun, dada ini sering kali mendung saat ide tak jua tersembur.
Keluar dari Zona Nyaman
Aku menjelajah berbagai challenge kepenulisan bukan untuk kepuasan diri, tidak sama sekali. Hadiah yang istimewa memang menggiurkan, tetapi siapalah diri ini yang masih jauh dari kata layak dalam merangkai gugusan kata yang terbingkai di luar rubrik sastra. Aku yang minim ilmu ini hanya ingin menambah ilmu dan menaikkan takaran kepenulisan yang bisa dijadikan wasilah dakwah sehingga lebih luas lagi. Menulis lillah sudah terpatri, challenge ataupun tidak, serangkaian kata yang dipintal akan dimintai pertanggungjawaban di tempat abadi.
Duhai, susah sekali keluar dari zona nyaman. Aku yang hanya bisa menorehkan rasa dalam balutan sastra harus berusaha keras agar bisa keluar dari zona nyaman. Proses yang menguras pikiran ini kerap membuatku stres. Di saat ini, aku meninggalkan penaku tergantung begitu saja sampai mendekati deadline, ya seperti challenge "Dawai Literasi" ini. Aku bukan membiarkan penaku dipenuhi sarang laba-laba, bukan karena tak mau menulis, tetapi memang belum bisa menyusun kata. Agar tidak stres, kutinggal sejenak agar bisa menggali sumur ide lagi.
Challenge tahun ini tak kalah keren. Laptop seakan memanggil setiap penulis untuk mengikuti ajang bergengsi tersebut. Namun, menjadi juara umum apakah mungkin? Tebersit pertanyaan dalam diri. Azam yang kuat untuk menaklukkan challenge tahun ini membingkai hati. Meski hanya naskah story saja, aku berupaya berpartisipasi.
Aku niatkan saja mengikuti challenge cerpen atau story. Kuniatkan dengan kuat dan mulai searching sana sini. Rasa bahagia terangkai bersamaan dengan rampungnya kisah yang berderet rapi. Aku tahu, sih, banyak penulis yang kisahnya lebih keren dan menginspirasi, tetapi kuberanikan diri mengirimkannya dengan optimis yang tinggi.
Serata challenge tahun ini begitu menantangku. Yah, mungkin juga menantang penulis lainnya untuk keluar dari zona aman dan nyaman. Seperti yang disebut-sebut Mom Andrea, beliau selalu berharap para penulis yang menjadi keluarga NarasiPost.com untuk menulis di luar rubrik yang dikuasainya. Aku agak keder juga. Namun, sejalan dengan pemimpin redaksi, belahan jiwaku juga memotivasi untuk mengikutinya.
Bismillah, saat membuat makalah untuk kuliah online, aku niatkan makalah itu menjadi naskah challenge family. Alhamdulillah, rampung satu lagi. Setelah itu, aku mencoba merangkai opini. Sangat terbata-bata dan menguras energi sebenarnya, tetapi aku terus berusaha merampungkannya. Tema pajak yang kupilih. Aku bisa bernapas lega saat bisa mengirim tiga naskah dengan rubrik berbeda.
Lantas, ada satu lagi yang belum kukirim. Yah, Pemred di Mataku belum jua kukirim. Aku maju mundur mengirimkannya karena memang aku tidak percaya diri. Namun, akhirnya jemariku mengirimkannya ke Bu Pemred. Meski sampai detik ini aku tak tahu naskah tersebut dibaca atau tidak, tayang atau belum. Tidak berani saja melihatnya.
Masyaallah, alhamdulilah, ternyata keluar dari zona aman itu tak selalu buruk. Selain bisa menderaskan dakwah lewat media, aku pun memperoleh juara. Cerpen menduduki peringkat kelima, opini peringkat ketiga, dan family peringkat kedua. Pada akhirnya, rubrik family menjadi juara pertama karena menggantikan posisi sebelumnya. Hal ini sangat membuatku kian optimis untuk menulis dengan penuh bahagia. Pemred di Mataku? Jangan ditanya. Biarkan saja ia menjadi rahasia. Hehe.
Dawai Literasi
Dua bulan sebelum challenge "Dawai Literasi," challenge "Rakastan Sinua" telah memenuhi sanubari. Aku pun melibatkan diri dengan penuh kerelaan meski keteteran dalam memberikan endorsemen atau testimoni. Bismillah, aku mencoba mengirim testimoni untuk masing-masing Konapos, Tim Redaksi, dan juga Tim Penulis Inti sesuai arahan di selebaran digital itu. Tak dinyana sama sekali, aku dan Mbak Dewi Fitriana menyabet juara. Masyaallah, alhamdulilah. Di tengah hiruk pikuk kekhawatiran tidak adanya jadwal kapal untuk kembali ke Jawa, Mom Andrea menelepon dari benua lain menyampaikan kabar gembira. Air mata langsung tumpah ruah mengantarku pada sujud syukur pada Sang Maha Pencipta.
Kini, challenge bertajuk "Dawai Literasi" digelar. Ajang bergengsi ini pun membuat hatiku berdebar. Melihat tulisan sahabat penulis lainnya sudah terpajang dalam website www.NarasiPost.com semakin membuat rasa cuat berkibar-kibar. Namun, asa untuk menjadi bagian dari peserta challenge tetap berkobar. Meski putus asa hampir menyerang, kuderetkan kata demi kata dengan sabar.
Challenge akhir tahun ini panjang waktunya, tetapi aku yang lemah ini benar-benar harus bersemedi untuk melahirkan sebuah tulisan tentang challenge dan NarasiPost.com itu sendiri. Kesibukan dunia nyata tak menjadi alasanku tidak segera menuangkan rasa, tetapi ide yang hendak kuikat masih mengembara entah ke mana. Di detik-detik akhirdeadline, rasa khawatir kian membara kara naskah belum jua sempurna. "Dawai Literasi" sukses membuat senam jantung lagi, sama seperti serata challenge sebelumnya.
Serata challenge NP, termasuk "Dawai Literasi," di mataku adalah wadah apresiasi dan ajang meningkatkan potensi diri. Pemred menghargai penulis dengan caranya yang elegan. Lantas, kenapa aku harus enggan untuk berpartisipasi di dalam challenge. Toh, challenge ini akan bermanfaat bagi diriku sendiri. Lebih dari itu, challenge yang diselenggarakan media www.NarasiPost.com bernapaskan dakwah literasi. Hal itu bisa menjadikan siapa pun yang mengikutinya, termasuk diri yang masih harus terus belajar dalam kepenulisan, turut berkontribusi dalam dakwah media atau dakwah literasi.
Aku selalu bangga pada segenap pendiri media dakwah, termasuk pada Mom Andrea. Dari merekalah, dakwah media berkibar di jagat raya. Aku pun bangga pernah mengenal Mom Andrea meski hanya di dunia maya. Aku sangat bersyukur bisa menjadi bagian keluarga NarasiPost.com di ruang Tim Penulis Inti. Meski aku harus terus banyak belajar dan tertatih memperbaiki tulisan, aku tetap sangat bersyukur pada Ilahi yang telah mempertemukanku dengan NarasiPost.com dengan segala agendanya, termasuk serata challenge yang membawaku berlari atau bahkan terbang ke langit yang tinggi.
Secarik Persembahan
Tentang kata hati
Terbalut dalam untaian emosi
Mengalun indah dawai literasi
Terpatri dalam sanubari
Salam santun pada pemimpin redaksi
Idenya deras mengalir tiada henti
Naskah diseleksi begitu jeli
Agar menjelma naskah yang layak dikonsumsi
Serata challenge bukan sebatas ajang bergengsi
Di dalamnya banyak nasihat diri
Terlebih memuat dakwah literasi
Dengan meninggikan kalam Ilahi
Bukan kata tanpa arti
Susunannya menyimpan visi dan misi
Tak sebatas di muka bumi
Dawai literasi tegak menuju tempat yang abadi
Khatimah
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ
“Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 159)
Ayat inilah yang membuatku mendawamkan diri dalam challenge "Dawai Literasi." Aku telah berkomitmen untuk mengikutinya saat challenge ini belum dimulai, aku pun berusaha menunaikannya meski di akhir waktu atau mungkin telah lewat waktu. Sebuah komitmen yang telah ditegakkan, pantang untuk ditinggalkan. Apalagi apresiasi begitu besar yang diberikan oleh Bu Pemred memberikan afirmasi positif bagi para penulis. Semangat dakwah literasi dalam "Dawai Literasi" semoga menjadi hujah di tempat yang abadi. Semoga Allah meridai. Aamiin. []
Barakallah mbak Afi.. wah, ada puisinya juga..
Masyaallah. Baca naskah ini serasa lagi baca puisi tapi berbentuk Story. Barakallah mba @Afiyah
ini sih senior banget dari kata per kata dalam kalimat tak tertandingi, barakallah mbk Afi mantul.
Barakallahu fiik mbak Afiyah. Masyaallah, ternyata sudah berkomitmen untuk mengikuti meskipun challenge belum dimulai
Masyaallah tabarakallah suhu sastra ini selalu memukau naskahnya....penasaran sedari dahulu ingin belajar sastra klasik unik mb Afiyah. Apakah kau mau? Bebagi ilmu padaku? NGAREP.
Barakallah mbak Afi. Kita semua sedang belajar keluar dari zona nyaman.
Wah, saya harus belajar ini sama pakarnya bagaimana menulis story kental dengan sastra.
Kok saya membacanya seperti membaca pantun. Soalnya, kalimat-kalimat dalam paragraf-paragrafnya berima. Luar biasa, Mbak Afiyah ini. Baarakallaah, Mbak Maestro Sastra.