Menulis di NP, Mengingatkan Saya tentang Dosa

Menulis di NP

Jangan sampai kita terlena oleh perasaan telah melakukan banyak amal, namun saat hari pertanggungjawaban tiba, semua bagai debu beterbangan di hadapan Allah

Oleh. Anita Nur Oktavianty S.Si
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Entah memulai dari mana, apa yang saya rasakan ini benar-benar muhasabah diri yang begitu berharga. Berawal dari isi chat Mom tentang salah satu tulisan saya yang banyak salahnya. Tingkat plagiarisme, tipo, ejaan kata menurut KBBI, dan sebagainya. Masyaallah, saya merasa beruntung mendapatkan chat tersebut. Bukan apa-apa, menyadari bahwa saya untuk pertama kalinya memberanikan diri mengikuti challenge di Narasipost (NP), tentu banyak hal yang mesti dipelajari, dan banyak hal pula yang mesti dibenahi. Ternyata NP begitu ketat, tak terkecuali mengenai kualitas tulisan yang akan dimuat. Alhamdulillah.

Saya membaca pelan-pelan semua isi chat tersebut. Miris pada diri yang tak fokus memperhatikan kata demi kata yang tak sesuai KBBI. Belum lagi tingkat plagiarismenya. Bersyukur karena di sela kesibukannya, Mom masih meluangkan waktu membalas pertanyaan-pertanyaan saya lewat chat. Membeberkan daftar kesalahan yang ternyata begitu banyak. Hal yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya, di mana seorang ahli mau meluangkan waktu untuk membaca dan mengoreksi tulisan saya yang belum ada apa-apanya.

Terbayang kembali bagaimana upaya yang sudah saya lakukan sebelumnya untuk menghasilkan sebuah tulisan. Mulai dari mencari ide, menentukan judul, kerangka tulisan, dan seterusnya. Saya yakin semua penulis yang ingin menghasilkan karya yang berkualitas pun harus melewati effort yang tidak ringan. Bukan hanya agar ide dalam tulisan bisa tersampaikan, tetapi juga kualitas tulisan agar lebih berkelas. 

Pengalaman mengikuti challenge NP ini membuat saya tersadar bahwa dakwah pun butuh profesionalisme. Tulisan yang diniatkan untuk menjaring amal jariah, haruslah disajikan dengan wah! Bukankah kita ingin mempersembahkannya di hadapan Allah? Kepada sesama manusia saja kita berupaya menampilkan yang terbaik, lalu mengapa di hadapan Allah cenderung ala kadarnya? Astaghfirullahal adzim. Dengan menceburkan diri dalam challenge NP ini, saya mendapatkan cambuk hati.

Hati saya semakin terhenyak oleh sebuah kisah yang tiba-tiba melintas dalam ingatan. Kemiripan kisah yang dilatarbelakangi oleh cacat dalam karya, terkoneksi pada hari pertanggungjawaban yang masing-masing kita akan menghadapinya kelak. Kisah ini dialami oleh seorang ulama mulia, Atha As-Salami rahimahullah. Beliau adalah seorang tabiin yang mulia, sahabat dari Umar bin Khattab radiyallahu anhu.

Suatu hari, Atha As-Salami rahimahullah pergi ke pasar dengan maksud untuk menjual hasil kain tenunnya kepada seorang penjual kain langganannya. Setelah diteliti secara cermat dan seksama, sang penjual kain itu pun berkata, “Ya, Atha, sesungguhnya kain ini cukup bagus, tetapi sayang ada cacatnya sehingga saya tidak bisa membelinya,” tolak penjual kain itu dengan halus. Kain itu pun disodorkan kembali kepada Atha As-Salami rahimahullah. Saat menerima kembali kain itu, Atha terlihat termenung sebentar lalu menangis.

Mendapati ulama tersebut menangis, sang penjual kain pun terlihat ikut bersedih lalu berkata, “Wahai sahabatku, saya mengatakan dengan jujur apa adanya. Kainmu ini memang memiliki cacat hingga saya tidak bisa membelinya. Jika karena itu kamu bersedih, maka biarlah saya membelinya dengan harga yang sepantasnya,” tawar sang penjual kain tak enak hati.

Dengan lembut Atha As-Salami rahimahullah membalasnya, “Wahai Sahabat, kamu salah sangka. Apakah kamu berpikir saya menangis karena kain ini ada cacatnya?”

Sang penjual kain itu mengangguk pelan.

“Bukan, bukan karena itu. Sesungguhnya hal yang menyebabkan saya menangis karena kain yang telah saya buat dengan penuh teliti selama berbulan-bulan ini saja ternyata di hadapan kamu sebagai ahlinya masih ada cacatnya, lalu bagaimana dengan ibadah saya? Ibadah yang saya lakukan bertahun-tahun mungkin sudah benar, tetapi bagaimana di hadapan Allah sebagai ahlinya?”

Sang penjual kain pun ikut tertunduk, membenarkan pernyataan yang sarat akan hikmah dari ulama mulia tersebut. Pernyataan yang mengisyaratkan sikap wara dalam beramal agar tak menanggung penyesalan yang tak berkesudahan di alam akhirat kelak.

“Itulah yang menyebabkan saya menangis,” ucap Atha As-Salami rahimahullah lalu terdiam.

Dari kisah tersebut, ada pelajaran yang bisa dipetik yaitu jangan mudah merasa puas, tetapi tetaplah untuk selalu awas. Amilatun nashibah, artinya adalah amal-amal yang hanya melelahkan. Terdapat dalam ayat ke-3 surah Al-Ghasiyah, merupakan rangkaian ayat yang bercerita tentang neraka dan para penghuninya. Ternyata salah satu penyebab seseorang dimasukan ke neraka adalah sebab amalan yang banyak dan beragam, tetapi penuh cacat, baik motif dan niatnya, maupun kaifiyat (cara) yang tidak sesuai dengan sunah Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Astaghfirullah al’adzhim.

Menurut riwayat, Umar bin Khattab radiyallahu anhu sering menangis saat mendengar ayat ini. Jangan sampai kita terlena oleh perasaan telah melakukan banyak amal, namun saat hari pertanggungjawaban tiba, semua bagai debu beterbangan di hadapan Allah. Inilah pentingnya berilmu agar amalan senantiasa memenuhi syarat dan ketentuan syarak. 

Inilah pentingnya bermuhasabah karena manusia memang tempatnya khilaf dan dosa. Bersyukur jika masih ada yang mau mengingatkan atau menegur. Bersyukur jika masih diberi umur untuk menegur dan kesempatan untuk melakukan perbaikan demi perbaikan amal secara teratur.

Hal yang sama dengan menulis. Saat membuat tulisan, kita berupaya untuk meminimalkan kesalahan. Mulai dari kesalahan kata, tanda baca, dan sebagainya. Saat diupayakan sebaik mungkin, ada rasa sedih jika ternyata tulisan tersebut masih banyak kesalahan. Lalu, bagaimana sedihnya jika Allah sendiri yang menemukan banyak catatan kesalahan dalam buku amalan kita? Lebih diperparah karena di hari akhir nanti tak ada kesempatan lagi untuk memperbaiki. Mengira telah sempurna, namun ternyata penuh cacat. Astaghfirullah wa atubu ilaih.

Tim Redaksi yang notabene manusia biasa boleh jadi memiliki kesalahan dalam mengecek keabsahan dan kualitas tulisan. Tidak demikian halnya dengan Allah Yang Maha Teliti. Apa kabar diri saat amalan yang selama ini kita anggap telah memenuhi kualifikasi, ternyata penuh dengan aib yang tersembunyi? Mungkin ada riya dan sum’ah yang bersarang di hati, tergelincir oleh rasa ujub dalam diri, serta cacat lainnya yang kurang diwaspadai.

Sungguh, tulisan ini tidak hendak membuat semua yang membacanya bergidik ngeri atau memadamkan semangat yang terlanjur berkobar dalam diri. Ini adalah pemantik nyala api yang selama ini mungkin terjebak dalam zona nyaman akan sebuah ‘pemakluman’ bahwa tulisan saya mentoknya seperti ini. Tidak! Sekali lagi, tidak! Semua punya potensi untuk menghasilkan karya yang terbaik. 

Masih ada kesempatan untuk merevisi kesalahan demi kesalahan. Masih ada kesempatan untuk melakukan transformasi, dari kegagalan menuju keberhasilan. Bukankah tiap manusia pasti mengecap yang namanya kegagalan?Namun, sedikit yang mau bangkit dari kegagalan tersebut dan memperbaikinya. Semoga yang sedikit itu adalah kita. Saya, kamu, dan para penulis ideologis lainnya.  Bangkit melayakkan diri sebagai seorang penulis yang memiliki high quality terlebih jika tulisan tersebut diniatkan untuk dakwah meraih rida Ilahi.

Akhir kata, jazakumullahu khair untuk Tim NP. Saya mendapatkan banyak pelajaran dari tulisan saya yang banyak salahnya. Tetaplah mempertahankan kualitas dan mewadahi para penulis yang mau terus belajar dan berupaya.

Wallahu a’lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Anita Nur Oktavianty S.Si Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Manuver Predator Hebat
Next
Challenge NarasiPost.Com Menakutkan!
4.5 4 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

15 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Alfira
Alfira
10 months ago

Masya Allah tabarakallah, kisah dari Atha As-Salami menjadi reminder untuk kita semua untuk tidak merasa cukup dengan amal yang sudah dikerjakan dan terus memperbaiki kualitas ibadah. Syukran ustadzah atas ilmunya

Muthmainna B
Muthmainna B
10 months ago

MaasyaaAllah terkadang memang kita perlu diingatkan agar tak berpuas diri dengan amalan yang sudah dilakukan, dan tentunya tetap memperhatikan niat dan cara amalan itu dilakukan. Syukron sudah memberikan ilmunya ustdzh

Anita Nurvia
Anita Nurvia
Reply to  Muthmainna B
10 months ago

Afwan. Syukron ya sudah mampir

Wd Mila
Wd Mila
10 months ago

MasyaaAllah Barakallah Mba. Semoga kita semua dijauhkan dengan Amilatun nashibah, perbuatan yang banyak namun sia-sia di mata Allah SWT.

Anita Nurvia
Anita Nurvia
Reply to  Wd Mila
10 months ago

Amin Ya Rabb...

Mimy Muthmainnah
Mimy Muthmainnah
10 months ago

Masyaallah tabarakallah perasaan yg pernah pula kurasa. Menulis sesungguhnuya ajang introspeksi dan cambuk diri. Naskah ini keren. Jazakillah khairan mb Anita.

Anita Nurvia
Anita Nurvia
Reply to  Mimy Muthmainnah
10 months ago

Masya Allah. Bisa sehati ya Mba.

Novianti
Novianti
10 months ago

Saya juga pernah mengalami saat kirim tulisan dibalas dengan surat cinta panjang terutama tentang penulisan sesuai kaidah. Itu kelemahan saya. Sampai pernah bulak balik dikirim ulang oleh mom Andrea karena masih ada kesalahan. Duh, suka malu. Akibat kurang teliti dan terburu-buru. Ternyata kita memang mesti melewati itu.

Anita Nurvia
Anita Nurvia
Reply to  Novianti
10 months ago

Iya benar. Momen untuk terus belajar dan berusaha mempersembahkan tulisan terbaik untuk dakwah. Alhamdulillah

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
10 months ago

Masya Allah, jazaakillaah atas pengingatnya. Betapa diri ini masih banyak cacat dan kekurangan dalam beribadah. Baarakallaah fiik, Mbak.

Anita Nurvia
Anita Nurvia
Reply to  Mariyah Zawawi
10 months ago

Wafik barakallah Mba. Jazakillahu khoyr sudah mampir

Sartinah
Sartinah
10 months ago

Masyaallah, jadi motivasi sekaligus introspeksi diri. Betul, baik beramal atau menulis tidak boleh berhenti pada rasa puas, karena kita pasti akan menemukan kesalahan-kesalahan kita. Barakallah

Anita Nurvia
Anita Nurvia
Reply to  Sartinah
10 months ago

Masya Allah, syukron Mba

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
10 months ago

MasyaAllah jadi muhasabah diri ini tentang amal yang kita lakukan, begitu pun dengan tulisan. Barakallah penulis.

Anita Nurvia
Anita Nurvia
Reply to  Hanimatul Umah
10 months ago

Wafiik barakallah Mba. Jazakillahu khoyr

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram