Permata yang Terbuang

"Bayi itu tampak menggigil. Saat pipinya disentuh, bayi itu seolah mencari susu. Ia benar-benar kehausan. Di beberapa bagian tubuh bayi tampak merah-merah dan bengkak akibat gigitan semut."

Oleh: Solehah Suwandi

NarasiPost.Com-Memasuki musim kemarau, udara saat malam terasa lebih dingin nan menusuk. Meski begitu, Mamat salah satu warga Kabupaten Natar-Lampung harus tetap keluar rumah mencari ikan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Bersama temannya Dadang, mereka keluar sebakda magrib dengan peralatan penangkap ikan, termasuk senter andalan di kepala.

"Ayo Dang, tadi siang saya sempat ke lokasi, dan tenggakannya banyak Dang, menandakan banyak ikannya. Semoga tangkapan kita kali ini banyak dan besar-besar," seru Mamat antusias, begitu menjumpai Dadang di luar rumahnya.

Memang bukan hal aneh jika mereka berkeliaran di luar rumah saat malam hari. Sebab orang di kampung sudah tahu profesi mereka berdua.

Udara malam ini terasa lebih dingin dari hari biasanya. Dadang merapatkan jaket lusuhnya begitu kaki mereka sudah menapaki pinggiran jalan raya Trans Sumatera di mana ada sungai di bawah jalan ini. Ia mengikuti ke mana Mamat melangkah, hingga akhirnya menuruni anak tangga buatan Mamat tadi siang. Dialah yang membuat secara mendadak supaya memudahkan malam harinya untuk turun.

Sejak kakinya melangkah ke turunan tanggul, Dadang merasa sudah tidak enak. Selain mitos yang tersebar bahwa tempat yang akan mereka kunjungi terkenal angker, ini juga malam Jumat, Dadang makin merasa takut.

"Mat, jalannya jangan cepet-cepet dong!" kata Dadang setengah mengimbangi tubuhnya agar tidak terperosok. Mamat tak menghiraukan.

"Mat, kamu dengar sesuatu tidak?" Mamat kembali bertanya, kali ini setengah berbisik. Bulu kuduknya meremang, pundaknya terasa berat.

"Mat! tunggu dulu, dengar itu suara apa?" Akhirnya Dadang menarik tangan Mamat yang sudah berada di lereng sungai. Akhirnya Mamat berhenti dan mengamati lokasi sekitar.

"Ah, engga ada apa-apa!" sanggahnya. Sambil menyoroti setiap sudut tempat terbuka ini, namun tampak seram karena ditumbuhi pepohonan tinggi dan tak jauh dari mereka berdiri ada tempat pembuangan sampah.

"Betul Mat, saya dengar suara kaya orang menangis, hiih, jangan-jangan, kuntilanak Mat!" Dadang bergidik, ia masih ngotot dengan pendengarannya. Mamat tak peduli, ia tetap berjalan. Namun beberapa langkah kemudian ia juga mendengarkan suara aneh seperti yang Dadang ucapkan.

"Eh, iya suara apa ya?" Tiba-tiba tengkuk Mamat merinding.

"Tuh kan, ayo kita pulang saja Mat, tempat ini terkenal angker. Hiiih," ajak Dadang ketakutan. Jangan sampe ketemu memedi, batinnya begidik.

Suara itu seperti kucing kesakitan, namun sesekali terdengar seperti menjerit, namun sekejap hilang dan bunyinya ada lagi.

Mamat semakin penasaran, karena sumber suara berada di tumpukan sampah di depannya itu.

Dengan langkah pelan namun pasti, ia beranikan diri mendekati sumber suara. Dalam benaknya, jika bertemu dengan setan ia akan memukulnya dengan jala.

Sedangkan Dadang, kakinya seperti ada yang menarik. Ia tak kuasa melangkahkan kaki mengikuti Mamat.

Dengan perasaan takut dan setengah dipaksa, memberanikan diri, Mamat benar-benar mendatangi sumber suara.

"Astagfirullah Dang!" Mamat menjerit histeris. Membuat jantung Dada seperti lepas dari tempatnya.

"Astagfirullah Dang, cepat panggil Pak RT Dang! Cepat! Ini bukan setan Daaaang! Tapi bayi. Ya Allah. Astagfirullah!" Mamat berseru dengan suara gemetar. Tampak di depannya seorang bayi mungil, tanpa busana tergolek di antara tumpukan sampah. Masih terlilit tali pusar. Mamat masih terus melafazkan takbir, dan tasbih. Sedangkan Dadang langsung terbirit mencari pertolongan. Rasanya takutnya sirna begitu saja.

"Ya Allah, siapa yang tega membuangmu Nak," tanya Mamat dengan linangan air mata. Ia tak berani menyentuh bayi di depannya yang telah dikerumuni semut. Tangisan itu terdengar menyayat hati.

"Ya Allah, tega sekali orang yang sudah membuangmu. Dia bukan manusia. Tapi lebih pantas disebut setan. Astagfirullah, sabar Nak, tunggu jangan menangis." Mamat terus berbicara menenangkan sang bayi.

Dua puluh menit kemudian, tampak warga berduyun-duyun datang. Paling depan adalah Dadang sebagai penunjuk jalan, di susul pak RT juga istrinya yang membawa kamera.

Momen ini tak lepas dari bidikan kamera-kamera warga yang datang.

"Astagfirullah," ucap mereka begitu menyaksikan kondisi bayi malang itu.

"Pak, ini pegang kameranya," perintah Ibu RT, ia dengan cekatan meraih tubuh mungil yang sudah dingin sekali. Dengan telaten membersihkan semut-semut yang menggigitnya, menggunakan kain yang sudah ia persiapkan.

Bayi itu tampak menggigil. Saat pipinya disentuh, bayi itu seolah mencari susu. Ia benar-benar kehausan. Di beberapa bagian tubuh bayi tampak merah-merah dan bengkak akibat gigitan semut.

"Ya Allah, jahat sekali orang yang sudah membuangmu, terkutuk lah dia!" Sumpah serapah para penonton evakuasi bayi terdengar memenuhi tempat ini.

Bu RT berhasil membersihkan dan ia segera mengangkat bayi tersebut untuk dibawa pulang. Kebetulan dia seorang bidan.

Keriuhan terjadi di desa ini. Siapa saja yang datang ingin mengabadikan momen bayi dibuang.

Secepat kilat, berita tersebut tersebar dan viral di jejaring media sosial. Salah satu warga bernama Purnasih, seorang wanita yang belum dikaruniai anak meski hampir 10 tahun menikah datang bersama suaminya ke kediaman Pak RT.

Begitu sampai sana, sang bayi malang sudah dibungkus kain hangat, bersih dan wangi khas minyak telon.

"Ya Allah, kasihan sekali nasibmu, Nak. Aku yang mendamba seorang anak belum juga Allah kasih, tapi ibumu teganya dia membuangmu," lirihnya sembari menggendong bayi tersebut. Ia ciumi pipinya. Tak terasa, air matanya meleleh. Ia peluk bayi itu penuh cinta.

"Bu, biar kami yang merawat bayi ini," pintanya pada Bu RT. Setelah berbincang panjang, bahkan dari kepolisian juga datang, akhirnya bayi itu dibolehkan dirawat oleh Purnasih. Jelas wanita itu sangat bahagia.

Dia sudah sangat merindu ingin memiliki anak, di usia pernikahannya yang tak muda lagi. 10 tahun menunggu, itu sangat lama. Biarlah, Allah tak memberinya anak lewat rahimnya. Tapi Allah memberinya anak lewat orang jahat yang tega membuang bayi malang ini.


Media sosial masih memperbincangkan penemuan bayi. Diduga ia dibuang setelah melahirkan. Para netizen +62 beramai-ramai mengutuk tindakan kriminal ini.

Sedangkan di sudut kamar kecil tempat rumah kost, seorang perempuan muda sedang menangis di atas kasurnya.

Dia adalah wanita jahanam yang tega membuang bayinya. Ia menangis menyesali perbuatannya. Bayi yang ia buang adalah hasil zina bersama mantan pacarnya yang tak mau bertanggung jawab.

Sedangkan perempuan itu masih duduk di bangku SMA. Ia terpaksa melakukannya, karena merasa malu. Ia juga menyesali pergaulan bebas yang dijalaninya selama ini. Namun, nasi telah menjadi bubur.

Kondisi remaja akan tetap seperti itu, bila tak ada kesadaran dalam diri dan semua itu dipengaruhi oleh sistem kehidupan yang sekuler jauh dari agama.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Solehah Suwandi Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Panggung Terbuka bagi Para Penghina Ulama
Next
Pesan untuk Seseorang di Perantauan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram