"Dinda lalu tersadar, selama ini yang dia kejar hanya perkara dunia, tentang akhirat hanya ia pikirkan pada bentang sajadah saja, yang menurutnya hal itu telah cukup sebagai bentuk kepatuhannya kepada Allah. Melalui nasihat Rara, kini Dinda sadar bahwa ia telah tertinggal jauh dari ilmu agama, tidak mengetahui lebih dalam perihal syariat Islam yang seharusnya dipatuhi."
Oleh. Suhrani Lahe
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dinda, seorang mahasiswi di salah satu universitas ternama di kotanya, yang tengah memasuki semester akhir. Kini ia sibuk dengan penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk wisuda.
Siang itu, Dinda berangkat ke kampus. Tak lupa memberi kabar kepada teman kampusnya, Rara. Rara bukan teman dekat Dinda, namun mereka mulai akrab karena dosen pembimbing skripsi mereka sama. Saat itulah, kehidupan Dinda dengan cerita baru dimulai.
Dinda seorang gadis periang, humoris, dan mudah akrab dengan orang lain. Tak heran jika ia dan Rara kini terlihat akrab. Suatu hari, Dinda dan Rara telah mengatur jadwal untuk bertemu dosen pembimbing mereka. Dan di saat hari itu tiba, Rara memberi kabar bahwa dirinya tidak bisa ikut dikarenakan ada kegiatan yang mendadak dan Rara harus menghadirinya.
Yah, Rara adalah seorang aktivis dakwah di kampusnya. Rara tiba-tiba diberi kabar oleh salah satu teman kelompok kajiannya bahwa ia harus mengisi jadwal kajian bulanan yang diadakan di masjid kampus, dikarenakan pemateri sebelumnya berhalangan hadir karena sakit.
Mendengar kabar dari Rara, sedikit kesal muncul dari dalam benak Dinda. Namun, itu bukanlah penghalang baginya untuk membatalkan jadwal asistensi bersama dosen pembimbing.
Keesokan harinya, Dinda dan Rara bertemu di kantin kampus. Dinda langsung menanyakan perihal kegiatan Rara yang mengharuskannya untuk membatalkan jadwal asistensi skripsi, padahal sangat susah untuk bertemu dengan dosen pembimbingnya. Rara hanya tersenyum, sesekali berucap, "Gak apa-apa, Din. InsyaAllah dikasih waktu yang lain dari Allah."
Namun, rasa ingin tahu Dinda kepada Rara tak hanya sampai disitu.
“Ra … memang kajian kamu itu harus, yah? Kalau gak hadir, dapat hukuman dari temanmu?” tanya Dinda yang semakin penasaran.
“Aku gak dapat hukuman, tapi ini soal tanggung jawab dan prioritas," ucap Rara sembari mengeluarkan laptop dari dalam tas.
“Prioritas? Skripsi bukan prioritas, Ra?” tanya Dinda kembali dengan ekspresi yang terkejut.
“Din … dalam hidup, kita hanya punya satu tujuan, dan tujuan kita itu harus selalu menjadi prioritas sekalipun diberi dengan pilihan yang sepenting apa pun itu. Jadikan tujuan itu tetap menjadi prioritas nomor satu kita. Dan sebenarnya semua orang ada pada satu tujuan itu, namun dikarenakan hati kita kurang peka terhadap siapa yang menciptakan kita, akhirnya banyak yang lalai terhadap aturan-Nya, bahkan ada yang sama sekali enggan untuk belajar terkait ilmu itu," jawab Rara.
“Tujuan yang kamu maksud apa, Ra?” tanya Dinda.
“Akhirat, Din. Kita tidak boleh lengah terhadap apa yang dihadirkan di dunia ini, apapun itu. Yang harus kita kejar adalah akhirat, kita harus menomor satukan hal-hal terkait akhirat kita. Skripsi memang penting, tapi ilmu agama jauh lebih penting. Itulah kenapa menuntut ilmu agama harus benar-benar kita kejar, sampai dunia tunduk pada kita,” jawab Rara dengan penuh harap Dinda bisa memahami dengan baik.
Hingga akhirnya, Rara menawari Dinda untuk ikut gabung dengan kelompok kajiannya, mengajak Dinda bersama-sama menuntut ilmu agama. Mengetahui lebih dalam tugas kita sebagai hamba dalam melaksanakan perintah Allah. Juga mengajak Dinda untuk sama-sama berteman bukan hanya di dunia, tapi bisa berteman sampai ke surga.
Dinda lalu tersadar, selama ini yang dia kejar hanya perkara dunia, tentang akhirat hanya ia pikirkan pada bentang sajadah saja, yang menurutnya hal itu telah cukup sebagai bentuk kepatuhannya kepada Allah. Melalui nasihat Rara, kini Dinda sadar bahwa ia telah tertinggal jauh dari ilmu agama, tidak mengetahui lebih dalam perihal syariat Islam yang seharusnya dipatuhi. Selama ini ada banyak hal yang ia lakukan, namun tidak sesuai dengan syariat Islam.
Saat itulah Dinda mulai mendalami ilmu agama. Dinda rutin ikut kajian dan mulai mengubah pola hidupnya sebagaimana ilmu yang telah ia dapat. Mulai dari cara berpakaian, yang mana selama ini Dinda memakai kerudung yang belum sesuai dengan syariat Islam, akhirnya berubah dengan memakai busana muslim yang benar-benar menutup auratnya. Dinda tidak lagi berbaur dengan teman yang bukan mahramnya karena menjaga diri dari ikhtilat, mulai rajin membaca buku-buku ilmu agama tentang kisah Rasul, dan terus fokus agar tetap bisa istikamah di jalan Allah, serta berusaha menjadikan dirinya sebaik-baik muslimah perindu surga.
Dan sekarang, kedekatannya dengan Rara bukan hanya sekadar teman satu pembimbing skripsi lagi, melainkan berteman karena Allah dan berharap pertemanannya sampai ke surga.
Photo : Pinterest