Si Nenek yang Kesepian

"Nenek Eka memiliki tiga orang cucu dan delapan orang cicit. Namun, hanya Lara, cucunya yang senantiasa mengunjunginya dikarenakan dua orang saudara Lara berada di perantauan. Lara pun tak bisa berbuat banyak untuk neneknya. Karena ia tak begitu akrab dengan ibu sambungnya yang tinggal bersama ayahnya di rumah neneknya itu."

Oleh. Yuliani Zamiyrun, S.E.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Hati Lara berbisik, "Aku harus menemani nenekku. Ia pasti sangat kesepian di rumah."

"Bi, kita ke rumah nenekku dulu, yah. Kalau bisa, aku ingin menemaninya kali ini. Aku ingin nginap walaupun hanya semalam. Selama ini aku sudah tak pernah lagi nginap di rumah nenek," kata Lara pada suaminya.

Saat itu, Lara bersama suami dan anak-anaknya baru saja pulang dari salat Iduladha. Suami Lara yang bernama Robi sedang menyetir mobil bermerek Feroza. Hati Lara tertekan ketika melihat respons Robi yang terlihat cuek. Robi diam. Wajahnya hanya fokus melihat arah jalan. Pikirannya tak fokus pada keinginan istrinya.

Lara pun menyela, "Bi, dengerin aku dulu, dong. Aku harus ke rumah nenekku. Kasian nenekku sendirian," kata Lara memohon.

Robi hanya diam. Ia belum memberikan respons meyakinkan. Sehingga Lara terus mengulangi permintaannya pada Robi untuk ke rumah neneknya. Hati Lara masih tertekan. Robi seolah tak ingin kerumah neneknya. Lara pun kesal atas sikap Robi yang hanya diam tanpa membalas dengan kata. Sesaat kemudian Robi pun berbicara.

"Kita pulang ke rumah dulu," kata Robi.

"Hmm, buat apa? Kenapa tidak sekalian saja kita ke rumah nenekku sekarang?" kata Lara.

"Kita bereskan dulu yang kita tinggalkan tadi. Kita panaskan dulu ketupat sebelum kita tinggalkan supaya tidak basi," kata Robi sambil menyetir mobil.

Lara ingin sekali bertemu dengan neneknya. Ia seolah tak sabar untuk berada di dekat neneknya saat itu juga. Hati Lara gelisah atas sikap Robi. Sebab, Robi selalu membatasinya untuk bertemu dengan neneknya. Entah mengapa Robi bersikap demikian. Lara hanya berbaik sangka.

"Kenapa sih, Robi susah sekali diajak untuk ke rumah nenekku?" tanya Lara dalam dirinya.

Lara dan anak-anaknya pun tiba di kediaman mereka setelah beberapa menit melakukan perjalanan pulang dari salat Iduladha. Setibanya di rumah, Lara pun membereskan pekerjaan yang ia tinggalkan tadi pagi sebelum ke tempat salat, termasuk memanasi ketupat yang ia masak semalam. Lara pun kembali berbisik.

"Ya sudahlah, tenangkan pikiranmu, Lara. Anggap aja kamu pulang ke rumah untuk mengambil pakaian ganti anak-anak," katanya dalam hati.

Lara pun hanya diam. Azan zuhur pun berkumandang. Lara pun mengingatkan Robi untuk salat terlebih dahulu sebelum berangkat ke rumah neneknya. Dengan gerak yang lunglai, Robi seakan malas menanggapi permintaan istrinya. Dan lagi-lagi Lara kembali tertekan melihat sikap Robi. Ia seolah tak suka berkunjung ke rumah nenek Lara. Namun, Lara hanya menguatkan dirinya. Ia tetap menyemangati langkahnya untuk menyambung silaturahmi ke rumah neneknya.

Setelah melaksanakan salat zuhur, Robi pun kembali ke mobil bersama anak-anak. Sementara Lara masih berjibaku dengan perlengkapan pakaian anak-anak yang akan dibawanya. Robi dan anak-anak sudah menunggu di depan rumah. Beberapa kali klakson mobil dibunyikan. Lara pun bergegas membereskan semuanya. Ia pun keluar dengan buru-buru serasa dikejar hantu. Mengingat Robi akan marah karena bosan menunggunya.

"Haduh, beginilah rasanya jadi emak-emak, harus menyiapkan semuanya. Si doi gak tau nih gimana perasaan dan pikiranku. Dia pikir asal mau jalan saja. Sementara emak mikirin bekal pakaian untuk gantiannya anak-anak. Huft, sabar Lara, sabar," gerutu Lara dalam hatinya.

"Duh, pengen nangis, pengen teriak. Si doi bikin aku kesal," kata Lara berbisik di hatinya.

Lara pun keluar rumah bersama beberapa tas pakaian anak-anaknya. Ia langsung mengunci pintu rumahnya dan bergegas menuju mobil yang sedari tadi menunggunya di depan rumah. Lara segera masuk ke mobil. Mereka pun siap untuk melaju ke rumah nenek Lara. Robi tak berkata-kata. Ia diam. Lara pun tak ingin mengungkapkan kata-kata juga. Ia hanya memendam rasanya di dada.

Sesekali ia berucap, "Aku kira kamu paham tentang silaturahmi. Salah satu manfaat silaturahmi adalah melapangkan rezeki. Karena itu termasuk membahagiakan orang lain. Apalagi nenek aku yang kamu sendiri tahu keadaannya. Ini momen hari raya," kata Lara tegas. Namun, Robi terlihat masih diam. Ia seolah tak ingin peduli pada keluarga Lara.

"Baiklah, kali ini saja," kata Robi singkat.

"Apa? Hey, nenekku itu sudah tua. Umurnya juga enggak akan lama. Justru dengan begitu aku harus sering menjenguknya. Astagfirullah, susah banget kamu yah diajak silaturahmi," kata Lara spontan membalas ucapan Robi.

"Nenekku itu, satu-satunya keluargaku yang tersisa saat ini. Walaupun masih ada ayahku di sana," lanjut kata Lara.

Nenek Lara adalah nenek yang memiliki enam orang saudara. Namun, kelima saudaranya sudah meninggal dunia. Nenek yang biasa di panggil Nenek Eka itu sudah berumur 76 tahun. Ia memiliki tujuh orang anak. Yang kemudian keenam orang anaknya telah meninggal. Hingga tersisa ayah Lara seorang yang masih hidup.

Nenek Eka memiliki tiga orang cucu dan delapan orang cicit. Namun, hanya Lara, cucunya yang senantiasa mengunjunginya dikarenakan dua orang saudara Lara berada di perantauan. Lara pun tak bisa berbuat banyak untuk neneknya. Karena ia tak begitu akrab dengan ibu sambungnya yang tinggal bersama ayahnya di rumah neneknya itu. Lara hanya bisa mengingat masa lalu ketika ia belum menikah bersama Robi.

"Nek, andaikan aku belum menikah, mungkin aku akan menemanimu lagi. Tapi Allah lebih tahu siapa yang lebih layak merawatmu, yaitu anakmu sendiri, ayahku. Aku tak bisa berbuat banyak untukmu, Nek. Karena aku pun harus taat pada suamiku. Ia terlalu sibuk dengan amanahnya yang lain," bisik hati Lara.

Mereka pun melaju dalam waktu 45 menit. Tibalah mereka di rumah Nenek Eka. Nenek Eka yang sementara duduk di depan pintu pun terkejut melihat kedatangan Lara dan suami beserta anak-anaknya.

"Lara, tadi Nenek barusan bilang. Lara pasti datang. Ternyata Lara benar datang," kata Nenek Eka sambil memandangi wajah Lara.

"Iya, Nek. Aku datang karena ingat Nenek pasti sendirian lagi di hari raya," kata Lara sambil sesenggukan.

"Ayahmu kali ini berhari raya di kampung istrinya. Untung lara datang temani Nenek," kata Nenek Eka sambil sesekali menepis buliran air di pelupuk matanya.

"Iya, Nek. Maafkan Lara. Nenek yang sabar ya, Lara ada kok untuk Nenek," kata Lara.

"Kasian nenekku. Di hari tuanya, ia harus merasakan ditinggal oleh banyak orang-orang tercintanya. Nenek, maafkan aku, aku memahami keadaanmu. Namun, aku tak bisa berbuat apa-apa pada sikap suamiku yang tak suka bersilaturahmi," bisik hati Lara sambil menahan sedihnya.

"Ya Allah, hadiahkanlah untuk nenekku kesabaran, kesehatan, ketenangan, juga hidayah-Mu, ya Allah. Amin," doa Lara dalam hatinya.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Yuliani Zamiyrun, S.E Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Es Napas Naga Pembawa Petaka?
Next
Degradasi Pesantren Buah Sistem Sekuler
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram