Ustazah, Bolehkah Ana Mengenalmu?

"Cinta memang tak mengenal usia. Cinta adalah karunia dari Allah Swt. yang begitu indah, hanya saja Allah pun memberikan panduannya agar manusia tak terjerumus dalam cinta yang sesat, masyaallah."

Oleh. Titin Kartini
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Ting, ting, ting. Entah berapa kali suara dari aplikasi messenger terus berbunyi di gawaiku dari kemarin. Terlihat foto profil seorang laki-laki. "Ah, siapa sih? Apakah harus kubuka?" tanyaku dalam hati dengan rasa takut tapi penasaran.

Bismillah, kubuka satu persatu chat-nya yang hanya berisi tiga tanda titik saja, dan itu dia kirim lebih dari tiga kali. "Apa sih maksudnya? Kok gak jelas," lagi- lagi aku berbicara sendiri.

Berkali-kali masih seperti itu isi chat-nya, hingga akhirnya tertulis kalimat salam. Lalu kubalas, "Waalaikumsalam, afwan … antum ada keperluan apa dengan saya? Apakah teman dari almarhum suami saya?" tanyaku.

Butuh waktu lama menunggu balasannya, "Ustazah, boleh saya mampir ke rumah?" tanyanya.

"Dengan siapa antum mau ke rumah dan ada keperluan apa?" tanyaku.

Ia pun menjawab, "Ingin takziah, Ustazah. Kebetulan waktu itu ana lagi sibuk saat Ustaz Rido meninggal, ana tahu beliau tapi tidak terlalu kenal," jawabnya.

"Boleh, tapi antum sama siapa? Tentunya harus dengan mahram antum, istri atau keluarga antum. Tak perlu saya jelaskan, pasti antum sudah paham, kan?" penjelasanku panjang kali lebar.

"Afwan Ustazah, ana sendiri. Ana belum menikah, ana hanya ingin mampir untuk takziah sebentar saja dengan Ustazah, tolong share lokasinya," jelasnya.

"Ya, tapi antum ga bisa masuk. Saya tak ada mahram, dua anak saya masih kecil-kecil," kataku.

"Tak apa, Ustazah, ana hanya ingin ketemu Ustazah untuk ngobrol sebentar," rengeknya bak anak kecil yang meminta dibelikan permen.

"Antum tahu pergaulan antara wanita dan laki-laki dewasa dalam Islam, 'kan? Tidak bisa seperti itu, kalau antum ingin ke rumah, ya harus bawa mahram. Afwan yah, saya terima ucapan takziah antum, tapi antum tidak bisa ke rumah. Saya wanita dewasa, terlebih dengan status saya yang single parent yang masih belajar Islam, tolong jauhkan saya dari segala sesuatu yang Allah tak rida," pungkasku padanya.

Beberapa hari tak kuterima lagi inbox darinya, sampai suatu ketika ada pesan masuk melalui WhatsApp. "Assalamualaikum. Ustazah, ini ana."

Kaget dengan pesan tersebut, lantas kujawab "Walaikumsalam, antum tahu dari mana nomor kontak saya?"

"Ada di postingan dagangan Ustazah. Ana serius ingin kenal Ustazah, ingin sila ukhuah dengan Ustazah. Afwan, ana tidak berani bertanya pada teman-teman tentang Ustazah, ana malu," jawabnya.

"Kamu malu kenapa? Hanya niat untuk takziah saja 'kan antum bisa diantar sama teman almarhum suami saya jika memang benar antum tidak punya niat apa-apa," kataku.

"Ana ingin bangun usaha sama Ustazah, ana ingin lebih kenal sama Ustazah," jelasnya.

Pusing juga aku menghadapi anak muda yang sudah dijelaskan, tapi tidak paham bahwasanya tidak mungkin bertamu ke rumah tanpa mahramnya. Aku seorang single parent yang sedang membangun kembali hidupku dengan sekuat tenaga meski harus terseok-seok. Bukanlah hal yang mudah hidup dalam sistem kapitalisme yang sekuler dan liberal.

"Ustazah, bagaimana? Boleh?" Tiba-tiba ia kembali menghubungiku. Masyaallah, aku bingung, lalu kujawab dengan tegas tidak boleh.

Penasaran dengan anak muda ini, kubuka akun Facebook-nya. Kususuri siapa dia, ternyata anak satu harakah dan juga seorang yang bukan abal-abal ilmunya. Namun, ini anak sedikit lebay dan ternyata banyak kaum hawa yang mengaguminya. "Heeem, apa maksudnya nih anak kekeh ingin ketemu?" gumamku.

Namanya anak muda pasti mempunyai jiwa pantang menyerah, ia terus menghubungiku. Kulihat status di Facebook-nya ternyata dia juga seorang pedagang. Ada yang menarik yang ingin kubeli darinya. Akhirnya, kuhubungi untuk memesan barang dagangannya.

Ia tampak senang dan kami bertemu di pinggir jalan layaknya konsumen dan pembeli, tak banyak yang kami obrolkan, hanya dia meminta maaf karena agak telat mengantar barang. Ada rasa kagum padanya dengan sikapnya yang sopan. Tak dapat dimungkiri, seketika bunga-bunga menghiasi hatiku. Jantungku berdetak kencang setiap kali ia mengirim pesan atau kulihat nomor kontaknya terpampang fotonya. "Astagfirullah, ini apa? Virus pink-kah yang melanda?" tanyaku.

Jiwaku terperangkap dalam peliknya rasa ini. Kubersujud memohon ampun pada-Nya. "Ya, Allah … jika memang anak muda ini jodohku, tolong dekatkan dan mudahkan jalannya untukku dan dia bersatu dalam ikatan pernikahan yang akan membawaku ke dalam kebaikan dan lebih dekat kepadamu, yang mencintaiku dan anak-anakku, bersama-sama berjuang menggapai rida-Mu. Namun ya, Allah … jika dia bukan jodohku dan bukan yang terbaik untukku, tolong jauhkan sejauh-jauhnya, hilangkan rasa ini, hilangkan ia dalam ingatanku seperti saat aku tak mengenalnya. Hamba takut terperosok dalam jurang kemaksiatan," rintihku di sujud malamku.

Setiap hari gawaiku disapa pesan-pesannya. Aku harus membuat keputusan tegas, akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri dengan sebuah voice note yang kukirim padanya. "Afwan, kita tidak usah komunikasi lagi jika tidak ada hal yang penting sesuai hukum syarak. Saya lagi belajar Islam dengan kefakiran ilmu yang saya punya, saya masih terseok-seok menghadapi hidup. Tolong antum paham, terlebih dengan status saya, saya takut ada fitnah akan aktivitas ini," pungkasku.

"Iya, Ustazah. Ana paham, ana pun mohon maaf. Jika kita berjodoh, Insyaallah kita akan dipertemukan kembali bagaimana pun caranya. Afwan, ana memang belum punya keberanian untuk melangkah lebih jauh, terutama menjelaskan pada keluarga ana, namun jangan diblokir nomor ana ya, Ustazah," pintanya.

Sedikit kaget dengan perkataannya. Apa yang aku sangkakan jika ia menaruh hati padaku ternyata benar. "Ya, Allah … Hamba hanya bisa bersabar, semoga ada jalannya jika memang itu yang terbaik. Bismillah, tetap fokus memperbaiki diri dulu. Allah berikan bunga-bunga kecil di hatiku untuk menghibur sejenak dari kesedihanku. Bimbing aku selalu ya Allah dalam ketaatan kepada-Mu," doaku.

Hari-hari kujalani seperti biasa, tapi entah mengapa seperti ada sesuatu yang hilang dalam hatiku, sakit sekali. Ia sudah tak pernah lagi mengirim pesan, namun ia selalu melihat statusku, baik di Facebook maupun WhatsApp tetapi tidak pernah berkomentar apa-apa. Begitu pun denganku, tulisannya selalu muncul di beranda Facebook-ku, namun tak pernah aku like maupun komen. Inilah caraku untuk menjaga agar hati ini tak ternodai dengan hal yang Allah tak rida. Sadar dengan keadaan diri, mungkin tak mudah baginya untuk menjelaskan kepada keluarganya jika ia menyukai seorang janda beranak. Aku memahaminya, umur pun terpaut jauh. "Ah, virus pink melanda juga di usia yang tak muda lagi," gumamku sambil beristigfar.

Cinta memang tak mengenal usia. Cinta adalah karunia dari Allah Swt. yang begitu indah, hanya saja Allah pun memberikan panduannya agar manusia tak terjerumus dalam cinta yang sesat, masyaallah.

"Jika aku bukan untukmu, kuberhenti mengharapkanmu. Jika aku memang yang terbaik untukmu, jodoh pasti bertemu." (Afgan)[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Titin Kartini Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Demi Cuan, Semua Dihalalkan
Next
Healing in Madinah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram