"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)
Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Samudra cahaya menyerbu siapa pun yang melintasi hutan gundul nan gersang. Meski sang surya telah tergelincir ke barat, keringat bercucuran bak air bah yang menerjang. Rombongan pencinta alam yang hendak menuruni lereng beberapa kali berhenti untuk minum atau sekadar membasahi bagian kepala mereka. Pemandangan menyedihkan begitu akrab menyapa para pendaki, mulai dari perbukitan hingga ke kaki gunung yang mereka turuni, hanya lahan kosong yang memanjang. Rute berbeda yang mereka tempuh justru memamerkan tanah gersang dan hutan yang kerontang.
Hawa panas benar-benar menyergap lima pendaki. Persediaan air mereka menipis. Sementara air di aliran sungai sudah sangat kecil. Musim kemarau panjang dan cuaca ekstrem akibat El Nino nyatanya juga berdansa di kawasan pegunungan ini. Ditambah lagi areal hutan yang luas sudah lenyap tak tersisa. Horizon kelabu seakan menyuguhkan kesedihan.
Tak ada secuil pun pohon yang direboisasi. Alih fungsi lahan betapa banyak mengorbankan hutan lindung. Di kawasan Ranggajati ini akan dibangun sebuah pabrik biofuel milik asing. Hal itu tampak dari papan penanda yang sengaja ditaruh oleh perusahaan. Tampak ekskavator dan alat berat lainnya di dekat perkampungan penduduk. Lima pendaki itu menyayangkan perizinan yang dikantongi perusahaan tersebut.
Debu-debu bertebaran menghalangi pandangan jarak jauh. Permukaan bumi seakan dihiasi kabut cokelat. Para pendaki berpapasan dengan penduduk kampung yang memakai topi petani yang lebih lebar untuk melindungi penglihatan dari debu yang berkeliaran. Mereka segera bergegas melewati lautan tanah gersang menuju jalan masuk desa.
Tenaga yang habis terkuras menemukan oasenya. Di hadapan para pendaki, hijau dedaunan bercampur dengan tebalnya debu yang menempel mesra. Rumah-rumah khas pegunungan menyapa kedatangan lima pendaki itu. Mereka berencana bermalam di desa itu karena tak memungkinkan untuk langsung ke kota. Angkutan desa sudah tidak beroperasi sejak jam dua siang. Mereka terlambat memasuki perkampungan karena angin kencang membawa debu. Hal itu membuat pandangan mereka terhambat.
Langkah mereka menapak alap tatkala bersua siapa pun di desa. "Permisi, Mbah," ucap Asrul mewakili rombongannya melafazkan permohonan izin. Anggukan warga begitu menenangkan mereka. Penerimaan yang bersahabat menjadikan lima pendaki tersebut betah di desa itu.
Mereka menuju surau yang sudah dipadati santri "kalong". Para santri belajar mengaji sejak matahari terbenam hingga jam sembilan malam. Asrul, ketua pendaki itu segera menemui Ustaz Husein untuk izin. Mereka sudah terbiasa menginap di surau. Lampu hijau menjadi jawaban perizinan Asrul. Mereka segera antre menuju jeding yang tertutup anyaman bambu untuk bersih diri.
Perhatian Asrul terfokus pada jemaah yang tak biasa. Bukan hanya santri yang ada di sana, tetapi ada juga bapak-bapak. Tak biasanya mereka menjumpai keramaian di ujung hutan ini. Sambil menunggu giliran, netra Asrul memindai satu persatu kedatangan bapak-bapak itu. Asrul memprediksi bapak-bapak itu tak semua dari desa ini.
Suara jangkrik bersahutan menjemput malam. Rombongan pendaki itu segera bergabung dalam saf untuk menunaikan salat Magrib. Suara merdu dan fasihnya imam membuat hati jemaah bergetar. Mereka larut dalam kekhusyukan salat.
Usai wiridan, Ustaz Husein membuka acara pengajian Maulid. Asrul merasa malu sendiri karena tadi sempat menaruh prasangka yang tidak-tidak atas kehadiran bapak-bapak. Kemudian acara selawatan dimulai dengan khidmat. Tak hanya selawat, ada tausiah yang diisi Ustaz Muhammad. Asrul langsung fokus pada sang ustaz.
Wajah teduh Ustaz Muhammad mencuri perhatian jemaah, termasuk Asrul dan para pendaki lainnya. Pembahasan seputar cinta Nabi sepenuh hati sungguh menarik. Pembahasan Ustaz Muhammad berbeda dengan tausiah tentang kelahiran Baginda Nabi. Ustaz Muhammad menekankan agar jemaah mencintai Nabi tak sebatas mengenang kelahiran beliau, tetapi wajib meneladani beliau dalam seluruh aspek kehidupan.
Betapa masuk akalnya penjelasan sang ustaz yang menekankan bahwa Baginda Nabi pembawa risalah Islam yang kemudian berhasil diterapkan dalam institusi negara. Negara ini yang menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, bukan individu, lembaga, ataupun masyarakat. Asrul mulai memasang radar lebih jauh. Apa memang benar Ustaz Muhammad ini radikal.
Lepas acara Maulid dan salat Isya, suasana guyub berkelindan dalam pandangan. Keakraban menari-nari di antara jemaah. Lima pemuda itu turut merasakan hangatnya persaudaraan di antara mereka. Ustaz Muhammad menyalami mereka satu persatu. Rasa kagok dan gelagapan mengiringi tingkah Asrul dan teman-temannya.
"Santai saja, Mas," ucap ustaz muda itu.
Senyum Asrul langsung terukir saat sang ustaz duduk secara khusus di hadapan mereka. Obrolan hangat mencairkan kekakuan Asrul dan rombongannya. Obrolan seputar pendakian sungguh mengasyikkan. Perhatian dan minat Ustaz Muhammad saat mendengarkan penuturan mereka, membuat Asrul merasa dihargai. Perlakuan baik sang ustaz menghapus seluruh prasangka jelek Asrul.
"Tetapi menjengkelkan banget pas tadi lewat di lautan tandus sebelum masuk desa ini," ucap Asrul tak bisa menahan diri.
"Iya, rute yang biasa kami lewati jadi lebih susah medannya. Panas, berdebu, kotor," Agung menimpali.
"Itu jadi rusak begitu. Apa warga tidak protes?" tanya Asrul.
"Iya, Mas. Kondisi berdebu dan panas dirasakan juga oleh warga sekitar sampai ke desa saya yang dekat kecamatan itu. Warga sudah mengajukan protes, Mas, ke pihak terkait, pada pemerintah setempat. Bahkan, kami ke DPRD, lho," jawab Ustaz Muhammad.
"Kenapa, ya, Ustaz, kok mereka ngotot bangun dengan menggunduli hutan?" Asrul tampak geram.
Suara jangkrik kian ramai. Angin turut memberikan irama saat menyibak rimbunnya pohon bambu. "Krik … krik … krieek …." Suara jangkrik dan bambu beradu dalam diskusi yang syahdu. Hawa dingin mulai merayap ke sekujur tubuh. Suara batuk masih bersahutan di antara jemaah. Banyak di antara mereka yang memakai masker, termasuk para santri dan Ustaz Muhammad.
"Itulah penguasa saat ini. Perizinan sudah kadung dikantongi perusahaan itu. Finalnya kebijakan menjadikan perusahaan berani membabat dan membakar hutan tanpa memikirkan dampak pada lingkungan sekitar. Kebijakan yang ada saat ini tampak berpihak pada para pemilik modal. Memang begini jika sistem kapitalisme diterapkan. Semua asasnya manfaat, dalam arti harta materi. Apalagi akidahnya sekularisme, memisahkan agama dengan kehidupan. Semakin merajalela kerusakan karena ulah tangan manusia. Hal ini menjadikan negeri kita sebagai lame duck. Kebijakan yang dibuat sesuai pemesan."
Lame duck yang dimaksud sang ustaz adalah ketidakberdayaan negara saat berhadapan dengan para pemilik modal. Mimik serius Asrul mencerna dengan saksama. Ustaz Muhammad memberi jeda. Dia meminum susu kambing hangat yang disuguhkan. Raut muka Asrul dan teman-temannya kompak memamerkan kebingungan. Akhirnya Ustaz Muhammad membacakan surah Ar-Rum ayat 41,
ظَهَرَ الۡفَسَادُ فِى الۡبَرِّ وَالۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ اَيۡدِى النَّاسِ لِيُذِيۡقَهُمۡ بَعۡضَ الَّذِىۡ عَمِلُوۡا لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُوۡنَ ٤١
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Candra mulai bergeser. Para santri sudah pulang. Para jemaah sudah tak ada. Pertanyaan Asrul seputar kapitalisme dan sekularisme begitu besar. Dia baru memahami bahwa banyaknya kerusakan di negeri ini karena sistem buatan manusia itu. Asrul dan teman-temannya bertekad ingin tahu cara berjuang seperti Nabi agar negeri muslim tak menjadi lame duck. Asrul meminta nomor telpon ustaz muda itu. Asrul bersungguh-sungguh ingin mengkaji Islam lebih dalam. Diskusi hangat itu bubar tatkala Ustaz Muhammad berpamitan.[]
Cerpen ini sangat sesuai dengan kondisi saat ini, lemahnya negara dalam genggaman pemilik modal.
Barakallah mba@,Afiyah
Di kawasan Ranggajati ini akan dibangun sebuah pabrik biofuel milik asing.
Cepernnya relevan dengan pergolakan politik di sana...mantap Mba Afiyah
Barakallah ... keren tulisannya Cikgu Afiyah
Barakallah mba Afi. Ceritanya selalu keren. Kerennya lagi selalu ada Islam Ideologis di setiap ceritanya. Masya Allah.
Asrul.. semangat mengkaji Islam! Lalu ikut dalam barisan dakwah ideologis..
Barakallah mbak Afi.. cerita yg keren.. bermuatan Islam ideologis..
Cerpen tidak melulu mengisahkan romantika percintaan. Muatan Islam ideologis pun bisa dikemas menjadi cerita menarik oleh sang Maestro Cikgu Afi.
Wah, ustaz ideologis nih, cerdas dalam memandang berbagai peristiwa, termasuk mampu melihat kedudukan negara yang tak berdaya. Tapi penulisnya lebih keren. Barakallah mbak Afi
La hawla wala quwwata illa billah. Mencoba mengeluarkan uneg-uneg yang menumpuk, Mbak.
Kerennya mengkaji Islam
Ayuk Asrul semangat mengkaji Islam secara totalitas
Hayuk, Bunda
Alhamdulillah.
Happy ending.
Kisah yang menarik dan membawa pesan ideologis.
Adakalanya happy ending adakalanya sad ending. Tapi penulis lebih suka yang happy ending Mbak Maya
Asrul sudah jatuh cinta pada Nabi meskipun belum mengenal beliau.
Ide ceritanya keren, Baraakallah.
Sebenarnya banyak kaum muslim yang sudsh mencintai Kanjeng Nabi. Tapi belum disertai bukti untuk menerapkan aturan Ilahi.
Pinter banget nih Maestro Sastra, kejadian2 terkini bs langsung muncul cerpennya
La hawla wala quwwata illa billah. Masih terus belajar ini Mbak.
Sastra yang berbalut siyasah. Membuat harus belajar mencerna tiap katanya. Tatanan kata yang luar biasa. Barakallah ustazah Afi.
Jazakillah khoyron katsiron, Mbak. Menyesali nrgara yang mrmilih menjadi lame duck dengan potensi SDA dan SDM yang luar biasa