Terlanjur Miskin

"Jiwanya hancur dan sedikit goyah. Harta, kemewahan, jabatan, dan strata sosial sempat membuatnya bungah. Kini, Roy membuka aibnya di masa lalu dengan gagah."

Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NatasiPost.Com-"Anak setan!" Suara bariton Arya mendesis kuat.

Cuaca saat ini sungguh sangat tak bersahabat. Safety helmet berwarna putih setia memayunginya dari guyuran hujan lebat. Petir menyambar-nyambar tak tentu arah, membuat para pekerja membubarkan diri tanpa aba-aba. Suara Arya berkejaran dengan derasnya hujan. Giginya menggeletuk menahan marah dan dingin.

Ratusan pasang mata mengekor setiap gerakan Arya. Kertas dalam map plastik itu sudah mulai lembek lantaran air hujan menyusup ke dalamnya. Tangan Arya teracung tinggi sambil menuding lawan bicaranya yang diam seribu bahasa.

Rasa pedih menjalar ke setiap syaraf Arya. Amarah telah menguasai relung hatinya. Apa yang menjadi harapannya telah hilang entah ke mana. Masa-masa lalu menghampiri memorinya yang sudah mulai penuh. Betapa bahagianya ia saat tahu bayi laki-laki yang diidamkan lahir ke dunia. Sejak itu, kegigihan dan keseriusan melekat erat dalam upayanya mencari harta.

Kehadiran bayi laki-laki yang dia impikan meruntuhkan bangunan rumah tangganya dengan Lastri, istri sahnya. Dengan sukacita, ia sambut sang bayi dan mencampakkan keluarga kecilnya. Meski ucapan talak tak mengalir dari mulutnya, namun pengusiran mengantarkan Lastri dan putrinya, Syifa, keluar rumah dengan deraian air mata. Arya sudah tak tahu kabar mereka berdua sejak saat itu.

Hujan kian lebat menambah kecamuk di hati Arya. Anak yang sejak bayi dibanggakan, kini dirasa telah mengusap kotoran ke seluruh badan. Penyesalan dan amarah hadir silih berganti, namun amarah lebih dominan. Arya murka pada anaknya yang telah ia kirim ke kampus terbaik di dunia. Roy pulang ke tanah air membuat ulah.

"Apa yang kamu inginkan? Kamu tinggal bilang. Seluruh aset sudah atas namamu," ucap Arya ketus. Namun, Roy bergeming.

Kehidupan glamor dan bebas sempat membimbing Roy dalam dunia foya-foya. Pamer harta menjadi rutinitas sehari-hari. Tumbuh kembangnya luput dari pantauan dan kasih sayang Arya. Itu biasa baginya. Belakangan, Arya merasa Roy agak berbeda. Nahasnya, sang anak yang diharapkan menjadi tumpuan di masa depan, justru menikamnya terang-terangan. Sang anak kebanggaan mempermalukannya di hadapan ratusan karyawan.

Perasaan Arya berkeliaran tak tentu arah. Jiwanya hancur dan sedikit goyah. Harta, kemewahan, jabatan, dan strata sosial sempat membuatnya bungah. Kini, Roy membuka aibnya di masa lalu dengan gagah.

Ingatan Arya kembali ke masa 27 tahun lalu. Dia memang mengusir istri sah dan anaknya tanpa ragu, namun ia juga tak tinggal bersama wanita pemberi anak baru. Arya hanya butuh anak laki-lakinya, Roy. Ia memisahkan sang anak dan ibu tanpa belas kasihan. Segala curahan materi diberikan kepada Roy, sang buah hati dambaan.

Nyatanya, Roy tumbuh dengan segala misteri yang tak berhasil ia kuak dari ayahnya. Setiap kali ia tanya tentang sang ibu, Arya langsung naik pitam. Lantas, rasa penasaran menuntunnya mencari tahu siapa keluarga aslinya. Diam-diam ia tes DNA, terbukti ia darah daging Arya. Selama delapan tahun, sejak ia masuk bangku SMA, ia mencari keberadaan ibunya. Ia datangi tempat lahirnya sesuai arahan IRT sepuh di rumahnya. Hingga akhirnya Roy tahu segalanya. Bahwa Arya telah membunuh ibunya tanpa rasa iba sedikit pun.

Semua kebenaran itu, Roy hadirkan di hadapan sang ayah. "Apa yang membuat Ayah begitu memburu harta dan berperilaku seperti seorang bajingan yang pengecut?" Pertanyaan Roy meruntuhkan kejemawaan Arya. Roy juga menyebutnya lelaki kejam pada wanita. Luntur pula kamuflase kehormatan yang direngkuhnya.

Tak ada lagi arti sebuah harta dan jabatan. Arya sudah terlanjur miskin, miskin perasaan dan miskin akalnya. Hanya untuk kepuasan diri, Arya hendak menghabisi nyawa Roy dengan gunting proyek yang ada di dekat ekskavator. Tak sempat niatnya terkabul, polisi datang.

Map berisi bukti-bukti kejahatan Arya sudah berpindah tangan. Polisi telah mengamankan Arya dan sajam sebagai barang bukti. Arya terlanjur miskin, miskin jiwa dan akalnya. Roy merasa puas melakukan sesuatu yang tepat. Dia sejatinya memiliki rasa sayang dan cinta untuk sang ayah, tetapi ia sudah tak sanggup mengingatkannya agar tak terus-terusan melakukan korupsi ataupun nepotisme dalam proyek-proyeknya. Roy juga tak rela sang ayah bergonta-ganti pasangan ke mana suka.

Dia menyadari kesalahan dirinya dan sang ayah saat ia menemui oase di tengah kegalauan yang melanda jiwanya. Dia hampir mati saat tahu ayahnya pembunuh sang ibu. Kakinya begitu ringan menaiki jembatan, lantas melompat ke sungai yang tingginya 25 meter. Nyawanya selamat di tangan rombongan orang yang berilmu, Ustaz Yahya, Ustaz Umar, dan Ustaz Iman. Di tangan ketiga ustaz itu, akal dan jiwanya mulai berjalan sesuai fitrah. Dari ketiga gurunya itu, dia mengenal Islam. Sejak itu, dia berazam akan jadi orang taat.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Inti NarasiPost.Com
Afiyah Rasyad Penulis Inti NarasiPost.Com dan penulis buku Solitude
Previous
Yayasan Filantropi: Problem Solver Kesehatan dalam Negara?
Next
Kala Olahraga Menjadi Harapan dan Prestise Dunia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

Cerita yang memberi pelajaran agar jangan menjadi hamba nafsu..

Tya Ummu Zydane
Tya Ummu Zydane
1 year ago

Tangki kasih sayang sangat perlu di isi pada anak, karena harta melimpah tak mampu membeli kasih sayang. Orang tua yang pemikirannya untuk dunia akan lebih menyibukkan diri menyuplai kebutuhan materi pada anak tanpa menyadari bahwa ada yang jauh lebih berharga daripada harta yaitu cinta..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram